Diposkan pada agama, dokter, kajian islam, kontemplasi, motivasi, rumah sakit

Koin Kehidupan


Kemarin sore tim dokter dan manajemen menyelenggarakan acara buka bersama (bukber). Sebagaimana kebanyakan acara bukber biasanya diawali dengan acara pengajian. Pengajian kali ini menarik dengan menghadirkan pembicara dari sebuah masjid yang fenomenal se-Indonesia, yaitu Masjid Jogokariyan. Nama pembicaranya Ustadz Gitta Welly Ariadi. Dalam rangkaian acara bukber ini beliau menyampaikan modal utama manusia hidup di dunia ini adalah usia.

Sebuah analogi tentang cara pandang manusia terhadap modal usia, dipaparkan oleh beliau, yaitu ada seorang ayah memberikan 2 buah kotak kepada masing-masing 2 orang anaknya. Kotak ini berisi koin dan tidak ada seorang anak pun yang tahu berapa jumlah koin yang ditaruh ayah mereka di dalam kotak-kotak itu. Masing-masing anak mendapatkan 1 buah kotak berisi koin. Anak pertama tidak memikirkan tentang berapa jumlah koin yang ada dalam kotak itu, dia fokus kepada bagaimana setiap hari mengambil koin di dalam kotak itu untuk berbagai kebutuhan yang bersifat konsumtif dan foya-foya, dia tidak pernah memikirkan bahwa suatu waktu koin yang dia ambil adalah koin terakhir. Lalu anak kedua selalu fokus memikirkan tentang koin yang dia ambil setiap hari dan selalu teringat bahwa suatu waktu dia akan sampai pada jatah koin terakhir dari kotak itu, untuk itu dia selalu memanfaatkan koin tersebut untuk hal-hal yang produktif, bermanfaat banyak, dan berusaha memikirkan tabungan koin untuk diisi pada kotak lain yang akan dia dapatkan.

Begitulah dengan usia manusia yang tidak ada yang tahu kapan habisnya, ada yang diberi jatah usia panjang namun tidak banyak memberikan manfaat di dunia dan akhirat, namun ada pula yang usianya sangat singkat namun pengaruh dan kebermanfaatannya besar baik di dunia mau pun akhirat. Memang ada sebagian manusia yang diberikan pengingat akan habisnya koinnya dalam waktu tidak lama lagi seperti kondisi sakit parah yang berkepanjangan. Tentu saja secara alamiah, harapannya, manusia yang mendapatkan pengingat ini semestinya lebih siap dibandingkan yang tidak dikasih pengingat bahwa jatah koinnya akan habis. Bisa baca tulisan lama saya saat masih menjaga gerbang terdepan: (Seharusnya) Berbahagialah penderita AIDS…

Namun, sebagian besar manusia seperti anak pertama yang tidak peduli untuk apa koin itu dihabiskan, yang penting selama hidup harus dimanfaatkan sebaik-baiknya karena hidup cuma sekali, sayang kalau ga bersenang-senang sesuai tuntunan hawa nafsu. Sebagian kecil manusia juga mirip prinsipnya dengan anak pertama, merasa hidup (di dunia) hanya sekali, namun melihat akhirat adalah kepastian dan keabadian hidup yang pintu gerbangnya adalah kematian dari habisnya usia (koin) di dunia. Sebagian kecil ini benar-benar khawatir tentang masa depan keabadian mereka, apakah nanti di neraka atau di jannah (surga), sehingga modal usia sangat benar-benar dioptimalkan untuk mengisi kotak lainnya (akhirat).

Semua manusia menyesal setelah berada di akhirat termasuk yang merasa sudah mengoptimalkan usianya untuk kebaikan, dan yang tidak percaya akhirat benar-benar lebih terkejut dan lebih menyesal lagi, sampai-sampai didokumentasikan dalam bentuk cerminan masa depan dalam sebuah ayat di kitab suci:

“Dan infakkanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum kematian datang kepada salah seorang di antara kamu; lalu dia berkata (menyesali), “Ya Tuhanku, sekiranya Engkau berkenan menunda (kematian) ku sedikit waktu lagi, maka aku dapat bersedekah dan aku akan termasuk orang-orang yang saleh.” (QS Al Munafiqun ayat 10).

Lalu diperkuat lagi bahwa perkara berinfak ini tidak hanya sedakah uang, namun Nabi kita yang mulia berkata:

“Amal perbuatan yang paling dicintai Allah adalah memberi kebahagiaan kepada sesama Muslim dan menghiburnya saat dia dilanda kesusahan, atau meringankannya saat dia dililit utang, atau memberinya makanan saat dia merasakan lapar. Karena, aku lebih menyukai berjalan bersama seorang Muslim yang berbagi dengan orang yang sedang membutuhkan, daripada melakukan iktikaf di masjid selama satu bulan penuh.” (HR Ath Thabrani).

Semangat Bulan Puasa akan menjadi sangat sinkron ketika amal pribadi tidak semata mengejar penggandaan koin pribadi saja, tapi justru dapat dibuktikan dalam bentuk ibadah sosial kemasyarakatan yaitu berbagi kebaikan dan kebahagiaan. Melayani dan menghibur manusia lain dengan baik dan welas asih. Bagi para sivitas hospitalia hal ini sangat-sangat relevan implementasinya. Melayani, menghibur, dan membahagiakan pasien. Sembuh bahagia, tidak sembuh bahkan menemui ajal karena koinnya habis pun, harapannya juga dalam kondisi bahagia menemui Sang Penciptanya. Toh, memang aslinya tugas manusia di dunia hanya untuk mengabdi (menghamba, beribadah) kepada Penciptanya. Bukan untuk menghamba kepada dunia dan isinya.

Kata orang Jawa, “wong urip iku mung mampir ngombe”. Artinya, orang hidup itu hanyalah istirahat sejenak untuk minum.

Minum pun kita sadari memang hanya sebentar saja. Dijelaskan, 1 hari di dimensi eternal nanti sama dengan 1000 tahun di dimensi fana ini. Di versi lain bahkan disebutkan: “Dalam sehari yang kadarnya limapuluh ribu tahun” (QS. Al Ma’arij: 4)

Secara matematis, berarti besar waktu koin kita di dunia ini hanya sekitar 2 menit saja rata-rata. Rinciannya 24 jam akhirat = 50.000 tahun dunia, 1 jam = 2000 tahun, 60 menit = 2000 tahun, 1 menit = 33 tahun, 2 menit = 66 tahun. 2 menit memang pas dengan analogi mampir minum saja. Amat naif bila saat mampir minum itu benar-benar tidak memanfaatkan sebaik mungkin untuk perjalanan yang panjang dan abadi, apalagi waktu mampir minumnya cuma sekali.

Semoga kita semua dapat menjadi sebagian kecil dari anak kedua di atas tadi yang benar-benar sadar dengan jatah koinnya. Aamiin.

Diposkan pada agama, covid19, curhat, dokter, kajian islam, kesehatan, penyakit

Bumerang dokter anti sosial


Di suatu waktu obrolan whatsapp dengan seorang teman:

dr. WW: Dokter tetangga jenengan kerja dimana? Yang malas melakukan edukasi ke masyarakat itu

MAS: Hehe, kenapa Do? Dia memang jarang aktif di kampung, orang tuanya memang kaya raya, Do, tipikal anak gedongan 😅

dr. WW: Ya, dokter apa?

MAS: Dokter umum, aku lupa lupa ingat, dokter umum di klinik atau gimana gitu

dr. WW: Oya, Pria atau Wanita?

MAS: Perempuan

dr. WW: Singel apa Menikah

MAS: Married

dr. WW: Ga masuk grup whatsapp warga?

MAS: Nggak, di grup ibu ibu juga nggak, yang ke masyarakat ortunya aja, itu tadi, tipikal anak gedhongan orang masing-masing anak dibuatin rumah sama bapaknya hehe

dr. WW: Ortu benarnya bisa memberdayakan ya. Hehe, “enak” ya hidupnya

MAS: hehe, begitu lah, anak pejabat

dr. WW: Ooo. Di sebelah kan lagi bahas melek literasi kesehatan, jadi ya saya sajikan bukti seperti ini

Dan kemarin ketika saya rapat besar di RS, rapat tentang efisiensi ketat yang auranya rada mencekam, mulai dari isu penghematan biaya operasional rutin, peniadaan THR, pemotongan gaji, sampai kepada pemutusan hubungan kerja. Saya pun mesti merelakan diri banyak memberi contoh dari diri sendiri, dan dimulai dari diri sendiri, kalau pun tidak ada THR, makanan kantin tidak diadakan lagi, tidak pake AC di ruangan, hemat pemakaian lampu, sampai hal terburuk gaji diturunkan, pun… mau ga mau harus rela… eh terpaksa, dilakoni. Ya ini era serba terpaksa, terpaksa yang positif sebenarnya. Ada teman manajer yang laporan, asam uratnya jadi normal di era wabah ini. Pasien jarang datang ke RS, bukan hanya karena takut tapi karena semakin sehat, karena banyak di rumah, jadi penyakit lain pun, juga tidak terjangkiti.

Era ini adalah masanya mulai fase adaptasi, dalam segala hal, tempe dan makanan murah lainnya pun mulai kembali digemari, berhemat segala jenis sumber daya, namun tetap usaha untuk berbagi karena pasti ada selalu yang lebih buruk nasibnya dari kita, kita masih bisa makan pake kerupuk, yang lain mungkin sudah makan dengan ludahnya saja. Bahkan sudah ada juga, lagi trending, yang posting beternak dan bercocok tanam di pot. Iya, beternak ikan lele di pot. Itu sesuatu yang harus dilakukan oleh semuanya, tanpa melihat strata sosialnya, karena semuanya akan kena imbas, cepat atau perlahan, karena tidak ada kepastian kapan wabah ini berakhir.

Oke, itu berbicara alternatif untuk tetap bertahan hidup, di tengah budaya kemalasan kita di zaman modern ini. Beruntunglah yang sudah pernah latihan survival di hutan. Bukan hanya sekadar nonton film yaa.. dan saya sudah pernah melakukannya, bertahan hidup makan makanan alam, daun, bekicot, minum air got campur kecebong, dsb. Tapi itu dalam situasi latihan singkat. Lah, ini… lama dan ga pasti. Tapi yakin, pasti bisa beradaptasi.

Nah, sebenarnya di dalam rapat kemarin saya menyinggung tentang pentingnya peran semua kita dalam mempercepat wabah ini untuk selesai. Makanya saya contohkan saya termasuk orang yang paling rewel bin bawel binti ceriwis di berbagai grup online dan offline. Asli, mungkin tensi saya masih tinggi, namun datangnya Ramadhan menjadi alasan untuk escape sementara dari puluhan grup online yang ada. Ya, saya izin pamit keluar dari grup-grup yang traffic chat-nya tinggi, yang memancing saya untuk sering menimpali. Ternyata itu lebih menyenangkan, tenang, hepi buat diri sendiri. Ya, hanya diri sendiri. Eh, buat keluarga juga… Dan jiwa ekstrovert-nya tetap berontak. Minimal masih suka pasang status whatsapp, memuntahkan segala yang tak tertahankan yang bergelayut di hati dan pikiran, dan masih ada yang respon, meminta asupan lengkap dari kalimat dan gambar di status. Tapi saya pikir ini masih mending dari sebelumnya: full emosi berhadapan sama kaum ngeyelan. Tapi saya pikir sudah cukup, saya sudah sampaikan, dan kewajban hanya sampai di situ, saya bukan pemberi hidayah. Ya, Ramadhan menyelamatkan jiwa ini sejenak. Sambil tetap berdoa, semua bisa sadar, meski yah… terlambat, kata-kata itu termasuk kosakata yang saya sering ulang-ulang di sisa sisa grup yang masih ada.

Terlambat itu emang tak enak, tapi kata orang: daripada tidak…? Ya konsekuensinya tetap lebih berat, dari biaya fisik dan psikologis. Kapan kita bisa belajar dari pengalaman orang lain? Tampaknya kita lebih yakin kalau merasakan bahwa api itu memang panas dari tangan kita sendiri, meski pun konsekuensinya tangan kita cacat dijilat api. Oh, manusia…

Ah… saya kan tadinya mau berbicara tentang obrolan sama teman tentang dokter yang ga gaul di lingkungannya sendiri. Itu saya refleksikan kembali dalam rapat bersama kemarin di RS. Saya bilang ke teman-teman: sebenarnya situasi kita yang rumit sekarang adalah akibat kontribusi kita juga yang tidak mau berperan serta menjadi edukator atau bahasa kerennya sang pencerah bagi orang-orang di sekitar kita. Kita lebih takut berdebat atau sekadar berusaha untuk memaparkan info yang benar. Yang sebenarnya memang makan energi. Namun energi kita saat ini pasti lebih terkuras menyaksikan fakta karena minimnya keterlibatan kita secara langsung. Bukan hanya dokter memang, kita lihat fakta berapa banyak tenaga kesehatan yang acuh sama lingkungan. Ya, saya tahu tenaga kesehatan kebanyakan orang sibuk. Dan saya juga sibuk. Pulang ya sampai rumah menjelang maghrib juga. Tapi itu tidak menjadi alasan kalau kita benar-benar merenungkan akibat fakta sekarang yang sebenarnya itu adalah algoritma hukum alam yang telah diatur Sang Pencipta.

“Peliharalah diri kalian dari siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang dzalim saja di antara kalian. Ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya.”

Penggalan ayat ke-25 dalam surat Al Anfal ini menyiratkan betapa pentingnya melestarikan budaya saling nasihat menasihati untuk menyuruh kepada kebaikan, mencegah dari perbuatan dosa.

Apakah era wabah covid 19 yang semakin lama durasi dan tingkat keparahannya ini, memang ada peran tenaga kesehatan yang kurang trengginas dalam melakukan hal menyeru kepada kebaikan untuk mencegah penularan covid 19, serta mencegah tersebarnya hoax-hoax dan hal-hal yang membuat keadaan semakin memburuk? Pasti ada. Itulah istilah amar ma’ruf nahi munkar dalam dunia kesehatan. Bila banyak yang tidak melakukan, maka sampai-sampai orang-orang yang tidak berkompeten dan berilmu pun lebih dipercaya oleh kebanyakan masyarakat. Dan pada akhirnya kita sendirilah, para tenaga kesehatan, baik yang diam saja atau yang ceriwis, semuanya kena dampak. Itulah maksud dari algoritma ayat 25 surat Al Anfal di atas.

Perhatikan juga analogi penumpang kapal dari sebuah hadits Nabi Muhammad shallallhu ‘alaihi wassallam:

“Dari An Nu’man bin Basyir rahiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Perumpamaan orang yang mengingkari kemungkaran dan orang yang terjerumus dalam kemungkaran adalah bagaikan suatu kaum yang berundi dalam sebuah kapal. Nantinya ada sebagian berada di bagian atas dan sebagiannya lagi di bagian bawah kapal tersebut. Yang berada di bagian bawah kala ingin mengambil air, tentu ia harus melewati orang-orang di atasnya. Mereka berkata, “Andaikata kita membuat lubang saja sehingga tidak mengganggu orang yang berada di atas kita. ”Seandainya yang berada di bagian atas membiarkan orang-orang bawah menuruti kehendaknya, niscaya semuanya akan binasa. Namun, jika orang bagian atas melarang orang bagian bawah berbuat demikian, niscaya mereka selamat dan selamat pula semua penumpang kapal itu.” (HR. Bukhari No. 2493)

Saya sangat mengapresiasi teman-teman yang mulai kembali aktif dan tetap aktif di media sosial, mulai aktif kembali menjadi youtuber, dan sebagainya termasuk di kehidupan offline bermasyarakat, dalam rangka selain untuk mendapatkan pahala amal jariyah berkelanjutan di akhirat nanti, juga dalam rangka mencegah efek terkenanya musibah yang lebih buruk bagi kita semua. Semoga dimudahkan. Aamiin.

Diposkan pada agama, covid19, kajian islam, kontemplasi, penyakit, salahkaprah

Memaknai Rasa Takut di Era Zombie Vampire Covid19


I am afraid of coronavirus hand drawn vector illustration with sad man crying in cartoon comic style epidemic, from istockphoto.com

Tulisan kompilasi ini muncul karena banyaknya diskusi di berbagai grup whatsapp saya mengenai situasi mencekam penuh ketakutan dengan banyaknya berita hoax dan bukan hoax yang ekstrim, yang satu memberitakan betapa sangat berbahayanya virus corona, yang lain memberitakan bahwa sudah ada yang sembuh dari virus corona, sehingga masyarakat menjadi kurang kewaspadaannya karena menganggap ternyata virus corona bisa hilang, dsb. Semoga tulisan ini bisa memicu kembali semangat menulis saya.

Di era Covid19 ini dapat kita perhatikan berbagai macam sikap manusia, paling ekstrim adalah tidak merasa takut sama sekali dengan virus corona, sedang yang satu lagi merasa takut setengah mati sama virus corona, menjadi paranoid sampai depresi. Lalu bagaimana Islam memandang rasa takut ini, berikut saya paparkan saripati dari berbagai sumber, dan diakhiri kesimpulan dari saya.

—————-

Pengaruh Rasa Takut pada Tubuh dalam Penjelasan Alquran dan Sains

https://techno.okezone.com/read/2017/07/11/56/1733898/pengaruh-rasa-takut-pada-tubuh-dalam-penjelasan-alquran-dan-sains

Setiap manusia dibekali dengan emosi yang secara alamiah dimilikinya. Salah satu jenis emosi itu yakni rasa takut, yang merupakan suatu mekanisme pertahanan hidup dasar, sebagai respons terhadap suatu stimulus tertentu seperti rasa sakit atau ancaman bahaya.

Tak hanya berpengaruh pada perasaan seseorang, rasa takut juga rupanya memiliki pengaruh terhadap tubuh manusia. Dijelaskan dalam buku ‘Sains dalam Alquran’ yang ditulis Nadiah Thayyarah, pengaruh rasa takut telah dibahas dalam Alquran melalui firman Allah.

“(Ingatlah) pada hari (ketika) kamu melihat kegoncangan itu, takutlah semua perempuan yang menyusui anaknya dari anak yang disusuinya dan gugurlah kandungan segala perempuan yang hamil, dan kamu lihat manusia dalam keadaan mabuk, padahal sebenarnya mereka tidak mabuk, akan tetapi azab Allah itu sangat kerasnya,” Surah Al Hajj Ayat 2.

Dalam ayat ini terkandung isyarat bahwa rasa takut yang berlebihan dapat menyebabkan keguguran kandungan. Hal ini juga telah dibuktikan oleh ilmu kedokteran modern.

Ayat lain menyebutkan, “Apabila datang ketakutan (bahaya), kamu lihat mereka itu memandang kepadamu dengan mata yang terbalik-balik seperti orang yang pingsan karena akan mati,” Surah Al Ahzab Ayat 19.

Ayat tersebut mengisyaratkan akan timbulnya gangguan pada gerakan mata saat takut. Hal ini terjadi akibat bertambahnya sekresi adrenalin yang menimbulkan gangguan pada otot dan syaraf yang berfungsi untuk menggerakkan mata.

Surah Al Muzammil ayat 17 juga menerangkan, “Maka bagaimanakah kamu akan dapat memelihara dirimu jika kamu tetap kafir kepada hari yang menjadikan anak-anak beruban.” Ayat ini mengisyaratkan bahwa rasa takut yang berlebihan dapat menyebabkan penuaan atau timbulnya uban.

Riset medis menyimpulkan bahwa rambut yang ada di kepala manusia berjumlah sekitar 200.000 helai. Setiap helai memiliki satu pembuluh darah, saraf, otot, kelenjar, dan umbi. Para ilmuwan mengatakan, penyebab langsung timbulnya uban adalah kekurangan suplai darah yang memberi gizi rambut, yang timbul akibat emosi.

Pengaruh lain akibat rasa takut pada tubuh manusia yakni kulit yang merinding. Hal ini juga telah disebut dalam firman-Nya.

“Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Alquran yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah,” Surah Az Zumar Ayat 23.

Neraka dalam Al Quran

https://kumparan.com/kc-tv-kalianyar-corner/nerara-dalam-al-quran

Sejak kecil kita telah mendengar istilah surga dan neraka. Sejak kecil kita telah disodorkan dua pilihan, menjadi orang baik dengan iming-iming surga atau menjadi orang jahat dengan ancaman neraka. Sampai akhirnya, ada kelompok menuduh agama sebagai upaya meninabobokkan masyarakat agar berharap surga dan takut neraka supaya tidak lagi berpikir kehidupan dunia.

Al-Qur’an juga banyak bercerita tentang manisnya surga dan pedihnya neraka. Jika orang melihat dengan pandangan negatif, mereka akan mempertanyakan apa maksud Al-Qur’an menakut-nakuti manusia dengan neraka dan siksanya. Namun jika kita melihat dengan pandangan rahmat. Kita akan tau bahwa Allah bercerita tentang neraka karena kasih sayang dan rahmat-Nya kepada manusia. Allah tidak ingin ada hamba-Nya yang terjerumus ke dalamnya. Seperti seorang ayah yang memberi tahu anaknya bahwa di depan ada bahaya, jangan melewati jalan itu! Apakah ayah itu hendak menakut-nakuti? Sungguh tidak! Itu semua karena kasih sayangnya pada anaknya. Maha Suci Allah atas segala contoh.

Rasul pun sering bercerita tentang surga dan neraka. Bahkan di zaman Imam Ja’far As-Shodiq, salah satu cucu Rasulullah saw, banyak sahabatnya yang datang dan berkata “Wahai putra Rasulullah saw, jadikan kami rindu kepada surga” atau ada orang lain yang berkata, “Hati sedang keras dan gersang, ceritakanlah pedihnya api neraka agar aku bisa melunakkan hatiku agar tidak lagi menuruti hawa nafsu.”

“Maka takutlah kamu akan api neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu yang disediakan bagi orang-orang kafir.” (Al Baqarah 24)

“Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.”
(At-Tahrim 6)

“Penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia Perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”
(At-Tahrim 6)

“Dan tidak ada makanan (baginya) kecuali dari darah dan nanah.”
(Al-Haqqah 36)

“Setelah itu kamu akan meminum air yang sangat panas.”
(Al-Waqi’ah 54)

“Diberi minuman dengan air yang mendidih, sehingga ususnya terpotong-potong?”
(Muhammad 15)

“Bagi mereka tikar tidur dari api neraka dan di atas mereka ada selimut (api neraka). Demikianlah Kami Memberi balasan kepada orang-orang yang zalim.”
(Al-A’raf 41)

—————-

Kesimpulan

  • Maksud Allah memberikan ketakutan manusia ini adalah agar manusia ingat kembali siapa Sang Pencipta mereka. Allah tidak pernah malu menampakkan pelajaran dari hanya sekadar sekumpulan nyamuk yang dapat membuat heboh di sebuah zaman, dan itu serupa ketika Allah memberikan pengajarannya di zaman ini melalui virus corona.
  • Virus Corona adalah bagian cobaan dari hidup manusia, dalam perspektif Islam, sikap yang benar sebagai orang bertaqwa adalah berada di tengah-tengahnya. Arti taqwa sendiri artinya takut dan berhati hati ibarat berjalan di jalanan yang penuh duri. Takut tertusuk duri sehingga membekali diri dengan sebaik-baiknya bagaimana supaya tidak tertusuk duri seperti memperhatikan jalan dengan baik, berjalan perlahan, menggunakan sepatu anti duri, dsb.
  • Virus Corona ini mengingatkan kita akan pentingnya kehidupan di akhirat, corona hanya sebagian kecil cobaan dari Allah untuk menguji keimanan dan ketaqwaan kita. Sudahkah kita percaya akan adanya makhluk “gaib” bernama corona ini, sebagaimana kita percaya akan adanya makhluk gaib lainnya? Sudahkah kita percaya bahwa virus corona dapat membahayakan bagi kita. Sehingga, sudahkah kita mempersiapkan bekal untuk menghadapi bahaya ini?
  • Takutnya kita kepada virus corona adalah sangat manusiawi. Takutnya kita membaca berita-berita tentang corona juga sangat manusiawi, dan dari kompilasi tulisan di atas pun kita lihat Allah menjadikan rasa takut itu agar manusia senantiasa bertaqwa, berhati-hati, sekaligus waspada, serta menghindari perbuatan-perbuatan yang terlarang. Agar tidak menjadi hanya sekadar takut maka kita mesti mencari hal-hal yang benar tentang virus corona ini, melalui ahlinya, sebagaimana ketika kita mencari info tentang ngerinya api neraka dari ahlinya yaitu para nabi. Lalu ketika kita menyadari bahwa memang virus ini berbahaya, tidak perlu juga kita menjadi takut keterlaluan sampai menjadi timbulnya penyakit mental, karena kita diajarkan oleh agama kita juga bagaimana cara mengelola rasa takut itu, yaitu dengan banyak mengingat Allah. Hanya dengan mengingat Allah, hati kita menjadi tenang, serta membaca kabar-kabar gembira yang membuat kita selalu optimis dan bersemangat dalam menghadapi virus corona ini. Semoga bermanfaat. Aamiin.

Tetap Semangat Yaa…
dr. WW

Diposkan pada agama, doa, inspiring, kajian islam, kontemplasi

Ilmu Ramadhan Flash Sale


flash sale.jpeg

Tulisan ini saya buat berdasarkan pengalaman selama 1/3 perjalanan puasa bulan Ramadhan ini. Ada fenomena menarik yang sudah umum kita temui di bulan ini, yaitu ramainya tempat ibadah, dan sebenarnya juga seimbang dengan ramainya tempat jajanan, seolah ikut bersaing menyelenggarakan jama’ah jajan tersendiri, yang jelas membuat para jama’ah jajan ini kelihatannya kehilangan momentum sholat Isya berjama’ah dan Tarawih, karena setelah buka puasa, sholat Maghrib dilanjut dengan obrolan seru sambil menyantap jajan dan menyeruput minuman yang dipesan.

Menjerumuskan? Jelaslah…

OK, saya ga mau bahas itu lebih lanjut, saya mau bahas fenomena membludaknya masjid di awal Ramadhan saja. Bagaimana pun turut bersyukur fenomena ini selalu terjadi, meski dapat diramal, seiring Ramadhan akan berakhir, masjid akan kembali sepi, tersisa orang-orang yang biasanya istiqomah (konsisten) ke masjid selain di bulan Ramadhan, fenomena umumnya di negara kita.

Saya pernah membuat tulisan yang berhubungan sama hal ini di https://widodowirawan.com/2013/07/11/lomba-lari-maraton-di-bulan-puasa/

Ada fenomena lain teramati oleh saya, yaitu disebabkan karena terbatasnya ilmu dalam melaksanakan ibadah di bulan Ramadhan. Ilmu yang terbatas ini menyebabkan umat yang ke masjid dan melaksanakan ibadah puasa hanya bermodalkan semangat saja atau sekadar ikut-ikutan sehingga berpotensi tidak mendapatkan pahala Ramadhan Flash Sale yang memang sangat fantastis kelipatan pahalanya, bahkan sebaliknya malah menyebabkan dosa dan penyakit.

Melewatkan makan sahur

Makan sahur ada berkah yang besar di dalamnya, berbeda dengan puasa sunnah, puasa di bulan Ramadhan sangat dianjurkan untuk makan sahur, meski pun itu cuma sedikit. Bukan sebaliknya kalau tidak makan sahur lebih baik, toh tetap kuat juga menjalani puasa. Ini pemahaman yang menjerumuskan juga.

“Makan sahur adalah makan penuh berkah. Janganlah kalian meninggalkannya walau dengan seteguk air karena Allah dan malaikat-Nya bershalawat kepada orang yang makan sahur.” (HR. Ahmad)

“Dan orang-orang yang meminta ampun di waktu sahur.”  (QS. Ali Imran: 17)

“Dan selalu memohonkan ampunan diwaktu pagi sebelum fajar.” (QS. Adz Dzariyat: 18)

“Perbedaan antara puasa kita dan puasa Ahli Kitab (Yahudi dan Nashrani) adalah makan sahur.” (HR. Muslim)

Sholat isyroq atau sholat syuruq

Dari Anas bin Malik, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang melaksanakan shalat shubuh secara berjama’ah lalu ia duduk sambil berdzikir pada Allah hingga matahari terbit, kemudian ia melaksanakan shalat dua raka’at, maka ia seperti memperoleh pahala haji dan umroh.” Beliau pun bersabda, “Pahala yang sempurna, sempurna dan sempurna.”

Perkara sholat isyroq ini tidak banyak yang mengetahui besar pahalanya, yaitu setara pahala haji dan umroh. Jadi bagi mereka yang belum berkesempatan menunaikan ibadah haji atau umroh, atau pun yang sudah menunaikan sekali pun, dapat mengusahakan pahala yang sama persis dengan melakukan sholat isyroq ini. Sebenarnya sholat isyroq ini adalah termasuk sholat dhuha. Bedanya adalah dia dikerjakan di awal waktu dhuha, yaitu sekitar 15 menit setelah matahari terbit. Cukup 2 rakaat saja.

Di tempat saya matahari terbit sekarang sekitar pukul 05.40, jadi sholat isyroq bisa dikerjakan mulai pukul 05.55. Tidak boleh mengerjakan sholat saat pas matahari terbit, karena merupakan waktu yang terlarang. Sholat isyroq ini terasa sangat berat, bila pahalanya ingin setara haji dan umroh, yaitu harus dikerjakan di masjid, setelah selesai selesai waktu sholat subuh sebagaimana diterangkan dalam hadits di atas. Artinya ada waktu menunggu sekitar 1 jam lebih sedikit sejak masuk waktu subuh. Pahala ini semakin berlipat bila kita rutin mengerjakan sholat sunnah sebelum sholat subuh, yang derajatnya lebih baik dari pada dunia seisinya. Bayangkan betapa royalnya Allah kepada manusia dalam memberikan pahala. Sholat isyroq sebenarnya tidak hanya bisa dikerjakan di bulan Ramadhan saja. Dia berlaku di semua bulan. Namun spirit Ramadhan ini mestinya memberikan energi lebih, meski pun godaannya juga lebih banyak, sehabis makan sahur dan subuh biasanya rasa kantuk menyerang hebat. Ya wajarlah, makanya pahalanya setara haji dan umroh, hanya orang terpilih yang mau dan mampu. Karena dosa saya sendiri masih banyak sekali, jadi sayang banget kalau tidak mengambil momentum menunggu waktu sholat isyroq ini. Disela-sela menunggu setelah selesai mendengar ceramah pasca sholat Subuh, saya bisa membaca Al Quran dengan halaman yang cukup banyak dari pada waktu lainnya atau berdzikir memuji Allah dan meminta ampun atas dosa-dosa saya.

Berdoa sebanyak-banyaknya

Berdoa adalah salah satu bentuk pengakuan sebagai hamba kepada Allah Yang Maha Perkasa dan Maha Pengabul Doa. Juga sebagai indikator ketidaksombongan kita, hanya mereka yang sombong yang malas berdoa kepada Sang Penciptanya.

Bulan Ramadhan ini dijanjikan melalui banyak dalil, yang pasti akan ditepati janji itu oleh Allah, sebagai salah satu momentum dan waktu terpanjang saat dikabulkannya doa. Berdoalah sebanyak-banyaknya penuh harap dan tanpa bosan, sehingga kita semakin sadar bahwa kita ini bukanlah siapa-siapa.

Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya do’a orang yang berpuasa ketika berbuka tidaklah tertolak.” (HR. Ibnu Majah)

Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ada tiga do’a yang tidak tertolak: (1) do’a pemimpin yang adil, (2) do’a orang yang berpuasa sampai ia berbuka, (3) do’a orang yang terzholimi.” (HR. Tirmidzi)

Ramadhan ini sebagai sarana cuci dosa, revitalisasi, dan latihan untuk mempersiapkan energi pada bulan-bulan selanjutnya. Amat sangat sayang untuk dilewatkan dengan hanya sekadar menunaikan kewajiban menahan lapar dan haus saja.

Oh, Ramadhan, tak terasa sebentar lagi engkau akan meninggalkan kami. Atau sebenarnya kamilah yang akan meninggalkan engkau terlebih dahulu karena tidak bersabarnya kami menanti akhirmu. Karena bosan dan benci dengan produk-produkmu, atau karena kami tidak punya ilmu dan semangat untuk membelinya. Maka dari itu kepada Yang Menciptakanmu kami berdoa: Berikanlah kami kesempatan yang luas dan kemampuan untuk membeli produk-produk flash sale-mu. Karena kami ga yakin akan dapat menemui momen flash sale lagi di tahun depan… Berikanlah kepada kami ilmu dan kemudahan untuk meraup sebesar-sebesarnya pahala Ramadhan. Aamiin yaa Rabbal ‘aalaamiin…

Ramadhan ke-11, 16 Mei 2019