Diposkan pada agama, kontemplasi

Diet? Siapa Takut!


P60415-173326Sejak seminggu ini saya melakukan program pengaturan pola makan atau tepatnya pengurusan badan yang dikenal dengan istilah diet. Meski pun secara objektif dengan timbangan baru turun hampir 2 kilogram namun efek psikologis dan fisiknya sangat terasa. Seperti, volume perut dan ukuran lingkar pinggangnya terasa berkurang dengan indikator subjektif berupa celana-celana mulai terasa tidak sesak. Sepertinya efek diet ini memang memulai dari “gudang”-nya penyakit ini dulu, perut.

Mungkin ada yang bertanya, mengapa saya harus repot ikut-ikutan tren menguruskan badan? berpuasa dari makanan-makanan enak yang mampir di depan hidung?

Pertama, saya sudah mulai tua. Jelas terjadi perlambatan metabolisme tubuh dalam melakukan netralisasi terhadap zat-zat berbahaya yang juga berasal dari makanan sehari-hari.

Kedua, sekarang sebagai orang yang bekerja dengan situasi kurang gerak, banyak duduk, jarang olah raga, tentu diet menjadi pilihan yang “lebih fleksibel” meski pun lebih “menyiksa”.

Ketiga, saya dan istri ingin hidup ini lebih berkualias dari sisi pengaturan pola makan. Memang dunia itu enak dan penuh dengan makanan yang enak. Tapi kita paham sesuatu yang enak itu sebenarnya merupakan jebakan yang menjerumuskan. Kita tentu paham dengan dalil “makan dan minumlah, jangan berlebihan”. Saya ingin menerapkan itu dengan sungguh-sungguh.

Keempat, pada suatu waktu sampai sekarang, bergelimang dengan makanan yang enak itu membuat kita semakin susah, susah dalam meningkatkan produktifitas, terlalu sering kena masalah perut, bangun tidur tak nyaman, konsentrasi menurun karena mudah ngantuk karena kebanyakan makan.

Kelima, sekaligus menjelang bulan puasa, ini juga semacam latihan untuk mengurangi interaksi dengan makanan. Meski pun harus saya akui, diet itu lebih berat daripada berpuasa. Mengapa? saya ga tahu persis, namun itu yang saya rasakan. Semoga nanti juga bisa lebih sering puasa.

Untuk menjalankan diet ini, saya berpatokan dengan pola diet “General Motors” yang dimodifikasi. Pola diet GM sendiri aslinya bukan diet yang terstandar menurut para ahli gizi. Jadi tidak harus mutlak diikuti. Modifikasi dilakukan untuk tidak mempersulit diri dalam melakukan persiapan diet setiap harinya. Dan tidak terpatok hanya 1 minggu program dalam satu bulannya. Tidak ada aturan baku mengenai diet saya ini selain pertimbangan kalori yang masuk harus lebih kecil daripada kalori yang keluar. Apakah lalu repot harus mengukur berapa kalori yang masuk, berapa yang keluar? Ya tentu tidak, karena saya sendiri ingin diet ini sebisa mungkin jangan menyebabkan stres tambahan yang terlalu menekan. Selain saya juga punya penyakit lambung (gastritis) yang kronik, juga supaya tidak terlalu merepotkan istri yang menjadi leader dalam program diet ini. Selama minggu pertama kemarin saya akui cukup menyiksa karena badan masih harus ekstra keras menyesuaikan diri. Siapa bilang diet GM itu tanpa rasa lapar? Di hari pertama hanya makan buah, sungguh banyak buah yang harus saya konsumsi untuk mengatasi rasa lapar yang terlalu cepat mendera. Alhamdulillah lambung saya aman. Awal minggu ini terasa lebih ringan, apalagi setelah saya bisa berfokus pada kegiatan-kegiatan lain yang tidak harus berfokus pada kegiatan perut. Kegiatan perut ini memang sungguh susah diatasi karena banyak acara yang saya ikuti selalu tersedia makanan yang menggoda selera. Itu ujian buat saya dan istri. Hikmah lain program ini, bisa lebih berbagi banyak makanan kepada orang lain dan hewan-hewan di rumah. Semoga bisa seterusnya melakukan pengaturan pola makan ini. Aamiin.

Referensi:
Turunkan 4 Kilo dalam 5 Hari Tanpa Rasa Lapar dengan Diet GM

Tinggalkan Balasan

Please log in using one of these methods to post your comment:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.