Diposkan pada gadget, kesehatan, kontemplasi, pernik, teknologi, tips

Normalisasi Intensitas Bergadget Ria


KhongGuan-GadgetTulisan dengan judul ini saya buat ketika sedang sendiri, tidak di depan teman kerja maupun di depan keluarga. Itu pun diketik melalui laptop jadul saya yang masih bertahan sampai sekarang sejak dibeli tahun 2007 lalu. Mengapa saya perlu menyatakan ini? Ada kaitannya dengan peristiwa hari Ahad kemarin, ketika secara spontan saya merespon positif usulan istri untuk mengungsikan semua gadget smartphone dari rumah. Usulan ini terlontar ketika hari Ahad kemarin pasca memperingati ulang tahun pernikahan ke-11, kami saling melihat, semua sedang sibuk dengan gadget masing-masing termasuk anak-anak. Yah, itu hari libur memang dan juga habis dari jalan-jalan dan makan di luar, cuma memang hari itu terasa lama sekali anak-anak dan saya berinteraksi dengan gadget smartphone.

Beberapa waktu lalu saya pernah menulis di blog ini, bagaimana mensiasati screen time pada anak, di link berikut. Namun, seiring bertambahnya umur anak-anak dan percepatan wahana komunikasi di gadget saya seperti semakin banyaknya grup-grup diskusi dan obrolan, akhirnya saya spontan saja, harus ada terobosan berani dan revolusioner sebagaimana dulu saya juga berani mematikan akun sosmed saya (facebook) yang sempat berjaya untuk berkonsentrasi pada hal-hal yang lebih penting. Saat ini saya melihat hal penting itu. Penting dan genting. Penting untuk menormalisasi hubungan dengan gadget yang seharusnya intensitasnya di bawah hubungan nyata antar komponen di dalam keluarga dan teman kerja. Apalagi dengan trik-trik yang pernah saya bahas sebelumnya sudah tidak mempan karena semakin pintarnya anak-anak dalam mensiasatinya. Namanya juga anak generasi native masa industri keempat. Tidak seperti kita yang masih merupakan generasi transisi. Sebenarnya semuanya sudah tidak sehat, saling menyalahkan dan linglung sendiri. Kalau tidak ada yang mengalah, ya memang repot. Saya bilang kemarin, sayalah yang paling berat sebenarnya berlepas diri dari hal-hal seperti ini. Namun, sekali lagi orang tua adalah tauladan bagi anak-anaknya. Saya akan mempertanggungjawabkan itu. Biarlah di masa sekarang memperbaiki interaksi nyata antara ortu dan anak, serta antara anak-anak sendiri. Genting, karena dengan siasat-siasat lama tetapi wujud fisik gadgetnya tetap ada di rumah menjadikan anak-anak lebih tidak kooperatif, menjadi kurang sehat secara psikis (saya kira nantinya juga berimbas secara fisik), menjadi kurang kreatif secara positif dan semakin malas, begitu juga dengan saya, sama saja. Ditambah lagi dengan semakin kewalahan kami melakukan blocking terhadap konten-konten yang tidak sehat terutama dari youtube dan game. Memang ini masih fase uji coba, namun saya berharap fase ini bisa berlanjut sukses, sebagimana suksesnya kami menghilangkan tontonan TV di rumah yang sudah memasuki waktu bulan ke-10. Nyatanya tanpa siaran TV di rumah tidak mematikan kita. Mental dan fisik kita terasa lebih sehat, apalagi di era seliweran informasi yang kebablasan dan penuh hoaks ini. Saya dan keluarga tidak mau dicekokin informasi secara aktif yang akan merusak idealisme kita. Kita yang harus mengendalikan informasi yang akan kita terima, jangan sampai dicekoki apalagi direcoki.

Sehingga saya mohon maaf kepada teman-teman yang terkoneksi dengan gadget saya dan link sosial media kami, tentu akan mengalami slow dan late respons, bahkan mungkin tak berespon. Semuanya demi kebaikan kami juga. Gadget yang terkoneksi internet hanya akan saya pegang ketika tidak di depan anak-anak, dalam fase uji coba ini. Saya sendiri sudah tidak membawa gadget saya yang terkoneksi penuh internet pulang ke rumah sejak hari Senin kemarin. Rasanya memang berat namun sekaligus ringan dan bahagia. Sayang masih ada keteledoron sedikit. Anak saya menemukan gadget tabletnya di dalam kendaraan saat jalan mencari makan tadi malam. Tapi bisa saya sita dengan baik-baik dan diamankan ke kantor. Saya dan istri sepakat dulu, anak-anak hanya boleh main gadget sejak Sabtu sore dan Ahad saja. Itu pun masih diusahakan disiasati agar dialihkan dengan aktifitas lain, tentu harus lebih menarik aktifitas lain itu. Itu pun nanti kalau ga berhasil, maka semua hari di rumah akan mengalami hari tanpa gadget.

Doakan kami berhasil ya…. 😀

Sumbar: http://www.gadgetgaul.com/

Diposkan pada alat bantu dengar, deafness, hearing impairment, istri, pernik, tunarungu

Recharge…


Kiri: Nadifa, Kanan: Ifa
Kiri: Nadifa, Kanan: Ifa

Sekian bulan lamanya saya tidak menulis di blog ini. Bahkan setelah melewati tahun pun belum terisi lagi blog ini. Jelas ada banyak rasa yang hilang. Kalau dibilang tidak sempat rasanya tidak juga, mungkin hanya rasa malas dan semakin banyaknya distraksi, hal-hal lain yang simpel, menarik, seperti aktifitas chat di grup-grup smartphone. Rasanya menulis di blog bukan menjadi sebuah kenikmatan dan bukan menjadi bentuk refreshing lagi. Mesti ini harus didobrak dengan segenap usaha. Salah satunya dengan mengisi lagi dengan tulisan ini. Saya tidak ingin otak penuh dengan ide-ide yang dibiarkan membusuk saja.

Kalau berbicara ide, tentu banyak sekali yang terlintas, meski pun gadget sudah super canggih, namun tak berdaya juga untuk menuangkannya dalam blog ini. Semoga kali ini berhasil 😀

Sebenarnya, banyak sekali hal menarik yang saya temui ketika saya vakum dalam kegiatan menulis di blog beberapa bulan ini. Selain fokus terbesar ada di tempat kerja, saya bersama istri juga masih intens berkutat dengan anak-anak. Dan itu penuh dengan cerita-cerita yang amat layak dibagi di blog ini. Bagaimana pun blog ini lebih abadi bagi saya dibanding dengan grup-grup media sosial dan di smartphone yang gampang hilang begitu saja.

Baiklah, mengawali lagi, saya ingin cerita saja tentang perkembangan dalam kehidupan keseharian saya dan keluarga. Tidak usahlah dulu membahas masalah kerjaan yang sudah cukup rumit dan memakan waktu, tenaga, pikiran, dan sebagainya. Sudah cukup pusing. Maka, saya akan kembalikan dulu blog ini sebagai awalan untuk memotivasi diri kembali untuk menulis sebagai wadah refreshing dan memory reminding.

Ceritanya, anak-anak saya sekarang sudah mulai memasuki masa-masa akhir balita. Eh tidak…, malah yang pertama, sudah lewat masa balita dan sebentar lagi sudah mau sekolah di SD, sudah diterima di sebuah SD. Tinggal menghitung bulan wisudanya di TK. Waktu terasa cepat saja berlalu, terbukti juga anak kedua, tahu-tahu sudah jadi pretty little girl yang semakin memerlukan perhatian lebih. Sampai kita rembukan lama, istri saya bertekad mengajukan cuti di luar tanggungan negara untuk mendampingi anak kedua yang spesial ini. Saya dukung penuh dan berharap bisa berjalan lancar permohonannya. I love you full, Yang…

O, ya, kedua anak saya ini sekarang sudah pintar berenang. Ya, karena memang kita kursuskan renang. Putri pertama yang ceriwis awalnya kursus privat sebelum akhirnya masuk klub renang, dan sudah sempat mendapatkan penghargaan dari sebuah lomba renang. We proud of you, girl! Putri kedua sudah bisa berenang gaya marinir melalui privat dengan 2 guru sekaligus, atau lebih tepatnya gaya anjing, hahaha… iya, gaya renang dengan kepala yang tidak menyelup ke air dan kedua tangan mengayuh di bawah permukaan air. Dan itu sudah berani dia lakukan di tempat dalam. Salut kepada para pelatihnya yang penuhdengan inovasi.

Kedua putri saya ini juga sudah tidak mengompol lagi ketika tidur di malam hari. Ibunya pintar membuat strategi bagaimana bisa berhasil tidak mengompol lagi. Jelas, biaya diaper semakin tertekan, termasuk biaya susu yang awalnya luar biasa besar, sekarang sudah jauh berkurang. Biaya terberat sekarang adalah biaya pendidikan, terapi, dan perlengkapan bantu mendengar untuk putri saya yang kedua. Di kedua telinganya sekarang masih bergantung alat bantu dengar yang harganya melebihi anting-anting dan harga motor. Tapi saya senang dengan perkembangan kemauan belajar, konsentrasi dan daya juang anak kedua saya ini. Sehingga, khusus dia, sudah lama saya buatkan akun facebook. Tempat mendokumentasikan dan berbagi. Padahal saya sendiri malas bermain facebook, karena memang sudah saya matikan lama sekali facebook saya itu.

Nah, gara-gara anak saya yang kedua ini saya juga akhirnya terpaksa terjun ke dunia facebook kembali dan bergabung di dalam grup-grup yang berhubungan dengan ke-spesial-an anak kedua saya ini. Takdir pun membawa ke dunia pergaulan baru, dunia difabel, saya terlibat secara online dan offline dengan komunitas difabel. Senang sekali rasanya bertemu dengan komunitas baru ini. Ada peningkatan rasa empati, kemanusiaan, sensitifitas dalam diri, di samping rasa “sensi” yang semakin meningkat juga. Iya, sensi bila ada orang yang masih merendahkan kaum difabel.

Demikian saja yang bisa saya tulis di siang hari ini sebelum menyantap ransum di tempat kerja. Saya berdoa untuk diri saya agar tetap terjaga motivasinya, buat mengisi blog ini. Aamiin.

Diposkan pada pernik

Tak mau menjadi kaya…


Sangat jarang kita menemui orang yang mengucapkan hal tersebut. Tapi orang itu aku temukan juga, yaitu seorang kolega di klinik universitas, tempat kerjaku yang lain. Jangan dibilang ia bukan “orang kaya”, masyarakat di tempat tinggalnya saja menyebutnya sebagai tuan tanah, “O, Pak X ingkang duwe lemah katah niku…” (O, Pak X yang punya tanah banyak itu…”Dia sudah punya titel haji, sudah hampir spesialis juga. Penampilannya sederhana aja. Ke kantor cuma naik motor butut, tapi begitu pemurah, klo ada yang sakit langsung ngomong: “kamu butuh apa?” Klo pas giliran dinas biasanya men(t)raktir semua karyawan yang ada. Nah, saat-saat makan itu kami sering menanyakan kok rajin men(t)raktir? “Ga pengen jadi orang kaya…”, katanya. Pokoknya orangnya sama sekali ga pelit bin medit. Aku aja sempat ngiler lihat internet broadband mobile yang dia langgani pernah ditawari untuk nyoba dan dipersilakan bawa pulang…wah!! Ya, mungkin ada yang berpendapat: “Ah, beliau kan memang ga punya keluarga, jadi ga butuh uanglah…” (maksudnya ga punya istri dan anak, memang beliau ga menikah…) Tapi menurutku bukan itu yang utama.

Di kesempatan lain, dia ngomong yang sama: “Ga mau jadi orang kaya…” katanya. “Kenapa, Pak?”, seorang perawat menanyakan. Aku langsung aja nyolot: “Ga tahan konsekuensinya ya, Pak?” Dia langsung ketawa: “Iya benar, orang kaya itu berat konsekuensinya, masuk surga aja paling belakang sendiri, karena harus ditanya macem-macem dulu…” Oooo, ternyata itu toh…

Andaikan banyak orang berfikir seperti beliau, mungkin ga banyak orang serakah yang akan merugikan orang banyak di bumi ini.

Pic dari
sini

Diposkan pada curhat, livinginjogja, open source, pernik, tips

TIPS – Bila Tak Ada Pembantu


Ini sudah hari kedua tanpa pembantu rumah tangga, karena Bi Inem, begitu biasa dipanggil anak saya, akhirnya resign setelah hampir setahun menjadi bagian dari keluarga kami dengan mengajukan alasan diminta suaminya pulang ke kampung.
Sejak hampir 4 tahun punya anak, kami memang baru 2 kali punya pembantu rumah tangga. Susyehnye cari pembantu itu sudah rahasia umum kayaknya. Susyeh dalam artian cari yang awet itu dan ga musingin kepala tingkahnya. Tapi ini benar-benar mustahil bagi kami, pasti selalu ada masalah.
Ya, udah ga usah membahas itulah, meski pun kami tetap berharap bisa mendapatkan segera pembantu lainnya.
Tips ini seperti, mungkin, tips keluarga lainnya yang tanpa pembantu dalam hidup mereka *ssyiaah! Simak deh:
1. Harus ga malas bangun pagi sekali, telat dikit, pasti berabe ke arah belakangnya. Mana hari Senin ini istri saya upacara lagi, biasanya yang rebutan untuk berangkat dulu-duluan itu di hari Jumat, karena sama-sama ada jadwal senam.
2. Bagi tugas, tapi sebenarnya bagi tugas ini ga mutlak, yang penting saling mengisi, jangan saling menunggu (saya sih masih suka diingatkan karena sering menunggu ini), misal: istri lagi menyuci pakaian, ya kita nyuci piring dan gelas kotorlah, istri lagi masak, ya kita ngasih makan anak, istri nyiapin perlengkapan anak sekolah, ya kita mandi’in anak.
3. Memanfaatkan tetangga. Ini memang harus punya hubungan baik dengan tetangga, saya perhatikan dua hari ini halaman rumah saya yang seuprit selalu bersih dan ada bekas-bekas sapu lidi. Nah, tadi pagi saya memergoki bapak tetangga depan yang orang Nasrani, lagi nyapu’in halaman rumah saya, tentu saja sekalian dengan halaman rumahnya dia dong. Eh, tapi ini ga baik kan ya? memanfaatkan…., hahaha, habis, ya saya memang masih belum sempat nyapu-nyapu halaman lagi, internal rumah saja belum tersapu.
4. Outsourcing alias pake jasa pihak ketiga yang berbayar (tentu), ya itung-itung sebagai ganti pembantu, seperti jasa laundry. Ini istri kemarin sore sudah pergi ke laundry dengan 6 kilogram pakaian kusut siap di setrika, sekaligus survey, ternyata ada yang di dekat rumah, dan sekalian hari ini petugas laundrynya akan mulai melakukan antar-jemput pesanan, hehehe… murah habis sekitar 9 ribuan, brarti sekitar 1500 rupiah per kilo. Masalah klasik dengan laundry biasanya telat nganter dan kadang ga beres setrikaannya, jadi diantisipasi dengan mengontrak 2 tempat laundry.
5. Masak sendiri? kemarin walau ada pembantu pun kita ga rekomen untuk masak, selain buang waktu dan seringnya ga enak masakannya, juga ternyata budgetnya malah mahal. Maka  2 bulanan pake jasa outsourcing katering, murah juga oiy…, cuma 15 ribu per hari, untuk 6 hari jadi 90 ribu atau 360 ribu per bulan. Hari Ahad difokuskan variasi makanan lain, bisa beli lagi di luar atau masak sendiri, tergantung selera dan budget, hihi…
6. Penitipan anak, di awal dulu ini yang paling pusing, sempat pernah sekali-dua kali dititip tetangga, namun ternyata tetangga yang ini suka mengungkit-ngungkit “kebaikannya” dan disalahgunakan, jadi kita ga berharap akan seperti itu lagi. Alhamdulillah kedua anak kami, Ifa dan Nadifa, sudah sekolah play group semua, dan pulang sampai pukul 15/16. Jadi aman deh…
7. Lainnya? sumbang saran ya… karena rumah masih berantakan, belum disapu, belum dipel, tempat tidur masih awut-awutan, nanti sore juga masih ga kepikir mau ndulangin anak makan karena udah capek…
Pic dari sini
Diposkan pada kontemplasi, pernik

Stylish MPer Award – Lebih dalam tentang diri saya


Beberapa lama ga ngempi secara aktif, eh, kok tahu-tahu dapat PR dari mba Romekasari, mba Ratna Susanti, dan mba Ida Chairunnisa Hidayat. Mana PR saya di dunia nyata lagi seabrek nih…hehehe. Tapi demi mereka karena sudah sangat berkenan menghargai saya yang begini ini, yah, di-ikhlash-in deh ngerja’in PR-nya. Mohon maaf klo baru sempat sekarang 🙂

Buat yang belum baca jurnal mereka yang memberikan PR ini kepada saya, silakan berkunjung ke sini:

Intinya sih menurut saya PR berantai ini supaya antar blogger (baca: MPers) bisa lebih mengenal teman mayanya.

Di dunia nyata saya sebenarnya pernah juga melakukan survey untuk mengumpulkan pendapat orang lain (teman kuliah, teman satu kelompok, bahkan ortu saya sendiri), perspektif mereka terhadap diri saya. Benar deh, lebih banyak jeleknya, hehehe… Itu saya lakukan ketika saya akan menikah, ketika saya agak sulit untuk mendeskripsikan diri saya kepada calon istri saya. Jadinya saya butuh pendapat orang lain.

OK saya mulai aja yah… Mudah-mudahan saya bisa mendeskripsikan pribadi saya yang ter-update. Karena orang kan senantiasa berubah ya… 🙂 Dan sepertinya juga pernah saya jurnalkan juga tentang diri saya, lupa naruh di mana….

Pertama, saya mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada sahabat saya di MP, meskipun kita belum pernah kopdar, tapi serasa dekat di hati *halah. Buat mereka yang sudah memberikan kehormatan untuk menulis PR ini: mba Romekasari, mba Ratna Susanti, dan mba Ida Chairunnisa Hidayat. Saya malu sebenarnya dengan mereka yang sering berkunjung ke MP saya, tapi mungkin tidak begitu sebaliknya, mohon dimaafkan ya…. 🙂

Kedua, perkenalkan (hehe…) nama saya Widodo Wirawan, orang bilang saya PUJAKESUMA, Putera Jawa Kelahiran Sumatera. Karena Bapak saya asli Jogja, tapi Mama saya asli Riau. Umur saya sekarang 31 tahun, sudah tidak muda lagi kan :-b
Anak sudah dua, masih mau tambah terussss….. istri, mudah-mudahan cuma satu saja. 🙂

Lalu apa saja yang penting dari saya? emang ada yang penting gitu?
Karena cuma terbatas 8 saja untuk mendeskripsikan diri saya, jangan salahkan saya kalau saya ngawur yah, menggabungkan berbagai hal tentang saya, hahaha….

KESATU, hal yang paling menonjol dari pribadi saya adalah saya orang yang ambisius, keras kepala, tapi juga sangat moody, dan untuk sekarang saya butuh sifat moody saya itu untuk bisa menjalankan hidup ini secara seimbang. Namun akibatnya saya kurang bisa menempatkan berbagai macam hal dalam skala prioritas akibat sifat moody saya yang keterlaluan itu. OK, lah… katakan saja moody itu identik dengan pemalas, tapi saya bukan orang yang gampang patah semangat. Memang saat skala moody saya sudah dalam level parah, saya harus berusaha mengumpulkan tenaga dan merumuskan strategi untuk bisa bangkit dan berakselerasi. (bahasa apaan sih ini….)

KEDUA, saya orangnya egois, tapi untunglah di sisi lain saya masih bisa mengasah sifat pengiba/pengasih saya, ga tahan lihat orang menderita. Tapi itu sekali lagi tergantung level moody saya, hehe….

KETIGA, kata orang yang pernah jadi rekan kerja saya, saya itu sifatnya mbossy, maksudnya senang jadi boss. Tapi sebenarnya saya sering berpura-pura aja ga mau, padahal sebenarnya pengen banget. Saya berusaha agar sifat saya ini bisa diubah dengan sisi lain saya yang care dan berusaha akrab, terbuka, dan sejajar dengan anak buah

KEEMPAT, saya mudah terpicu marah oleh hal-hal yang mengusik harga diri dan yang menyangkut kepentingan saya. Saya terkesan ga takut sama siapa pun, hehehe, macan pun saya TELAN, yah tentu saja kalau saya tersesat di hutan, dan ga ada yang harus dimakan selain macan, hahaha….. Untuk ini saya masih terus mengembangkan sikap mawas diri atau memperkuat insight diri saya. Mencoba melihat segala sesuatu dengan memberikan jeda untuk berpikir secara logis dan berhati-hati. Memang akhirnya saya jadi kurang menggebu-gebu, terkesan lambat dan pilin-plan dalam mengambil keputusan. Tapi saya kira engga juga, bingung kan…? hehe…..

KELIMA, saya sangat obsesif terhadap barang-barang milik saya, mungkin bisa dikatakan saya setia gitu, meski kadang suka pelirak-pelirik. Saya bersyukur sekali dengan sifat saya yang ini. Tapi tidak bagi istri saya, barang koleksi saya yang meliputi barang-barang hobby saya sejak SD masih saya simpan sampai sekarang. Kata istri saya, itu RONGSOKAN, hahaha….

KEENAM, saya pendiam? begitu sebagian besar teman saya yang bilang tentang diri saya. Sebenarnya engga, sekali lagi itu tergantung mood saja. Saya termasuk orang yang paling cerewet dan pantang menyerah untuk berdebat sampai menang. Memang saya ga begitu berminat membicarakan hal-hal yang tidak penting bagi saya, karena kan memang saya egois, hehe…

KETUJUH, saya cuek. Benar sekali, saya luar biasa untuk yang satu ini. Sering tidak peka terhadap lingkungan sekitar. Apalagi bila sedang ada sesuatu hal yang menarik perhatian dan memerlukan konsentrasi saya. Meski pun konsentrasi itu untuk sesuatu hal yang bukan prioritas.

KEDELAPAN, saya sulit konsentrasi, terutama konsentrasi yang sifatnya berkelanjutan, saya mudah mengalami distraksi/pengalihan konsentrasi. Sekilas memang agak bertentangan dengan sifat saya yang ketujuh, cuek itu. Yang saya maknai adalah: cuek saya itu sebenarnya, saya sedang full konsentrasi, hahaha…..

Tuh, kan, banyakan jeleknya kan kepribadian saya, hahaha….

Dan, yang terakhir, dikatakan dalam aturan main, saya harus “balas dendam” kepada 8 (atau 10 nih…) MPers lainnya untuk ngerjain PR ini. Baiklah, dalam hal ini saya menggunakan sikap KEDUA dan KETIGA saya. Saya CUKUPKAN sampai di sini saja. Cukuplah PR ini sampai di sini. OK?! Hehehe….

Diposkan pada curhat, kontemplasi, livinginjogja, pernik

Penting bagi saya: alasan malas ngempi


Tulisan ini menyambung QN saya sebelumnya, mengapa saya mulai kehilangan hasrat ngempi, bahkan hanya untuk sekedar posting comment, jadi mohon maaf klo yang muncul cuma HS saya :-b

Pertama. Saya akui, memang saya punya kebiasaan sangat jelek, super autis (bukan istilah yang tepat memang). Saya ga bisa lepas dari laptop atau komputer. Di kantor selalu berhadapan dengan komputer, bukan apa-apa sih, ya sekedar buat ngempi dan membaca posting teman-teman. Meski kadang saya berusaha untuk multitasking sebagaimana beberapa yang orang lakukan, mata ke monitor, sambil ngempi, baca berita, buat catatan rapat, buka milis, dan sebagainya, sedang telinga berusaha mendengar. Saya sadari kadang saya hilang konsentrasi dan menggangu konsentrasi teman-teman dunia nyata, hehe… Jangan dikata klo rapat, meskipun saya memimpin rapat, laptop jarang sekali ga saya buka. Peduli amat, daripada ngantuk karena habis jaga malam, ngempi jadi “kopi” pengusir kantuk bagi saya. Nah, sejak jadi orang nomor 2 di tempat kerja primer saya, saya khawatir kebiasaan jelek saya itu menjadi contoh buruk bagi teman dan anak buah. Meski saya sebenarnya sudah lama menjalankan kebiasaan buruk itu.

Kedua. Sebagian besar tebakan teman-teman MPer benar! saya dan keluarga sudah bersatu lagi, alhamdulillahalhamdulillah… 🙂 Memang ini yang paling membahagiakan saya. 2 tahun sudah terpisah di antara 2 tempat, Jogja dan Jakarta, bahkan setahun terakhir terpisah antara 3 tempat, Jogja, Gombong, Jakarta. Sejak hari Ahad kemarin istri dan anak kedua saya sudah mendarat di Jogja, sementara saya masih di Jakarta mengawal evakuasi barang-barang istri yang dititipkan ke rumah mertua di Gombong, karena memang ga muat klo harus ditaruh langsung ke rumah di Jogja. Barangnya sudah 1/2 truk. Saya sempat menilik anak pertama saya, Ifa, saat Senin dini hari sampai di Gombong, namun sorenya harus cabut ke Jogja karena saya membawa logistik berupa baju-baju istri dan anak saya yang kedua, Nadifa. Jadi memang Ifa belum bisa ikut ke Jogja, menunggu kami mendapatkan asisten untuk membantu mengasuh anak-anak ketika kami berangkat kerja. Mudah-mudah Ifa bisa segera ke Jogja dalam minggu ini atau minggu depannya.

Entahlah, sampai kapan euforia ini. Saya harus menata ulang semua jadwal saya. Sangat bahagia sekaligus harus sedikit lebih repot karena selama ini sudah terbiasa jomblo temporer, ga pulang 2-3 hari ke rumah pun OK saja, hehe… Untunglah mulai bulan depan saya sudah tidak dapat jatah dinas malam. Itu akan sangat membantu menjaga stamina saya dan memperbanyak waktu kebersamaan saya dengan keluarga, menemani mereka tidur di malam hari. Inilah saat saya masih harus menikmati rasa yang sangat-sangat membahagiakan ini. Yang entah kapan makhluk itu (LDR/LDL) akan merenggutnya lagi, mudah-mudahan tidak!

Pic dari sini

Diposkan pada homo seksual, kontemplasi, pernik, salahkaprah

Antara Homoseksualitas dan Materialisme


Loh ada hubungan apa homoseksual dengan materialis, apakah mereka yang menyimpang tersebut mata duitan? hehehe… bukan sesederhana itu logikanya. Makanya saya pengen nulis nih…
Nulis agak serius dikit ga pa-pa yah… 🙂
Pola pikir materialis dan mungkin juga pola pikir sekuler, saya kira sebagian besar sudah meresap dalam diri kita, itu kesan mendalam yang saya rasakan ketika berinteraksi dengan teman-teman MPers dalam berbagai postingan/komentar mereka dan postingan/komentar saya sendiri.
Apa itu Materialisme?
Sederhananya adalah pola pemikiran atau paham atau keyakinan yang melandaskan pada materi, yaitu sesuatu yang tampak alias berwujud. Pengertian lain yang tentu saja mirip (materialisme itu banyak jenisnya, jadi kita sederhanakan saja dengan mengambil beberapa sampel), adalah:
  • Wujud itu sama dengan materi dan material. Sesuatu itu dianggap ada apabila ia berupa materi yang memiliki bentuk dan meliputi tiga dimensi (panjang, lebar dan padat) atau meliputi tipologi materi sehingga ia disifati dengan kuantitas dan dapat dibagi
  • Bahwa satu-satunya yang ada adalah benda atau materi, bahwa segala sesuatu yang terdiri dari material dan semua fenomena (termasuk kesadaran) adalah hasil interaksi material. Dengan kata lain, materi adalah satu-satunya substansi
  • Bahwa semua yang ada adalah fisik, tidak ada realitas yang lebih tinggi, tidak ada kebenaran psikis atau spiritual independen dari dunia fisik. Materialisme sendiri adalah meme (“gen” perilaku), cara, budaya spesifik ditentukan dari pemikiran tentang realitas
  • Sistem filsafat yang menganggap materi sebagai satu-satunya realitas di dunia, yang berguna untuk menjelaskan setiap peristiwa di alam semesta sebagai akibat dari kondisi dan aktivitas materi, dan menyangkal keberadaan Tuhan dan jiwa
Jadi materialis tidak selalu sama dengan matre atau mata duitan 🙂
Contoh kasus ketika kita berbicara tentang homoseksualitas dan pelakunya, sering kita beranggapan, bila hal tersebut tidak mengganggu kita dan kelihatan memang tidak menggangu kita, maka mengapa kita merasa terganggu? mengapa kita merasa sewot? mereka kan tidak bersalah? mereka kan sama-sama manusia? sama dengan kita kan? mereka punya hak hidup juga kan? dan berbagai deretan pertanyaan lainnya.
Dari contoh sederhana ini saja sebenarnya kita bisa melihat, bahwa paham materialis memang sudah mendarah daging dalam diri kita, terpola dalam setiap pikir dan lisan kita. Dan sayangnya kita sering tidak menyadari bahwa itulah bentuk materialisme. Secara tidak sadar materialisme membuat kita berpikir pendek, menolak bila berdiskusi atau dinasihati atau diajak dengan dalil-dalil mapan, nilai-nilai moral dan agama. Kita melihat homoseksualitas sebagai wujud materi saja, hanya dampak materi saja yang kita pikirkan (yang dikatakan: homoseksualitas tidak ada dampaknya) tanpa mau melihat dampak non materi.
Berdasarkan definisi materialisme di atas, kita melihat bahwa sikap materialis inilah yang bisa menciptakan komunitas baru seperti komunitas homoseksual dan sejenisnya. Ini dikenal sebagai meme (baca: mim), yaitu mengacu pada suatu kepingan kecil dari budaya atau perilaku yang kemudian menduplikasi menjadi banyak di kalangan orang-orang, serupa dengan yang terjadi pada gen dalam bidang biologi. Sehingga dengan pengertian ini pula kita bisa mengerti kenapa terjadi bentuk-bentuk komunitas negatif yang sifatnya sangat menular.
Kemampuan proteksi pribadi tergantung dari seberapa kuat daya kekebalan/imunitas seseorang agar tidak tertular. Daya kekebalan ini, seperti halnya kekebalan biologis, ada yang bersifat alami, yaitu nurani dan kekebalan buatan dengan memberikan suntikan-suntikan moral dan nilai-nilai keagamaan kepada akal kita. Sehingga akal kita itu menjadi kebal dan kita disebut sebagai orang yang punya prinsip. Selain itu kekebalan yang didapatkan dalam skala domestik/rumahan itu juga tidak 100% akan menjamin kita tidak akan tertular. Sekuat apa pun batu karang akan mengalami abrasi juga jika perlahan-lahan air laut mengikisnya. Dengan kata lain mengkondisikan lingkungan dengan melakukan perbaikan perbaikan sosial akan mendukung kelestarian batu karang (baca: prinsip) kita tadi.
So, mudah-mudahan dengan ini kita bisa memilah mana yang harus kita hindari mana yang harus kita butuhkan untuk diambil.
Referensi/bacaan tambahan:
Gambar dari sini
Diposkan pada kontemplasi, pernik, salahkaprah

Bencana Alam: Cobaan atau Perbuatan Tangan Kita Sendiri?


Rating: ★★★★★
Category: Other

Sedang mencari jawaban yang lebih mendekati, ketemu artikel berikut. Sampai saat ini aku cukup puas dengan penjelasan “mengapa Allah mengatakan bahwa segala musibah adalah akibat dari ulah kita sendiri”. Walau pun beberapa kalimat masih bisa diperdebatkan. Wallahu a’lamu.
—————————————————————————————————————-

Berbagai bencana/musibah/bahaya menerpa Indonesia. Mulai dari tsunami, banjir, gempa bumi, gunung meletus, tanah longsor, hingga perang antar suku atau tawuran antar anak sekolah/preman/penduduk.

Meski 80% rakyat Indonesia Muslim, namun banyak kemungkaran terjadi. Korupsi merajalela. Begitu pula pornografi. Dekat kedatangan bintang porno Miyabi, terjadi gempa Padang. Dekat kedatangan bintang porno Tera Patrick, terjadi letusan gunung Merapi dan Tsunami di kepulauan Mentawai. Minuman keras dan narkoba merajalela. Begitu pula dengan tawuran antar pelajar/penduduk. Aliran sesat bermunculan. Selain Ahmadiyah dan Liberal yang tak kunjung selesai, banyak pula orang yang mengaku sebagai Nabi dari Tukang Cukur hingga Mantan Pelatih Badminton. Kejahatan seperti penculikan anak dan pembunuhan merajalela. Dengan banyaknya kemaksiatan di depan kita yang nyaris berjalan tanpa pencegahan dari kita, bagaimana mungkin Allah bisa ridho kepada kita?

Umumnya orang di Indonesia menganggap itu sekedar ujian dari Allah sebagaimana ayat di bawah:
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun” [Al Baqarah 155-156]

“Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan ijin Allah; dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu” [Ath Thagaabun 11]

Kita harus menerima cobaan itu dengan sabar dan mengucapkan kalimat istirja’ bahwa kita semua akan kembali kepada Allah. Insya Allah korban yang semasa hidupnya rajin beribadah kepada Allah, Saleh, dan sabar akan mendapatkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Sebagai contoh Mbah Maridjan yang tewas karena awan panas gunung Merapi, dikabarkan masih shalat dan tewas dalam keadaan sujud. Insya Allah beliau meninggal dalam keadaan Husnul Khatimah.

Meski demikian, dari berbagai ayat-ayat Allah di bawah, Allah menyatakan bahwa segala bencana/musibah/bahaya yang menimpa kita itu adalah karena perbuatan tangan kita sendiri. Mungkin ini menyakitkan bagi kita terutama yang terkena bencana. Tapi coba kita kaji firman Allah/ayat-ayat berikut:

“Demikian itu disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri. Sesungguhnya Allah sekali-kali tidak menganiaya hamba-Nya” [Al Anfaal 51]

“Azab yang demikian itu adalah disebabkan perbuatan tanganmu sendiri, dan bahwasanya Allah sekali-kali tidak menganiaya hamba-hamba-Nya.” [Ali ‘Imran 182]

“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” [Asy Syuura 30]

Ayat-ayat di atas cukup jelas. Bahwa segala musibah/bencana yang menimpa kita tak lepas dari perbuatan kita sendiri. Sebagai contoh, banjir Jakarta. Kita bisa saja menganggap itu cobaan dari Allah dan berhenti berpikir sampai di situ. Tapi jika kita tak mau belajar, bencana banjir akan terus berulang. Banjir di Jakarta tak lepas dari ulah manusia. Berbagai rawa yang merupakan tempat lari dan meresapnya genangan air hujan atau dari hulu seperti Rawa Badak, Rawa Mangun, Rawa Sari, dan sebagainya dirubah manusia jadi bangunan dan jalan. Bagi yang biasa melewati jalan Tol Sediyatmo Cengkareng tahun 1980-an tentu masih melihat banyak hamparan rawa yang luas di kiri kanan jalan sepanjang puluhan kilometer. Namun sekarang 95% sudah berubah jadi pabrik, perumahan, dan jalan. Jadi begitu hujan beberapa jam saja, Jakarta langsung tergenang banjir karena air tidak bisa meresap ke tanah atau terbuang ke rawa.
Tak jarang orang membangun rumah-rumah di pinggir kali. Bahkan ada pula yang menguruk kali untuk dijadikan rumah sehingga sebagai contoh Kali Ciliwung yang dulu lebarnya sekitar 65 meter lebih bisa susut tinggal 10 meter saja! Bahkan kurang. Sampah-sampah yang dibuang ke Kali Ciliwung mengakibatkan Kali yang dulunya dalam menjadi dangkal sehingga bisa terlihat dasar sungainya di musim kemarau. Hal ini mengakibatkan volume air hujan yang seharusnya muat ditampung Kali Ciliwung jadi tidak muat dan luber membanjiri perumahan warga. Tak jarang petugas penyapu jalanan membuang sampah hasil sapuannya ke dalam gorong-gorong saluran air yang ada di pinggir jalan. Akibatnya begitu banjir, saluran tersumbat dan timbul genangan air banjir.

Mungkin tidak semua begitu. Tapi karena perbuatan segelintir orang, semua bisa terkena banjir. Allah memperingatkan kita akan adanya siksa/bencana yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja. Tapi juga bisa menimpa orang-orang yang beriman:

“Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya.” [Al Anfaal 25]

“Sesungguhnya Allah tidak akan menyiksa masyarakat umum karena perbuatan orang-orang tertentu, hingga masyarakat umum melihat kemunkaran di hadapan mereka sedang mereka mampu mengingkarinya tapi mereka tidak mengingkarinya. Jika mereka berbuat demikian, maka Allah akan menyiksa masyarakat umum dan orang-orang tertentu itu.” [HR. Ahmad dan Ath-Thabrani, dalam Al-Awsath].

Diriwayatkan, ada shahabat yang bertanya:

“Wahai Rasulullah apakah kami akan binasa, sedang di tengah kami ada orang-orang saleh?’ Nabi menjawab, ‘Ya, jika keburukan telah meluas.” [HR. Muslim].

Coba kita lihat Indonesia. Meski 80% rakyat Indonesia Muslim, namun banyak kemungkaran terjadi. Korupsi merajalela. Begitu pula pornografi. Dekat kedatangan bintang porno Miyabi, terjadi gempa Padang. Dekat kedatangan bintang porno Tera Patrick, terjadi letusan gunung Merapi dan Tsunami di kepulauan Mentawai. Minuman keras dan narkoba merajalela. Begitu pula dengan tawuran antar pelajar/penduduk. Dengan banyaknya kemaksiatan di depan kita yang nyaris berjalan tanpa pencegahan dari kita, bagaimana mungkin Allah bisa ridho kepada kita?

Belum lagi dengan ketidak-adilan hukum. Para koruptor trilyunan proses hukumnya begitu panjang dan bisa bebas. Sementara pencuri buah semangka, 2 buah pisang, atau pun 3 biji kopi hukumannya begitu cepat. Ada pula ulama yang ditangkap dengan tuduhan/stigma teroris. Padahal belum tentu dia teroris. Jika orang awam yang dizalimi saja doanya akan dikabulkan Allah tanpa tabir, apalagi jika ulama/ahli zikir yang dizalimi.

Para ahli mungkin berpendapat tsunami terjadi karena pergeseran lempeng bumi atau Gunung api meletus akibat magma di dalam perut bumi yang didorong keluar oleh gas yang bertekanan tinggi atau karena gerakan lempeng bumi, tumpukan tekanan dan panas cairan magma. Letusannya membawa abu dan batu yang menyembur dengan keras, sedangkan lavanya bisa membanjiri daerah sekitarnya. Para ahli paling berhenti pada makhluk/ciptaan Allah. Pikiran mereka tidak sampai kepada penciptanya: Allah.

Bukankah Allah yang menciptakan lempeng bumi dan juga gunung berapi? Bukankah lempeng dan gunung berapi itu sejak dulu ada? Kenapa tidak meledak dari dulu, tahun kemarin, atau tahun sebelumnya?
Hendaknya kita sebagai orang yang beriman dan berpikir menganggap segala bencana yang terjadi merupakan teguran bagi kita untuk memperbaiki diri.
Bagi yang merasa beriman, jangan tersinggung. Sebab Nabi Nuh saja serta segelintir pengikutnya yang beriman, tetap kampung halamannya ditimpa azab oleh Allah karena mayoritas penduduknya durhaka terhadap Allah. Begitu pula dengan Nabi Luth dan pengikutnya saat mayoritas kaumnya durhaka.

Namun ada pelajaran di situ. Untuk menghadapi banjir, Nabi Nuh membangun perahu besar bersama pengikutnya. Saat banjir melanda, mereka naik perahu dan selamat. Cuma orang yang tak mau naik perahu yang celaka. Bisakah kita mengambil pelajaran dari sini? Adakah daerah yang saban 5-10 tahun kebanjiran menyediakan 1-2 perahu karet sehingga warganya bisa menyelamatkan diri dari banjir.

Ada pun Nabi Luth, saat akan terjadi bencana bersama pengikutnya melarikan diri dari kampung halamannya sehingga mereka selamat. Hanya orang yang tinggal saja yang kena azab berupa batu yang jatuh dari langit.

Nah 3 hari sebelum Gunung Merapi meletus, kera-kera sudah turun gunung. Esok harinya rusa-rusa menyusul. Jadi Allah sebetulnya sudah memperingatkan para penghuni gunung Merapi agar segera mengungsi sehingga mereka bisa selamat. Sebetulnya Allah member Gunung api yang sewaktu-waktu bisa meletus agar manusia tidak menjadikan gunung tersebut sebagai perumahan/jalan. Jika gunung tersebut akhirnya padat oleh perumahan seperti Jakarta, maka air hujan tidak bisa menyerap di situ. Akibatnya mata air dan sungai-sungai akan kering sehingga warga Yogyakarta, Magelang, Klaten, Boyolali dan tempat lain yang dekat gunung Merapi akan kesulitan air tawar yang bersih.

Sebagai contoh mata air Umbul Wadon (di dasar Kali Kuning), yang menjadi andalan warga lereng Gunung Merapi dan Perusahaan Air Minum Daerah Kabupaten Sleman dalam memenuhi kebutuhan air bersih. Wilayah Gunung Merapi merupakan sumber bagi tiga DAS (daerah aliran sungai), yakni DAS Progo di bagian barat; DAS Opak di bagian selatan dan DAS Bengawan Solo di sebelah timur. Keseluruhan, terdapat sekitar 27 sungai di seputar Gunung Merapi yang mengalir ke tiga DAS tersebut (Wikipedia). Belum lagi ekosistem lainnya seperti hutan serta binatang-binatang yang ada di sana.

Begitu pula dengan gunung-gunung lainnya. Allah meminta kita agar tidak merusak:

“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.” [Al A’raaf 56]

“…janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah Tuhan memperbaikinya. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika betul-betul kamu orang-orang yang beriman.” [Al A’raaf 85]

“Dan bila dikatakan kepada mereka:”Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi”. Mereka menjawab: “Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan.” [Al Baqarah 11]

“…Makan dan minumlah rezki (yang diberikan) Allah, dan janganlah kamu berkeliaran di muka bumi dengan berbuat kerusakan.” [Al Baqarah 60]

“Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi untuk mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanam-tanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan” [Al Baqarah 205]

Jadi jika kita merusak alam atau sengaja tinggal di tempat yang berbahaya misalnya rawan banjir, rawan longsor, rawan tsunami, rawan letusan gunung berapi seandainya terjadi bencana, siapakah yang salah?

“Dan apabila Kami rasakan sesuatu rahmat kepada manusia, niscaya mereka gembira dengan rahmat itu. Dan apabila mereka ditimpa suatu musibah (bahaya) disebabkan kesalahan yang telah dikerjakan oleh tangan mereka sendiri, tiba-tiba mereka itu berputus asa.” [Ar Ruum 36]

Di antara kesalahan itu adalah korupsi yang merajalela. Sehingga Indonesia yang merupakan Negara yang kaya penuh dengan minyak, gas, emas, perak, tembaga, tanah yang subur, laut yang luas dan penuh ikan, akhirnya justru tidak memiliki kekayaan itu karena para pejabat yang korup menyerahkannya kepada pihak asing yang mayoritas non Muslim. Akhirnya mayoritas rakyat Indonesia miskin sehingga mereka tidak bisa membangun rumah yang bebas banjir atau tahan gempa.

Jika seluruh rakyat Indonesia mencoba menghentikan korupsi sehingga rakyat Indonesia makmur dan bisa membangun rumah yang kuat di tempat yang aman, niscaya meski ada bencana, mayoritas rakyat Indonesia tetap selamat. Sebagai contoh Jepang yang negerinya jauh lebih rawan gempa, namun karena penduduknya makmur dan mampu membuat bangunan tahan gempa, dalam 20 tahun terakhir ini korban jiwa akibat gempa justru lebih sedikit daripada di Indonesia.

Oleh karena itu kita harus melakukan amar ma’ruf nahi munkar seperti melawan korupsi, pornografi, dan kejahatan lainnya. Dan hendaknya kita berdoa agar lepas dari hukuman Allah:

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa): “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri ma’aflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir.” [Al Baqarah 286]

Cobaan bukan Cuma bencana alam, tapi juga perang antar pelajar, preman, dan penduduk. Tawuran antar pelajar kerap kita saksikan di mana banyak yang berakhir dengan korban jiwa. Begitu pula perang antar preman/mafia dengan pedang dan pistol. Belum lagi konflik Ambon, Poso, Sampit, dan sebagainya:
“Katakanlah: ” Dialah yang berkuasa untuk mengirimkan azab kepadamu, dari atas kamu atau dari bawah kakimu atau Dia mencampurkan kamu dalam golongan-golongan (yang saling bertentangan) dan merasakan kepada sebahagian kamu keganasan sebahagian yang lain. Perhatikanlah, betapa Kami mendatangkan tanda-tanda kebesaran Kami silih berganti agar mereka memahami(nya).” [Al An’aam 65]

Banyaknya bencana dan cobaan yang berulang-kali terjadi, sebagai contoh dalam minggu yang bersamaan saja ada di Minggu Terakhir Oktober 2010 ini selain Gunung Merapi yang meletus, Tsunami di Mentawai juga terjadi. Hendaknya kita (terutama penulis) bertobat dan mengambil pelajaran:

“Dan tidaklah mereka (orang-orang munafik) memperhatikan bahwa mereka diuji sekali atau dua kali setiap tahun, dan mereka tidak (juga) bertaubat dan tidak (pula) mengambil pelajaran? [At Taubah 126]

Nabi Nuh dan Nabi Luth kampungnya dimusnahkan Allah karena meski ada Nabi, namun mayoritas rakyatnya maksiat kepada Allah. Di Indonesia korupsi, perzinahan, pornografi, aliran sesat merajalela. Bahkan banyak yang mengaku sebagai Nabi.

Bagaimana Allah ridho?

(salinan ini sudah diedit sebagian untuk menghindarkan SARA)

Sumber:
http://syiarislam.wordpress.com/2010/10/29/korupsi-dan-kemaksiatan-merajalela-bencana-alam-cobaan-atau-perbuatan-tangan-kita-sendiri/

Diposkan pada livinginjogja, pernik

Mengungsi ke Jakarta dan hadiah dari Merapi


Kamis sore aku berangkat “mengungsi” ke Jakarta, acara rutin melihat istri dan anak kedua di sana. Eh, sampai di Jakarta ternyata Merapi mengamuk lagi, beritanya aku ketahui dari TV. Jadinya pas nyampe ke Jogja subuh tadi, terlihat pemandangan kota Jogja dan Sleman Utara yang sangat kontras. Sampai rumah, bukannya mandi dulu, tapi memandikan rumah yang sudah terlebih dahulu bermandikan “salju” vulkanik 🙂

Diposkan pada curhat, hobby, livinginjogja, pernik, tanaman

Kejutan, buah semangka di teras rumah nongol juga!


Kira-kira 1 bulan ini di teras depan rumahku, tepatnya di calon taman yang ga jadi-jadi diberesin, nongol tunas daun yang mirip semangka, aku juga diberi tahu oleh tetangga depan kalo itu pohon semangka.

Hahaha, secara tamannya memang ga jadi-jadi dan ga sempat ngurusin dan nyiram, eh, tetangga depan aku perhatikan sepertinya rajin nyiramin pokok semangka itu, kelihatan setiap sore tanahnya basah oleh air, ya cuma pohon semangka itu yang disiram…

Ditambah lagi dengan beberapa hari terakhir ini sering hujan di malam hari dan paginya matahari bersinar cerah, jadinya pohon semangka tersebut lebih giat tumbuhnya.

Akhirnya kalo ga salah ingat, 3 hari yang lalu saat mau berangkat kerja, aku perhatikan udah nongol 1 biji semangka mungil, selain masih banyak calon semangka yang masih berwujud bunga.

Aku memang sering asal buang biji tanaman dari semangka, pepaya, kelenglengkeng, jambu biji, alpukat, dll, di sembarang tempat, tanah kosong di sekitar rumahku. Dulu pernah tumbuh jambu bijinya, tapi dibersihkan sama tetangga, katanya nanti malah jadi bahan rebutan anak-anak kampung kalo udah berbuah. Ya, repot juga sih, rumahku kan belum dibuatin pagar sampai sekarang dan mungkin juga tidak akan dipagar sampai nanti.

Selain semangka, yang sudah sempat kami nikmati adalah beberapa tanaman sayuran yang aku tanam dan tumbuh sendiri yaitu sayur daun katu, enak banget kalau dilodeh gitu deh…, trus ada juga daun bayam yang tumbuh subur, saking suburnya waktu itu penuh halaman depan dengan tanaman bayam berdaun lebar-lebar, sampai ibu-ibu tetangga pada “iri” dan sering minta buat disayur atau dibuat kerupuk bayam. Dan, hmmm…tentu saja aku sangat berterimakasih, karena kan aku ga bisa manfaatin semuanya, dan enaknya lagi aku juga diberi kerupuk bayam yang lezat satu kaleng penuh, hehehe…

Memang sih ada cita-cita dari dulu buat kebun tanaman sayur dan buah kecil-kecilan selain tanaman bunga yang cantik-cantik tentunya. Tapi nunggu istri dan anak kembali ke pangkuanku aja deh…