Diposkan pada agama, dokter, kajian islam, kontemplasi, motivasi, rumah sakit

Koin Kehidupan


Kemarin sore tim dokter dan manajemen menyelenggarakan acara buka bersama (bukber). Sebagaimana kebanyakan acara bukber biasanya diawali dengan acara pengajian. Pengajian kali ini menarik dengan menghadirkan pembicara dari sebuah masjid yang fenomenal se-Indonesia, yaitu Masjid Jogokariyan. Nama pembicaranya Ustadz Gitta Welly Ariadi. Dalam rangkaian acara bukber ini beliau menyampaikan modal utama manusia hidup di dunia ini adalah usia.

Sebuah analogi tentang cara pandang manusia terhadap modal usia, dipaparkan oleh beliau, yaitu ada seorang ayah memberikan 2 buah kotak kepada masing-masing 2 orang anaknya. Kotak ini berisi koin dan tidak ada seorang anak pun yang tahu berapa jumlah koin yang ditaruh ayah mereka di dalam kotak-kotak itu. Masing-masing anak mendapatkan 1 buah kotak berisi koin. Anak pertama tidak memikirkan tentang berapa jumlah koin yang ada dalam kotak itu, dia fokus kepada bagaimana setiap hari mengambil koin di dalam kotak itu untuk berbagai kebutuhan yang bersifat konsumtif dan foya-foya, dia tidak pernah memikirkan bahwa suatu waktu koin yang dia ambil adalah koin terakhir. Lalu anak kedua selalu fokus memikirkan tentang koin yang dia ambil setiap hari dan selalu teringat bahwa suatu waktu dia akan sampai pada jatah koin terakhir dari kotak itu, untuk itu dia selalu memanfaatkan koin tersebut untuk hal-hal yang produktif, bermanfaat banyak, dan berusaha memikirkan tabungan koin untuk diisi pada kotak lain yang akan dia dapatkan.

Begitulah dengan usia manusia yang tidak ada yang tahu kapan habisnya, ada yang diberi jatah usia panjang namun tidak banyak memberikan manfaat di dunia dan akhirat, namun ada pula yang usianya sangat singkat namun pengaruh dan kebermanfaatannya besar baik di dunia mau pun akhirat. Memang ada sebagian manusia yang diberikan pengingat akan habisnya koinnya dalam waktu tidak lama lagi seperti kondisi sakit parah yang berkepanjangan. Tentu saja secara alamiah, harapannya, manusia yang mendapatkan pengingat ini semestinya lebih siap dibandingkan yang tidak dikasih pengingat bahwa jatah koinnya akan habis. Bisa baca tulisan lama saya saat masih menjaga gerbang terdepan: (Seharusnya) Berbahagialah penderita AIDS…

Namun, sebagian besar manusia seperti anak pertama yang tidak peduli untuk apa koin itu dihabiskan, yang penting selama hidup harus dimanfaatkan sebaik-baiknya karena hidup cuma sekali, sayang kalau ga bersenang-senang sesuai tuntunan hawa nafsu. Sebagian kecil manusia juga mirip prinsipnya dengan anak pertama, merasa hidup (di dunia) hanya sekali, namun melihat akhirat adalah kepastian dan keabadian hidup yang pintu gerbangnya adalah kematian dari habisnya usia (koin) di dunia. Sebagian kecil ini benar-benar khawatir tentang masa depan keabadian mereka, apakah nanti di neraka atau di jannah (surga), sehingga modal usia sangat benar-benar dioptimalkan untuk mengisi kotak lainnya (akhirat).

Semua manusia menyesal setelah berada di akhirat termasuk yang merasa sudah mengoptimalkan usianya untuk kebaikan, dan yang tidak percaya akhirat benar-benar lebih terkejut dan lebih menyesal lagi, sampai-sampai didokumentasikan dalam bentuk cerminan masa depan dalam sebuah ayat di kitab suci:

“Dan infakkanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum kematian datang kepada salah seorang di antara kamu; lalu dia berkata (menyesali), “Ya Tuhanku, sekiranya Engkau berkenan menunda (kematian) ku sedikit waktu lagi, maka aku dapat bersedekah dan aku akan termasuk orang-orang yang saleh.” (QS Al Munafiqun ayat 10).

Lalu diperkuat lagi bahwa perkara berinfak ini tidak hanya sedakah uang, namun Nabi kita yang mulia berkata:

“Amal perbuatan yang paling dicintai Allah adalah memberi kebahagiaan kepada sesama Muslim dan menghiburnya saat dia dilanda kesusahan, atau meringankannya saat dia dililit utang, atau memberinya makanan saat dia merasakan lapar. Karena, aku lebih menyukai berjalan bersama seorang Muslim yang berbagi dengan orang yang sedang membutuhkan, daripada melakukan iktikaf di masjid selama satu bulan penuh.” (HR Ath Thabrani).

Semangat Bulan Puasa akan menjadi sangat sinkron ketika amal pribadi tidak semata mengejar penggandaan koin pribadi saja, tapi justru dapat dibuktikan dalam bentuk ibadah sosial kemasyarakatan yaitu berbagi kebaikan dan kebahagiaan. Melayani dan menghibur manusia lain dengan baik dan welas asih. Bagi para sivitas hospitalia hal ini sangat-sangat relevan implementasinya. Melayani, menghibur, dan membahagiakan pasien. Sembuh bahagia, tidak sembuh bahkan menemui ajal karena koinnya habis pun, harapannya juga dalam kondisi bahagia menemui Sang Penciptanya. Toh, memang aslinya tugas manusia di dunia hanya untuk mengabdi (menghamba, beribadah) kepada Penciptanya. Bukan untuk menghamba kepada dunia dan isinya.

Kata orang Jawa, “wong urip iku mung mampir ngombe”. Artinya, orang hidup itu hanyalah istirahat sejenak untuk minum.

Minum pun kita sadari memang hanya sebentar saja. Dijelaskan, 1 hari di dimensi eternal nanti sama dengan 1000 tahun di dimensi fana ini. Di versi lain bahkan disebutkan: “Dalam sehari yang kadarnya limapuluh ribu tahun” (QS. Al Ma’arij: 4)

Secara matematis, berarti besar waktu koin kita di dunia ini hanya sekitar 2 menit saja rata-rata. Rinciannya 24 jam akhirat = 50.000 tahun dunia, 1 jam = 2000 tahun, 60 menit = 2000 tahun, 1 menit = 33 tahun, 2 menit = 66 tahun. 2 menit memang pas dengan analogi mampir minum saja. Amat naif bila saat mampir minum itu benar-benar tidak memanfaatkan sebaik mungkin untuk perjalanan yang panjang dan abadi, apalagi waktu mampir minumnya cuma sekali.

Semoga kita semua dapat menjadi sebagian kecil dari anak kedua di atas tadi yang benar-benar sadar dengan jatah koinnya. Aamiin.

Diposkan pada curhat, kontemplasi, motivasi

Serial Motivasi: Hikmah Pandemi – Tetap Aktif & Sehat, Meski Rumit


Bismillah…
Lama tidak mengisi tulisan di blog ini, mengawali kembali dengan ide di kepala yang menumpuk, mari kita rilis satu persatu ya…

Berawal dari sudah lumayan lama kami tidak dibantu oleh asisten rumah tangga, pasti ada sesuatu yang kurang di tengah-tengah masih kegiatan study from home bagi anak-anak, terutama bagi ortu mereka. Namun bagi saya sendiri tetap harus diambil hikmah/pelajarannya dalam setiap situasi apa pun dari setiap ketetapan taqdir Allah. Bagi istri jelas lebih repot tanpa asisten rumah tangga, syukurnya sejak hampir 1 tahun kami pindah rumah mendekati kantor istri sehingga tingkat kecapekannya tentu berkurang akibat waktu tempuh jarak kerja yang lebih pendek, sedang bagi saya sama saja jaraknya, cuma beda arah saja ke kantornya. Syukurnya saya ga masalah karena ada fasilitas driver dan mobil jemputan. Untuk itu saya mesti memotivasi diri saya sendiri dengan tanpa kehadiran asisten rumah tangga, yang tentu harus lebih sering membantu kerjaan rumah tangga, termasuk ikut mendorong anak-anak terlibat. Ya, tetap ada kekurangan, tapi positifnya juga mulai banyak dirasakan. Kata istri saya sudah mahir cuci piring, meski pun bila ada asisten rumah tangga tetap sekali-kali saya cuci piring. Setelah mahir cuci piring ditambah kerja menyetrika pakaian. Kata istri yang awalnya paling sering menyetrika pakaian, menyetrika itu pekerjaan yang membagongkan alias membuat jadi bodoh. Tapi kalau bagi saya, ketika menyetrika malah jadi waktu untuk otak berpikir lebih banyak, kayak orang melamun gitu, melamunkan ide-ide yang biasanya ga muncul ketika kita fokus dengan kerjaan. Ya memang risikonya waktu menyetrika jadi lebih lama, apalagi sambil mendengarkan musik atau murottal dari spotify, hehe… Dan memang, di zaman pandemi ini berbeda dibanding saat sebelum pandemi, menyerahkan kerjaan menyetrika ke laundry berbayar menjadi kekhawatiran tersendiri. Juga mencari asisten rumah tangga paruh waktu, itu juga kami sepakati risikonya lebih tinggi untuk penularan covid19. Jadi lebih memilih mencari dan menunggu asisten rumah tangga yang fulltimer. Istri sempat tertipu kemarin sudah transfer uang dari hasil mencari calon asisten rumah tangga di grup facebook. Di zaman sulit ini, para penipu semakin banyak saja melancarkan aksinya bahkan dengan cara-cara yang sangat humanistik dengan mengekspos kesulitan hidupnya. Iya betul sangat manusiawi cara menipunya sehingga bagi kita orang yang gampang kasihan sebagian besarnya akan terjerat. Kalau istri sendiri kegiatan paginya lebih banyak menyiapkan sarapan, ya tentu saja sekarang jadi lebih banyak cari masakan instan/jadi saja di luar rumah, nah si kakak, mulai bantu-bantu memasak yang ringan-ringan kayak goreng tempe, dsb. Si adek tugasnya menjemur pakaian bersama kakak yang sudah dicuci sama mesin serta menyapu rumah. Seringkali si adek juga memasak makanan yang sudah distok sama istri di kulkas.

Untuk terapi si adek sendiri, yang biasanya rutin 3 hari menginap di Surakarta ditemani asisten rumah tangga tadi-terkadang juga si kakak juga ikut menemani-mendadak terhenti, ya pas pula saat PPKM level 4 diberlakukan. Asisten pamit katanya mau menikah. Akhirnya si bungsu belajar dan terapi full online dari rumah. Dan tentu ini menjadi tantangan baru, syukurnya ternyata si bungsu sudah lumayan cukup bekalnya hasil terapi offline, jadi lumayan bisa mengikuti, ya meski jelas terkadang masih moody bila kondisi tidak mendukung, misalnya kebanyakan main game atau  pas capek ga jelas begitu, terutama waktu terapi siang hari. Istri lebih sering mendampingi si bungsu terapi dari kantornya atau pulang sebentar ke rumah. Saya sekali-kali mendampingi terutama saat evaluasi bersama supervisor terapinya. Masalah internet terkadang terjadi trouble, alhamdulillah si kakak mulai belajar menjadi tukang service, hehe, menyelesaikan permasalahan yang dihadapi adiknya. Awalnya saya ikut uring-uringan setelah dilapori istri, tapi setelahnya sudah diantisipasi masalah trouble di gadget atau koneksi internet ini. Untuk gadget, si bungsu sekarang lebih banyak pakai komputer agar posisi ergonomiknya lebih oke dibanding pakai tablet, tablet disepakati hanya dipakai hari sabtu dan ahad saja.

Beda di bungsu, lain pula dengan si kakak. Kakak lebih mirip sifatnya yang lebih moody dibanding si adek. Suka ngantukan kalau pagi tapi juga demen begadang, persis kayak bapaknya. Kalau si adek begitu bangun pagi langsung mandi meski pun saya ga tega kalau pake air dingin jadi seringnya saya siapkan air hangat, sorenya sekitar sebelum jam 16 juga sudah langsung mandi tanpa disuruh. Nah si kakak sebaliknya, sukanya mandi sekali sehari saja, dan seringnya di malam hari menjelang tidur antara jam 21-22, kadang pernah lewat jam 22… ya alasannya mungkin supaya berhemat air, karena sering berkeringat, dan juga karena sekolahnya online jadi ga kelihatan kalau belum mandi, gitu kali ya Kak. Sekalian alasan sekarang si kakak mulai suka rutin jogging di treadmill, jadi habis itu baru mandi. Pagi hari supaya si kakak ga molor lagi sehabis sholat subuh, bapaknya mulai rajin juga membuatin teh hangat berbagai macam rasa plus madu supaya matanya si kakak tetep melek, terus dikasih kerjaan-kerjaan lain: masak, jemur baju, nyapu rumah, membantu cuci piring.

Nah kalau saya, bapaknya, sekarang pagi mulai rutin menyetrika pakaian yang mau dipakai kerja, selain tentu saja mengurus tanaman, menyiram, dan ngasih makan kucing. Saya menyetrika pakaian saya sendiri dan pakaian istri. Pulang kantor sebelum mandi saya biasanya mencuci piring dulu. Kalau pas lagi capek banget si kakak yang menggantikan cuci piring. Kalau pas weekend, pernah saya hitung, bisa sampai 8 kali cuci piring dalam sehari, tapi ya semakin ke sini rasanya ada yang kurang kalau dalam sehari ga cuci piring, mata udah sepet aja kalau lihat ada piring gelas menumpuk di wastafel. Jemari tangan juga sudah biasa, perihnya jemari yang sobek sering kena sabun, udah ga terhiraukan, ga pake lama juga sudah sembuh. Mungkin sudah terbiasanya.

Jadi memang kuncinya: kebiasaan. bahasa jawa londonya: habit

Apa pun pekerjaan, serumit apa pun, motivasi tetap mesti dibangun di awal, motivasinya sebenarnya cukup sederhana: lakukan saja, bergerak… ya bergerak, jangan ditunda, dan mesti selalu menanamkan dalam diri sendiri: suatu waktu ketika mulai tidak dirasa lagi sebagai beban, berarti itu sudah menjadi kebiasaan. Demikian juga saya tekankan sama si kakak. Berat memang Kak di awal, berusaha memaksa diri agar tidak molor lagi sehabis subuh. Tapi kita mesti yakin, dibalik kebiasaan jelek, kita akan memanen sesuatu hasil yang jelek juga, begitu sebaliknya, ketika kita berjuang memupuk suatu kebiasaan yang baik, pasti ada hasil yang juga baik.

Ya, artikel ini sebenarnya saya tunjukkan ke si kakak, buat terus memotivasinya berjuang memupuk kebiasaan yang baik. Selama ini si kakak sudah ada kebiasaan yang baik yang rutin dilakukan, misalnya mengaji dan menghapal sebelum tidur dan sehabis mandi di malam hari tadi, sudah mulai rutin jogging, untuk mengurangi efek hidung tersumbatnya. Bapak harap kita bisa berjuang terus Kak, meski pun suatu saat kondisi rumah sudah lebih nyaman bila ada asisten rumah tangga lagi, tetap teruskan kebiasaan baik kita, karena itu membuat fisik dan jiwa kita insyaAllah tetap terjaga dengan baik dan semakin baik lagi bila intensitasnya terus dilatih untuk ditambah.

Tetap jaga motivasi kita.

img_20210914_064422Foto: dijepretkan oleh si Kakak, bukan buat pencitraan, tapi buat memotivasi

Diposkan pada tak terkategorisasi

15 Years Crystal Wedding Anniversary


To My Beloved Wife,

The time we have had together has been more wonderful than words can truly say

Our life together has moved forward since we married fifteen years to the day

You are understanding, gentle and kind a wife who makes me so proud

You bring happiness to all prople just like the sun that scatters the clouds

I need you forever by my side

Time goes so slow when we are apart

I count the time until we are together again

So that weight can be lifted from my heart

Thank you darling for being my wife

I love you more and more each day

Thank you for choosing to be with me

You are perfect in every way

Lets memorized our short life journey on video here…

17.07.05 – 17.07.20

http://bit.ly/our15weddinganniv

Diposkan pada agama, covid19, curhat, dokter, kajian islam, kesehatan, penyakit

Bumerang dokter anti sosial


Di suatu waktu obrolan whatsapp dengan seorang teman:

dr. WW: Dokter tetangga jenengan kerja dimana? Yang malas melakukan edukasi ke masyarakat itu

MAS: Hehe, kenapa Do? Dia memang jarang aktif di kampung, orang tuanya memang kaya raya, Do, tipikal anak gedongan 😅

dr. WW: Ya, dokter apa?

MAS: Dokter umum, aku lupa lupa ingat, dokter umum di klinik atau gimana gitu

dr. WW: Oya, Pria atau Wanita?

MAS: Perempuan

dr. WW: Singel apa Menikah

MAS: Married

dr. WW: Ga masuk grup whatsapp warga?

MAS: Nggak, di grup ibu ibu juga nggak, yang ke masyarakat ortunya aja, itu tadi, tipikal anak gedhongan orang masing-masing anak dibuatin rumah sama bapaknya hehe

dr. WW: Ortu benarnya bisa memberdayakan ya. Hehe, “enak” ya hidupnya

MAS: hehe, begitu lah, anak pejabat

dr. WW: Ooo. Di sebelah kan lagi bahas melek literasi kesehatan, jadi ya saya sajikan bukti seperti ini

Dan kemarin ketika saya rapat besar di RS, rapat tentang efisiensi ketat yang auranya rada mencekam, mulai dari isu penghematan biaya operasional rutin, peniadaan THR, pemotongan gaji, sampai kepada pemutusan hubungan kerja. Saya pun mesti merelakan diri banyak memberi contoh dari diri sendiri, dan dimulai dari diri sendiri, kalau pun tidak ada THR, makanan kantin tidak diadakan lagi, tidak pake AC di ruangan, hemat pemakaian lampu, sampai hal terburuk gaji diturunkan, pun… mau ga mau harus rela… eh terpaksa, dilakoni. Ya ini era serba terpaksa, terpaksa yang positif sebenarnya. Ada teman manajer yang laporan, asam uratnya jadi normal di era wabah ini. Pasien jarang datang ke RS, bukan hanya karena takut tapi karena semakin sehat, karena banyak di rumah, jadi penyakit lain pun, juga tidak terjangkiti.

Era ini adalah masanya mulai fase adaptasi, dalam segala hal, tempe dan makanan murah lainnya pun mulai kembali digemari, berhemat segala jenis sumber daya, namun tetap usaha untuk berbagi karena pasti ada selalu yang lebih buruk nasibnya dari kita, kita masih bisa makan pake kerupuk, yang lain mungkin sudah makan dengan ludahnya saja. Bahkan sudah ada juga, lagi trending, yang posting beternak dan bercocok tanam di pot. Iya, beternak ikan lele di pot. Itu sesuatu yang harus dilakukan oleh semuanya, tanpa melihat strata sosialnya, karena semuanya akan kena imbas, cepat atau perlahan, karena tidak ada kepastian kapan wabah ini berakhir.

Oke, itu berbicara alternatif untuk tetap bertahan hidup, di tengah budaya kemalasan kita di zaman modern ini. Beruntunglah yang sudah pernah latihan survival di hutan. Bukan hanya sekadar nonton film yaa.. dan saya sudah pernah melakukannya, bertahan hidup makan makanan alam, daun, bekicot, minum air got campur kecebong, dsb. Tapi itu dalam situasi latihan singkat. Lah, ini… lama dan ga pasti. Tapi yakin, pasti bisa beradaptasi.

Nah, sebenarnya di dalam rapat kemarin saya menyinggung tentang pentingnya peran semua kita dalam mempercepat wabah ini untuk selesai. Makanya saya contohkan saya termasuk orang yang paling rewel bin bawel binti ceriwis di berbagai grup online dan offline. Asli, mungkin tensi saya masih tinggi, namun datangnya Ramadhan menjadi alasan untuk escape sementara dari puluhan grup online yang ada. Ya, saya izin pamit keluar dari grup-grup yang traffic chat-nya tinggi, yang memancing saya untuk sering menimpali. Ternyata itu lebih menyenangkan, tenang, hepi buat diri sendiri. Ya, hanya diri sendiri. Eh, buat keluarga juga… Dan jiwa ekstrovert-nya tetap berontak. Minimal masih suka pasang status whatsapp, memuntahkan segala yang tak tertahankan yang bergelayut di hati dan pikiran, dan masih ada yang respon, meminta asupan lengkap dari kalimat dan gambar di status. Tapi saya pikir ini masih mending dari sebelumnya: full emosi berhadapan sama kaum ngeyelan. Tapi saya pikir sudah cukup, saya sudah sampaikan, dan kewajban hanya sampai di situ, saya bukan pemberi hidayah. Ya, Ramadhan menyelamatkan jiwa ini sejenak. Sambil tetap berdoa, semua bisa sadar, meski yah… terlambat, kata-kata itu termasuk kosakata yang saya sering ulang-ulang di sisa sisa grup yang masih ada.

Terlambat itu emang tak enak, tapi kata orang: daripada tidak…? Ya konsekuensinya tetap lebih berat, dari biaya fisik dan psikologis. Kapan kita bisa belajar dari pengalaman orang lain? Tampaknya kita lebih yakin kalau merasakan bahwa api itu memang panas dari tangan kita sendiri, meski pun konsekuensinya tangan kita cacat dijilat api. Oh, manusia…

Ah… saya kan tadinya mau berbicara tentang obrolan sama teman tentang dokter yang ga gaul di lingkungannya sendiri. Itu saya refleksikan kembali dalam rapat bersama kemarin di RS. Saya bilang ke teman-teman: sebenarnya situasi kita yang rumit sekarang adalah akibat kontribusi kita juga yang tidak mau berperan serta menjadi edukator atau bahasa kerennya sang pencerah bagi orang-orang di sekitar kita. Kita lebih takut berdebat atau sekadar berusaha untuk memaparkan info yang benar. Yang sebenarnya memang makan energi. Namun energi kita saat ini pasti lebih terkuras menyaksikan fakta karena minimnya keterlibatan kita secara langsung. Bukan hanya dokter memang, kita lihat fakta berapa banyak tenaga kesehatan yang acuh sama lingkungan. Ya, saya tahu tenaga kesehatan kebanyakan orang sibuk. Dan saya juga sibuk. Pulang ya sampai rumah menjelang maghrib juga. Tapi itu tidak menjadi alasan kalau kita benar-benar merenungkan akibat fakta sekarang yang sebenarnya itu adalah algoritma hukum alam yang telah diatur Sang Pencipta.

“Peliharalah diri kalian dari siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang dzalim saja di antara kalian. Ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya.”

Penggalan ayat ke-25 dalam surat Al Anfal ini menyiratkan betapa pentingnya melestarikan budaya saling nasihat menasihati untuk menyuruh kepada kebaikan, mencegah dari perbuatan dosa.

Apakah era wabah covid 19 yang semakin lama durasi dan tingkat keparahannya ini, memang ada peran tenaga kesehatan yang kurang trengginas dalam melakukan hal menyeru kepada kebaikan untuk mencegah penularan covid 19, serta mencegah tersebarnya hoax-hoax dan hal-hal yang membuat keadaan semakin memburuk? Pasti ada. Itulah istilah amar ma’ruf nahi munkar dalam dunia kesehatan. Bila banyak yang tidak melakukan, maka sampai-sampai orang-orang yang tidak berkompeten dan berilmu pun lebih dipercaya oleh kebanyakan masyarakat. Dan pada akhirnya kita sendirilah, para tenaga kesehatan, baik yang diam saja atau yang ceriwis, semuanya kena dampak. Itulah maksud dari algoritma ayat 25 surat Al Anfal di atas.

Perhatikan juga analogi penumpang kapal dari sebuah hadits Nabi Muhammad shallallhu ‘alaihi wassallam:

“Dari An Nu’man bin Basyir rahiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Perumpamaan orang yang mengingkari kemungkaran dan orang yang terjerumus dalam kemungkaran adalah bagaikan suatu kaum yang berundi dalam sebuah kapal. Nantinya ada sebagian berada di bagian atas dan sebagiannya lagi di bagian bawah kapal tersebut. Yang berada di bagian bawah kala ingin mengambil air, tentu ia harus melewati orang-orang di atasnya. Mereka berkata, “Andaikata kita membuat lubang saja sehingga tidak mengganggu orang yang berada di atas kita. ”Seandainya yang berada di bagian atas membiarkan orang-orang bawah menuruti kehendaknya, niscaya semuanya akan binasa. Namun, jika orang bagian atas melarang orang bagian bawah berbuat demikian, niscaya mereka selamat dan selamat pula semua penumpang kapal itu.” (HR. Bukhari No. 2493)

Saya sangat mengapresiasi teman-teman yang mulai kembali aktif dan tetap aktif di media sosial, mulai aktif kembali menjadi youtuber, dan sebagainya termasuk di kehidupan offline bermasyarakat, dalam rangka selain untuk mendapatkan pahala amal jariyah berkelanjutan di akhirat nanti, juga dalam rangka mencegah efek terkenanya musibah yang lebih buruk bagi kita semua. Semoga dimudahkan. Aamiin.

Diposkan pada agama, covid19, doa, film, kesehatan, penyakit

Menjelang Ramadhan Syahdu di Era Covid 19


Mari banyak berdoa, tetap konsentrasi beribadah, karena bulan puasa nanti malam sudah masuk, tetap di rumah, belajar dan ibadah di rumah, keluar rumah bila ada hajat penting terkait perut atau kesehatan, tetap pake masker, dan jaga kebersihan serta jarak antar orang, hajat lainnya yang tidak mendesak termasuk bila merasa bosan di rumah ya ditahan selama 2 tahun ke depan, karena ramalan ahli, wabah ini bisa terjadi sampai tahun 2025. Bukan hanya bapak/ibu/saudara yang mungkin sudah bosan di rumah saja, karena kami juga aslinya bosan di rumah sakit terus, ga bisa di rumah kayak bapak/ibu/saudara… 😢 Syukuri posisi masing masing, kita mesti beradaptasi sama wabah ini tapi selalu waspada. Kalau sempat, tontonlah film A Quite Place, film yang menggambarkan situasi tahunan dimana ada alien yang memangsa manusia ketika manusia bersuara. Jadi ujiannya selama bertahun tahun manusia menjaga diri supaya tidak bersuara dalam kondisi gembira atau pun sedih,  tetap menjaga kondisi tenang tanpa suara, bayangkan manusia sebagai makhluk sosial tentu sulit tidak bebas bersuara, dan harus beradaptasi dengan bahasa isyarat, dan itu mirip dengan situasi kita saat ini untuk tetap di rumah dan tidak membuat keramaian… Sehat selalu bapak/ibu/saudara semua…

A Quiet Place (2018) adalah film penghancur saraf. Drama horor ini adalah film yang dirancang untuk membuat Anda menjadi aktif dalam ketegangan, dan tidak bukan hanya pasif dalam kengerian yang sedang berlangsung. Sebagian besar film horor yang hebat terjadi karena kita secara aktif dalam nasib para karakter. Ini adalah jenis film yang mempercepat detak jantung. Dengan kata lain, ini film horor yang sangat bagus.

Menceritakan tentang sebuah keluarga, Lee Abbott dan istrinya, Evelyn, serta tiga anaknya, Regan, Marcus, dan Beau. Regan memiliki tuli pada pendengarannya. Di dunia yang baru saja pasca-apokaliptik, keluarga itu dengan sangat lambat bergerak di sekitar sebuah toko kota kecil. Mengambil beberapa persediaan yang tersisa dan beberapa obat resep untuk anak lelaki yang lebih tua, yang sepertinya terkena flu. Mereka berkomunikasi dalam bahasa isyarat dan sangat berhati-hati untuk tidak membuat suara. Anak bungsu sedang menggambar roket di lantai.

Suara di dunia ini berbahaya. Dan bahayanya diintensifkan ketika anak bungsu menemukan mainan yang membuat kebisingan dan hal-hal tidak berakhir dengan baik. Keluarga terus berduka, dan ibunya hamil sekitar 38 minggu. Mempersiapkan kedatangan bayi yang baru lahir di dunia tanpa suara itu sulit. Dan sang ayah terus meneliti artikel-artikel surat kabar. Mencari cara untuk menghentikan makhluk-makhluk yang membunuh dengan suara sekecil apa pun. Tidak ada lonceng angin atau pecahan kaca.

A Quiet Place (2018) – If they hear you, they hunt you

Sama dengan (bukan) film:

Stay at Home (2020) – If you out from home, corona virus hunt you

Link buat nonton/download gratis film A Quite Place 2018

http://bit.ly/tempattenang

stay healthy, keep up the spirit, pray always, through this plague …

Diposkan pada agama, covid19, kajian islam, kontemplasi, penyakit, salahkaprah

Memaknai Rasa Takut di Era Zombie Vampire Covid19


I am afraid of coronavirus hand drawn vector illustration with sad man crying in cartoon comic style epidemic, from istockphoto.com

Tulisan kompilasi ini muncul karena banyaknya diskusi di berbagai grup whatsapp saya mengenai situasi mencekam penuh ketakutan dengan banyaknya berita hoax dan bukan hoax yang ekstrim, yang satu memberitakan betapa sangat berbahayanya virus corona, yang lain memberitakan bahwa sudah ada yang sembuh dari virus corona, sehingga masyarakat menjadi kurang kewaspadaannya karena menganggap ternyata virus corona bisa hilang, dsb. Semoga tulisan ini bisa memicu kembali semangat menulis saya.

Di era Covid19 ini dapat kita perhatikan berbagai macam sikap manusia, paling ekstrim adalah tidak merasa takut sama sekali dengan virus corona, sedang yang satu lagi merasa takut setengah mati sama virus corona, menjadi paranoid sampai depresi. Lalu bagaimana Islam memandang rasa takut ini, berikut saya paparkan saripati dari berbagai sumber, dan diakhiri kesimpulan dari saya.

—————-

Pengaruh Rasa Takut pada Tubuh dalam Penjelasan Alquran dan Sains

https://techno.okezone.com/read/2017/07/11/56/1733898/pengaruh-rasa-takut-pada-tubuh-dalam-penjelasan-alquran-dan-sains

Setiap manusia dibekali dengan emosi yang secara alamiah dimilikinya. Salah satu jenis emosi itu yakni rasa takut, yang merupakan suatu mekanisme pertahanan hidup dasar, sebagai respons terhadap suatu stimulus tertentu seperti rasa sakit atau ancaman bahaya.

Tak hanya berpengaruh pada perasaan seseorang, rasa takut juga rupanya memiliki pengaruh terhadap tubuh manusia. Dijelaskan dalam buku ‘Sains dalam Alquran’ yang ditulis Nadiah Thayyarah, pengaruh rasa takut telah dibahas dalam Alquran melalui firman Allah.

“(Ingatlah) pada hari (ketika) kamu melihat kegoncangan itu, takutlah semua perempuan yang menyusui anaknya dari anak yang disusuinya dan gugurlah kandungan segala perempuan yang hamil, dan kamu lihat manusia dalam keadaan mabuk, padahal sebenarnya mereka tidak mabuk, akan tetapi azab Allah itu sangat kerasnya,” Surah Al Hajj Ayat 2.

Dalam ayat ini terkandung isyarat bahwa rasa takut yang berlebihan dapat menyebabkan keguguran kandungan. Hal ini juga telah dibuktikan oleh ilmu kedokteran modern.

Ayat lain menyebutkan, “Apabila datang ketakutan (bahaya), kamu lihat mereka itu memandang kepadamu dengan mata yang terbalik-balik seperti orang yang pingsan karena akan mati,” Surah Al Ahzab Ayat 19.

Ayat tersebut mengisyaratkan akan timbulnya gangguan pada gerakan mata saat takut. Hal ini terjadi akibat bertambahnya sekresi adrenalin yang menimbulkan gangguan pada otot dan syaraf yang berfungsi untuk menggerakkan mata.

Surah Al Muzammil ayat 17 juga menerangkan, “Maka bagaimanakah kamu akan dapat memelihara dirimu jika kamu tetap kafir kepada hari yang menjadikan anak-anak beruban.” Ayat ini mengisyaratkan bahwa rasa takut yang berlebihan dapat menyebabkan penuaan atau timbulnya uban.

Riset medis menyimpulkan bahwa rambut yang ada di kepala manusia berjumlah sekitar 200.000 helai. Setiap helai memiliki satu pembuluh darah, saraf, otot, kelenjar, dan umbi. Para ilmuwan mengatakan, penyebab langsung timbulnya uban adalah kekurangan suplai darah yang memberi gizi rambut, yang timbul akibat emosi.

Pengaruh lain akibat rasa takut pada tubuh manusia yakni kulit yang merinding. Hal ini juga telah disebut dalam firman-Nya.

“Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Alquran yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah,” Surah Az Zumar Ayat 23.

Neraka dalam Al Quran

https://kumparan.com/kc-tv-kalianyar-corner/nerara-dalam-al-quran

Sejak kecil kita telah mendengar istilah surga dan neraka. Sejak kecil kita telah disodorkan dua pilihan, menjadi orang baik dengan iming-iming surga atau menjadi orang jahat dengan ancaman neraka. Sampai akhirnya, ada kelompok menuduh agama sebagai upaya meninabobokkan masyarakat agar berharap surga dan takut neraka supaya tidak lagi berpikir kehidupan dunia.

Al-Qur’an juga banyak bercerita tentang manisnya surga dan pedihnya neraka. Jika orang melihat dengan pandangan negatif, mereka akan mempertanyakan apa maksud Al-Qur’an menakut-nakuti manusia dengan neraka dan siksanya. Namun jika kita melihat dengan pandangan rahmat. Kita akan tau bahwa Allah bercerita tentang neraka karena kasih sayang dan rahmat-Nya kepada manusia. Allah tidak ingin ada hamba-Nya yang terjerumus ke dalamnya. Seperti seorang ayah yang memberi tahu anaknya bahwa di depan ada bahaya, jangan melewati jalan itu! Apakah ayah itu hendak menakut-nakuti? Sungguh tidak! Itu semua karena kasih sayangnya pada anaknya. Maha Suci Allah atas segala contoh.

Rasul pun sering bercerita tentang surga dan neraka. Bahkan di zaman Imam Ja’far As-Shodiq, salah satu cucu Rasulullah saw, banyak sahabatnya yang datang dan berkata “Wahai putra Rasulullah saw, jadikan kami rindu kepada surga” atau ada orang lain yang berkata, “Hati sedang keras dan gersang, ceritakanlah pedihnya api neraka agar aku bisa melunakkan hatiku agar tidak lagi menuruti hawa nafsu.”

“Maka takutlah kamu akan api neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu yang disediakan bagi orang-orang kafir.” (Al Baqarah 24)

“Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.”
(At-Tahrim 6)

“Penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia Perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”
(At-Tahrim 6)

“Dan tidak ada makanan (baginya) kecuali dari darah dan nanah.”
(Al-Haqqah 36)

“Setelah itu kamu akan meminum air yang sangat panas.”
(Al-Waqi’ah 54)

“Diberi minuman dengan air yang mendidih, sehingga ususnya terpotong-potong?”
(Muhammad 15)

“Bagi mereka tikar tidur dari api neraka dan di atas mereka ada selimut (api neraka). Demikianlah Kami Memberi balasan kepada orang-orang yang zalim.”
(Al-A’raf 41)

—————-

Kesimpulan

  • Maksud Allah memberikan ketakutan manusia ini adalah agar manusia ingat kembali siapa Sang Pencipta mereka. Allah tidak pernah malu menampakkan pelajaran dari hanya sekadar sekumpulan nyamuk yang dapat membuat heboh di sebuah zaman, dan itu serupa ketika Allah memberikan pengajarannya di zaman ini melalui virus corona.
  • Virus Corona adalah bagian cobaan dari hidup manusia, dalam perspektif Islam, sikap yang benar sebagai orang bertaqwa adalah berada di tengah-tengahnya. Arti taqwa sendiri artinya takut dan berhati hati ibarat berjalan di jalanan yang penuh duri. Takut tertusuk duri sehingga membekali diri dengan sebaik-baiknya bagaimana supaya tidak tertusuk duri seperti memperhatikan jalan dengan baik, berjalan perlahan, menggunakan sepatu anti duri, dsb.
  • Virus Corona ini mengingatkan kita akan pentingnya kehidupan di akhirat, corona hanya sebagian kecil cobaan dari Allah untuk menguji keimanan dan ketaqwaan kita. Sudahkah kita percaya akan adanya makhluk “gaib” bernama corona ini, sebagaimana kita percaya akan adanya makhluk gaib lainnya? Sudahkah kita percaya bahwa virus corona dapat membahayakan bagi kita. Sehingga, sudahkah kita mempersiapkan bekal untuk menghadapi bahaya ini?
  • Takutnya kita kepada virus corona adalah sangat manusiawi. Takutnya kita membaca berita-berita tentang corona juga sangat manusiawi, dan dari kompilasi tulisan di atas pun kita lihat Allah menjadikan rasa takut itu agar manusia senantiasa bertaqwa, berhati-hati, sekaligus waspada, serta menghindari perbuatan-perbuatan yang terlarang. Agar tidak menjadi hanya sekadar takut maka kita mesti mencari hal-hal yang benar tentang virus corona ini, melalui ahlinya, sebagaimana ketika kita mencari info tentang ngerinya api neraka dari ahlinya yaitu para nabi. Lalu ketika kita menyadari bahwa memang virus ini berbahaya, tidak perlu juga kita menjadi takut keterlaluan sampai menjadi timbulnya penyakit mental, karena kita diajarkan oleh agama kita juga bagaimana cara mengelola rasa takut itu, yaitu dengan banyak mengingat Allah. Hanya dengan mengingat Allah, hati kita menjadi tenang, serta membaca kabar-kabar gembira yang membuat kita selalu optimis dan bersemangat dalam menghadapi virus corona ini. Semoga bermanfaat. Aamiin.

Tetap Semangat Yaa…
dr. WW

Diposkan pada agama, inspiring, kanker, kontemplasi

Selamat jalan menempuh alam abadi Pak Ginus… Allah menyayangi Bapak!


In Memoriam Prof. dr. Ginus Partadiredja, M.Sc., PhD

Pak Ginus, begitu saya biasanya memanggil beliau. Hal paling utama terkesan dari beliau adalah sikapnya yang bersahaja, hemat kata, namun sangat peduli dan antusias dalam setiap hal. 4 bulan lalu saya sekeluarga main ke rumah beliau di bilangan Komplek Sawit Sari. Waktu kita sampai di rumah beliau, bertemu sama Bu dr. Rizq, istri beliau. Kami menunggu sebentar beliau pulang dari masjid. Tak lama beliau pulang, masjid cukup jauh dari rumah beliau, jadi beliau naik sepeda. MasyaAllah, dalam keadaan sakit parah dengan kanker paru stadium 4B, keadaan sesak napas dan batuk-batuk, beliau tetap rajin ke masjid. Terlihat semangatnya yang tidak kunjung padam dan sama sekali tidak kelihatan sedih dan berputus asa bercerita tentang penyakit kanker paru beliau dan kegiatan beliau lainnya.

Tadi pagi, 18 Januari jam 06-an saya sempatkan layat dan menyolati jenazah beliau, guru saya yang berdedikasi tinggi, setelah mendapatkan kabar wafatnya beliau kemarin sore. Sayang saya belum sempat membesuk beliau ke RSUP Sardjito. Padahal, ternyata ketika beliau dirawat kembali Sabtu pekan lalu, saya pas lagi di RSUP Sardjito juga sedang membesuk kepala tim proyek kami yang juga dirawat karena menderita kanker darah. Sehari sebelum kabar wafat beliau saya sempat mengajak istri untuk membesuk, tapi hari sudah malam, jadi ga enak buat membesuk.

Saya ingat dulu beliau guru tutorial kelompok saya di skills lab komunikasi bahasa inggris kedokteran. Masih muda sekali waktu itu, sekitar 32 tahun umurnya. Meski pun wafatnya juga masih dalam keadaan sangat muda, belum berusia 55 tahun. Setelah fase tutorial itu saya lama ga bertemu beliau lagi karena melanjutkan sekolah kembali ke Australia (https://orcid.org/0000-0003-0395-4240). Bertemu kembali secara lebih intens dalam kegiatan keislaman di masjid Ibnu Sina, Fakultas Kedokteran UGM dan di RS Islam Yogyakarta PDHI, karena istri beliau adalah salah satu manajer saya waktu itu. Beberapa kali tim RS Islam Yogyakarta PDHI, juga mampir ke rumah baliau, buat buka bersama. Sebelum beliau wafat saya juga sempat layat untuk almarhumah Ibu beliau yang wafat juga setelah menderita kanker dan telah berobat rutin ke Singapura. Dari istri beliau saya mendapatkan info dan lungsuran perawat pramu rukti Ibu beliau, untuk membantu merawat Bapak saya, yang juga menderita berbagai komplikasi penyakit. Perawat rukti terbaik yang pernah saya dapat, sayang tidak lama karena Mba Perawat tersebut mau melanjutkan sekolahnya.

Pak Ginus, adalah anak dari Prof. Ace Partadireja, guru besar Fakultas Ekonomi UII yang juga mantan Rektor UII. Silakan membaca tentang Prof. Ace di https://datacenterukp.wordpress.com/2013/10/08/mengenal-lebih-dekat-sosok-prof-dr-h-ace-partadiredja/. Pak Ginus sendiri adalah dosen saya dalam bidang ilmu fisiologi kedokteran.

Dalam suasasa layat tadi, Bu Rizq menuturkan bahwa surat keputusan guru besarnya Pak Ginus sudah terbit di bulan Oktober, 1 bulan setelah saya membesuk beliau. Sehingga dalam waktu bersiap menjelang proses pengukuhan beliau sudah menyempatkan diri mengetik pidato pengukuhan, meski pun beliau sadar ajal sudah menunggu. Tapi beliau terus berusaha, bahkan kata Bu Rizq di saat-saat menjelang dipanggil Allah, beliau masih menyempatkan mencarikan literatur dan mengemail mahasiswa bimbingan doktoral (S3) beliau. Itu dilakukan sesaat saja sebelum beliau wafat. Tampaknya falsafah: berjuang sampai titik darah penghabisan, sangat melekat didiri beliau. Sangat pantas diteladani!

Saya sebagai murid beliau menghaturkan terimakasih sebesar-besarnya atas jasa beliau kepada kami, semoga amal jariyah beliau dari ilmu yang bermanfaat, mendapatkan aliran pahala yang terus-menerus di akhirat sana, aamiin yaa rabbal ‘aalamiin…

WidodoWirawan.Com

Diposkan pada curhat, doa, inspiring, kontemplasi, rumah sakit, yankes

Resolusi 2020


Terus terang, baru ini saya menuliskan benar-benar komitmen untuk 2020, sejak berusia 40 di awal semester kedua tahun 2019, yang kata orang merupakan tahapan kehidupan fase kedua di dunia, titik awal berikutnya yang sangat menentukan, terutamanya saya harus lebih banyak menyerap energi kebijaksanaan, belajar dari para sesepuh dan pakar, menekan ego-ego negatif, belajar menghargai yang muda yang kreatif, berusaha menjadi manusia yang lebih dewasa, menatap jauh ke depan, dan terus melangkah, serta terpenting mengusahakan untuk semakin peduli dengan kehidupan akhirat. Sehingga rasanya sangat perlu merencanakan masa depan secara lebih matang. Tidak hanya sekadar mengalir saja. Umur terbatas, zaman serba tidak pasti, galau selalu ada namun selama mampu berusaha, berdoa dan semakin mendekatkan diri kepada Yang Menciptakan drama-drama dunia ini, drama penuh tantangan, yang jauh lebih rumit dari drakor-drakor itu, insyaAllah akan berlalu dengan lebih mudah dan sederhana. Berlatih keikhlasan dalam beratnya terpaan cobaan hidup. Dan sukses tidak hanya sekadar ditentukan oleh ukuran dunia, tapi kepada seberapa berkenan Sang Pencipta aktor-aktor dunia kepada kita. Kita hanya menjadi sekadar serpihan debu dunia yang tak berbekas sama sekali ditiup angin di mata Sang Sutradara, bila hanya menurutkan ambisi pribadi dunia semata. Merasa nyaman dengan dunia, berpuas diri, kemaruk dengan hidup yang seolah-olah dapat membuat bahagia. Padahal bahagia tanpa tantangan dan ujian itu hanya bahagia semu saja. Bahagia dalam menjalani tantangan dan penderitaan, itu tentu luar biasa, tak mudah, perlu selalu berlatih, dan tak pernah puas berlatih.

Oya, orang yang hidupnya serba merasa bahagia dan mudah, tidak merasa sulit harta/uang, apa pun bisa dibeli, bebas jalan-jalan liburan, rajin beribadah belum tentu masuk surga loh… Tak percaya? Simak deh di bacaan ini: https://rislah.com/apakah-semua-orang-islam-masuk-syurga/

Nah, selanjutnya, saya mau kasih tahu sedikit resolusi tim saya di start up yang penuh tantangan, yaitu Rumah Sakit UII Bantul. Setelah beroperasi hampir 11 bulan – sejak soft opening di 10 Februari 2019, dan grand opening di 24 September 2019 – meski pun banyak yang menyangsikan kami akan mampu survive di kancah perbisnisan rumah sakit, terutama secara lokasi yang saat ini benar-benar menjadi tantangan, ditambah dengan modal kemewahan yang dilekatkan kepada kami, sehingga melahirkan sebuah image kontras dengan strategi harga layanan yang perlahan ternyata mampu mendobrak image: mewah, nyaman, bersih, wangi, berkualitas itu harus mahal.

Saya ga mau berkecap ria secara pribadi, silakan baca saja testimoni tentang Rumah Sakit UII yang banyak bertebaran di google dan media sosial:


Tentu harapannya, kami ke depan mampu mempertahankan prestasi itu bahkan harus meningkatkannya. Silakan simak rekaman resolusi komitmen saya dan tim di video berikut:

Lalu, apa resolusi pribadi saya di tahun 2020?

  1. Membawa Rumah Sakit UII semakin melejit. Kami mempunyai tantangan yang cukup berat di tahun 2020, di tengah usaha mempersiapkan akreditasi RS, juga harus tetap fokus mengejar target revenue dan melakukan efisiensi yang ketat. Alhamdulillah target tahun 2019 tercapai dengan baik. InsyaAllah dengan optimisme yang baik dan kekompakan tim di semua lini, selalu dibantu doa, insyaAllah akan dapat mencapai target di 2020. Aamiin.
  2. Bisa semakin dekat sama keluarga. Sebenarnya ini resolusi terbesar saya. Saya sangat berharap bisa membuat keluarga inti semakin solid, bahagia, rukun, ceria, intim, penuh cinta dan kehangatan. Saya sangat merasa sebagai suami dan bapak, masih kurang dalam segala hal. Senang bisa memulai tadarus Quran bersama istri di masa liburan anak-anak ini yang merupakan idaman dari dulu. Nanti bisa dilanjut sama anak-anak juga. Semakin dekat sama anak pertama yang menjelang masuk SMP, saya sangat berharap bisa lekat lagi seperti waktu masih balita, dalam suasana yang lain tentunya. Semakin bisa juga, harapannya mendampingi anak kedua belajar, meringankan beban istri saya yang memang penuh energi mendampingi anak difabel kesayangan kami. Mohon doanya. Tambahan video kiriman dari istri, berikut…
  3. Melanjutkan target yang gagal di 2019, menulis buku. Semoga bisa tercapai di tahun 2020. Mengapa saya masih sangat berambisi menulis buku. Ya, katanya buku itu merupakan salah satu warisan abadi, amal jariyah untuk mengikat ilmu agar tak hilang menguap selepas meninggalkan dunia fana. Apalagi setelah membaca sebuah kutipan dari seorang penulis, yang merupakan modifikasi quote legendaris dari Imam Ghozali: bila kamu bukan keturunan bangsawan, ilmuwan atau hartawan, maka menulis (buku) akan membuatmu kekal dan selalu dikenang. Aamiin. (https://masnurulhilal.wordpress.com/2017/02/19/imam-ghozali-jika-kau-bukan-anak-raja-menulislah/)
  4. Umroh bersama istri, memang ini istri yang minta dan saya mengiyakan, katanya mau berdoa di Makkah, semoga tercapai, aamiin ya Allah…
  5. Lebih bisa rutin menulis di blog ini, yang juga merupakan media abadi, selama internet masih ada di dunia, semoga…

Nah, sedikit aja kan resolusinya, kalau banyak-banyak entar malah jadi ga fokus, terutama fokus dulu sama diri dan keluarga serta terhadap situasi sekarang, senantiasa berdoa dan berharap masih ada waktu hidup di dunia di tahun-tahun berikutnya agar bisa lebih bermanfaat dan menorehkan resolusi-resolusi selanjutnya, semoga kita semua senantiasa diberikan kesehatan dan kesabaran, aamiin…

31 Desember 2019

Diposkan pada dokter, inspiring, manajemen, rumah sakit, yankes

Sukses – Part 1


WhatsApp Image 2019-11-21 at 07.40.35
Assalamu’alaikum!

Halooo apa kabar? lama ga bersua warganet semua…

Saya usahakan lagi menulis di tengah-tengah kepadatan dan kegalauan hidup ini. Yah, mungkin ada yang mikirnya aneh, orang kayak saya kok bisa galau? Saya berani menulis begini setelah menyimak sebuah paparan dari seorang coach/mentor online (dan saya baru tahu ada coach unik seperti ini), tiba-tiba, video beliau ini tampil di halaman depan saat saya membuka youtube siang kemarin. Beliau mendefinisikan timbulnya galau adalah akibat dari ketidaktahuan atau ketidakpahaman, sudah tahu pun tapi belum tentu paham alias denial, sudah dikasih jawaban-jawaban tapi masih mencari jawaban-jawaban lain yang sebenarnya yang bukan dia butuhkan, dia hanya mengambil dari persepsi orang lain. Saya pikir kalau saya mendengarkan nasihat online dari coach ini ketika waktu saya sedang mengalami situasi fully denial, bisa jadi saya betul-betul denial sama nasihat coach ini. Syukurlah kondisi saya saat ini lebih mampu terbuka melihat dunia secara lebih lebar dan memperlebar pandangan terhadap diri saya sendiri (coach bilang galau itu juga akibat dari pandangan sempit, kata lainnya bertabrakannya antara logika dan intuisi/obsesi). Lalu apakah galau ini jelek? Saya sih belum sempat buka-buka video lainnya dari caoch tersebut. Secara pandangan saya saja, galau ini justru dapat menjadi energi positif. Dan tidak mudah untuk membuat galau itu menjadi energi positif. Beda tipis antara orang yang galau sehingga menjadi berputus asa sama orang yang galau sehingga menjadi selalu optimis dalam berusaha. Saya ga mau terlalu melebar kemana-mana. Nanti saya jelaskan saja lebih lanjut di part berikutnya tulisan ini. Mohon dimaklumi di tengah keterbatasan waktu alokasi untuk menulis sehingga harus dibagi-bagi kayak cerbung hehe…

Jadi, siang hari kemarin menjelang asar, saya mendapatkan kiriman pesan whatsapp dari seorang dokter magang (internship) dari Riau, yang meminta saya untuk menjadi narasumber inspiratif di sebuah grup whatsapp, memberikan kulwap, kuliah whatsapp, istilah ngetrennya.

Berikut Term of Reference-nya:

Kuliah WhatsApp “Tantangan Dokter Era Millenial”

Pembicara : dr. Widodo Wirawan, MPH

Materi : Perjalanan Karier Dokter Widodo & Tips Jenjang Karier Struktural bagi Dokter Indonesia.

1. Gambaran Umum
Banyaknya jumlah fakultas kedokteran di Indonesia membuat setiap tahun produksi dokter yang diwisuda semakin banyak. Namun kuota yang disediakan pemerintah untuk PNS maupun Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) pada masing-masing Universitas juga terbatas. Selama ini banyak pertanyaan yang disampaikan kepada calon dokter maupun dokter adalah langsung mengacu kepada spesialisasi apa yang hendak diambil. Padahal jenjang karier yang ditempuh tidak selamanya harus menempuh jenjang spesialis. Ada banyak pilihan yang ada, salah satunya adalah jenjang struktural.
Oleh karena itu perlu motivasi dan gambaran karier di era Millenial ini pada jenjang struktural agar semakin luas opsi pilihan bagi para dokter.

2. Bentuk Acara
Bentuk acara dalam materi ini adalah panel diskusi via WhatsApp, yang mana pembicara membahas tentang bagaimana perjalanan kariernya dan tips untuk meniti jenjang karier di struktural. Peserta diharapkan memahami materi dan mempunyai pertanyaan sesuai dengan tema.

3. Peserta
Peserta Kuliah WhatsApp ini terdiri dari dokter, dokter gigi dan mahasiswa kedokteran.

4. Target dan arahan materi
– Memberikan gambaran perjalanan karier dr. Widodo dan motivasi di dalamnya.
– Memberikan wawasan dan tips jenjang karier di struktural bagi dokter Indonesia.

5. Tujuan
– Memberikan opsi pilihan yang lebih luas terkait jenjang struktural.
– Memahami langkah-langkah yang harus dilakukan jika memilih karier di struktural.

6. Waktu
Waktu pelaksanaan kegiatan ini adalah :
Hari, tanggal : Kamis, 21 November 2019
Pukul : 13.00 WIB sampai selesai.

7. Penutup
Demikian Term of Reference ini disusun sebagai kerangka acuan dalam Kuliah WhatsApp.

Terimakasih bagi yang berkenan ikut…
Sampai bertemu di part berikutnya!