Diposkan pada agama, kontemplasi

Diet? Siapa Takut!


P60415-173326Sejak seminggu ini saya melakukan program pengaturan pola makan atau tepatnya pengurusan badan yang dikenal dengan istilah diet. Meski pun secara objektif dengan timbangan baru turun hampir 2 kilogram namun efek psikologis dan fisiknya sangat terasa. Seperti, volume perut dan ukuran lingkar pinggangnya terasa berkurang dengan indikator subjektif berupa celana-celana mulai terasa tidak sesak. Sepertinya efek diet ini memang memulai dari “gudang”-nya penyakit ini dulu, perut.

Mungkin ada yang bertanya, mengapa saya harus repot ikut-ikutan tren menguruskan badan? berpuasa dari makanan-makanan enak yang mampir di depan hidung?

Pertama, saya sudah mulai tua. Jelas terjadi perlambatan metabolisme tubuh dalam melakukan netralisasi terhadap zat-zat berbahaya yang juga berasal dari makanan sehari-hari.

Kedua, sekarang sebagai orang yang bekerja dengan situasi kurang gerak, banyak duduk, jarang olah raga, tentu diet menjadi pilihan yang “lebih fleksibel” meski pun lebih “menyiksa”.

Ketiga, saya dan istri ingin hidup ini lebih berkualias dari sisi pengaturan pola makan. Memang dunia itu enak dan penuh dengan makanan yang enak. Tapi kita paham sesuatu yang enak itu sebenarnya merupakan jebakan yang menjerumuskan. Kita tentu paham dengan dalil “makan dan minumlah, jangan berlebihan”. Saya ingin menerapkan itu dengan sungguh-sungguh.

Keempat, pada suatu waktu sampai sekarang, bergelimang dengan makanan yang enak itu membuat kita semakin susah, susah dalam meningkatkan produktifitas, terlalu sering kena masalah perut, bangun tidur tak nyaman, konsentrasi menurun karena mudah ngantuk karena kebanyakan makan.

Kelima, sekaligus menjelang bulan puasa, ini juga semacam latihan untuk mengurangi interaksi dengan makanan. Meski pun harus saya akui, diet itu lebih berat daripada berpuasa. Mengapa? saya ga tahu persis, namun itu yang saya rasakan. Semoga nanti juga bisa lebih sering puasa.

Untuk menjalankan diet ini, saya berpatokan dengan pola diet “General Motors” yang dimodifikasi. Pola diet GM sendiri aslinya bukan diet yang terstandar menurut para ahli gizi. Jadi tidak harus mutlak diikuti. Modifikasi dilakukan untuk tidak mempersulit diri dalam melakukan persiapan diet setiap harinya. Dan tidak terpatok hanya 1 minggu program dalam satu bulannya. Tidak ada aturan baku mengenai diet saya ini selain pertimbangan kalori yang masuk harus lebih kecil daripada kalori yang keluar. Apakah lalu repot harus mengukur berapa kalori yang masuk, berapa yang keluar? Ya tentu tidak, karena saya sendiri ingin diet ini sebisa mungkin jangan menyebabkan stres tambahan yang terlalu menekan. Selain saya juga punya penyakit lambung (gastritis) yang kronik, juga supaya tidak terlalu merepotkan istri yang menjadi leader dalam program diet ini. Selama minggu pertama kemarin saya akui cukup menyiksa karena badan masih harus ekstra keras menyesuaikan diri. Siapa bilang diet GM itu tanpa rasa lapar? Di hari pertama hanya makan buah, sungguh banyak buah yang harus saya konsumsi untuk mengatasi rasa lapar yang terlalu cepat mendera. Alhamdulillah lambung saya aman. Awal minggu ini terasa lebih ringan, apalagi setelah saya bisa berfokus pada kegiatan-kegiatan lain yang tidak harus berfokus pada kegiatan perut. Kegiatan perut ini memang sungguh susah diatasi karena banyak acara yang saya ikuti selalu tersedia makanan yang menggoda selera. Itu ujian buat saya dan istri. Hikmah lain program ini, bisa lebih berbagi banyak makanan kepada orang lain dan hewan-hewan di rumah. Semoga bisa seterusnya melakukan pengaturan pola makan ini. Aamiin.

Referensi:
Turunkan 4 Kilo dalam 5 Hari Tanpa Rasa Lapar dengan Diet GM

Diposkan pada android, gadget, kontemplasi, software, teknologi, tips

Inaccessible Memory Card!


Malam ini terjadi peristiwa yang cukup membuat saya sedikit khawatir. Sedang asyik chat serius dalam beberapa grup di Whatsapp via emulator Android “Bluestacks di tablet Windows, tiba-tiba muncul notifikasi permintaan untuk mem-format kartu memori microsd 64 GB merek V-Gen, yang memang dulu pernah bermasalah sehingga diklaim garansi karena pernah mati. Beberapa hari ini memang saya online via Windows untuk menggantikan handset Android saya yang tewas layar LCD-nya ketika pulang dari Kota Tegal. Yah, mungkin tergencet saat saya tidur di kursi bis. Hanya retak di bagian atas, namun saya paksakan untuk tetap menggunakannya. Namun beberapa waktu setelahnya tidak sengaja saya menjatuhkan tablet Android kesayangan saya itu. Jadilah retak LCD-nya bertambah, dan ternyata sudah tidak bisa menampilkan hal yang bermakna, hanya sinar putih bercampur dengan bias-bias retakan LCD-nya. Maklum, tablet murah merek Axioo Picopad 7 inchi ini memang sudah sering kebanting, dan selama ini memang tidak ada masalah dengan layarnya karena memang saya beri perlindungan silicone case dan anti gores (lebih tepatnya memang untuk jadi korban goresan). Pelindung layar transparan build in-nya sendiri masih utuh. Tapi memang mungkin dia sudah melewati batas daya tahannya terhadap gencetan dan bantingan. Beberapa bulan lalu tablet Axioo saya ini pernah juga diklaim garansi untuk baterainya yang mengalami bengkak sehingga sering mengalami power drop tiba-tiba. Karena ini sudah lewat masa garansi-nya, saya masih memikirkan apakah menunggu diganti LCD-nya ke IT-Clinic Axioo. Atau terpaksa beli gadget baru. Kebetulan di Smartfren sedang banyak promo, dan saya sedang tertarik dengan Smartfren Andromax R 4G, karena harganya turun drastis dari 1,6 juta menjadi 1 juta. Nah, maksud hati mengulur waktu agar tidak terburu-buru mengganti gadget, jadi online dulu via tablet Windows 10. Eh, ya takdirnya juga terjadi memory loss di tablet Windows ini. Dan yang jelas, apa yang tersimpan di memori internal tablet Axioo-nya juga belum bisa di-back up karena layarnya blank begitu, sedangkan koneksi via USB tidak dalam posisi on untuk akses ke memorinya.

Jadilah saya bisa menulis blog ini lagi sambil menunggu proses penyelamatan data microsd tersebut menggunakan iCare Data Recovery. Ingin mencoba saja software recovery ini setelah melakukan googling dan membaca testimoni di beberapa web, meski pun saya sebelumnya lebih sering menggunakan Get Data Back. Yang membuat saya sedikit khawatir karena isi dari kartu microsd di tablet Windows itu belum semuanya saya back-up karena seingat saya ada beberapa data penting pekerjaan dan file-file penting pribadi. Semoga bisa terselamatkan. Pelajaran berharga dari kejadian ini:
1. Akan mempertimbangkan ulang dengan kuat untuk melakukan full back up dan sinkronisasi secara online melalui aplikasi cloud seperti Dropbox, Google Drive atau OneDrive. Sekuritas adalah isu kedua yang saya pikir dapat diabaikan dibandingkan takdir terjadinya memory loss yang tidak pakai permisi meski pun tanda-tandanya sudah ada, tapi tidak jelas. Pencegahan lebih baik daripada mengobati!
2. Sepertinya akan kapok dengan kartu memori merek tersebut. Mahal sedikit tidak apalah asal handal!
3. Jangan menunggu menyepelekan penyakit gadget meski pun gejala-nya masih ringan. Lakukan antisipasi, back-up… back up… dan… back up!

Karena saya perhatikan proses scanning-nya sekitar 2 jam lebih, jadi saya tinggal tidur saja, insyaAllah dilanjut besok pagi. Itu saja. Semoga nanti tulisan ini bisa diupdate.

23.35 @ 27.12.2015

Diposkan pada kontemplasi, poligami, selingkuh

[Tips] Bila Jatuh Cinta (Lagi) Pada Orang Lain


Beberapa teman akhir-akhir ini curhat tentang kisah cinta mereka, baik yang sudah menikah atau masih dalam tahap penjajagan. Mengapa urusan cinta (atau hati) mampu meresahkan mereka yang berusia 15 tahun, 25, 35, atau 45 tahun bahkan 55 dan 65 tahun?

Jatuh Cinta memang tampak sepele tetapi emosi yang satu ini memang demikian istimewa, sebab  demikianlah fitrah manusia yang dapat tertarik dengan lawan jenisnya.

Jatuh Cinta

Perlu diingat. Setiap orang bisa jatuh cinta; remaja SMP atau orangtua, bahkan mereka yang telah menikah selama belasan atau puluhan tahun. Proses emosi dan chemistry rumit ini melibatkan hormon, otak, proses sensori persepsi, pengalaman, value dan banyak sekali elemen rumit. Makanya, kalau ditanya, kenapa kamu bisa jatuh cinta sama dia?

”Pokoknya aku cinta, titik. Nggak bisa menjelaskan. Bukankah itu true love?”

Maka, tiap kali memikirkannya, yang ada hanya detak jantung yang berdegup lebih cepat. Merasakan kesenangan, kebahagiaan. Memikirkannya tersenyum, tertawa, berbicara, melintas; menciptakan atmosfer kebahagiaan yang sulit dideskripsikan.

Begitu rumitkah cinta?

Atau begitu sederhana?

Jangan sepelekan perasaan cinta terhadap lawan jenis, sebab ia bisa menghinggapi siapa saja, mereka yang berkomitmen teguh dalam Islam pun suatu saat akan mengalami resah saat bertemu seseorang, lawan jenis yang memukau pikiran dan perasaan. Entah sosok, keberanian, caranya mengemukakan pendapat, kewibawaan, kecantikan yang sederhana, atau sosok keibuannya.

Fall in love saat masih remaja hingga dihinggapi virus puppy love masih dimaafkan; tetapi bagaimana bila jatuh cinta lagi pada orang yang bukan pasangannya? Solusi apa yang diperlukan?

Bagi yang belum pernah jatuh cinta mungkin akan berkomentar, gitu aja kok masalah?

Dalam novel Harafisy (Nagouib Mahfouz) dikisahkan dalam bab awal, betapa Asyur, anak asuh Syaikh Afra Zaydan yang memayunginya dengan sayap kebaikan tumbuh sebagai pemuda perkasa yang polos dan sholih serta baik hati. Sekalipun kebaikan hatinya sering diartikan kedunguan oleh Darwis Zaydan, Asyur berusaha tabah dan teguh. Namun hatinya terombang ambing saat terpaksa tinggal bersama tuan Zayn Al Naturi dan memelihara kuda serta ternaknya: Zaynab, putri sulungnya yang melintas sesekali saat akan berangkat berdagang. Asyur, berusaha melebur rasa tetapi ia tak kuasa menolak saat tanpa sengaja matanya dan mata Zaynab bertemu.

Bisa dibayangkan betapa resah seseorang yang hanya terlahir sebagai Harafisy, seorang papa kelana dan jatuh cinta pada putri tuannya?

Rational Emotif  Albert Ellis

Klinisian yang satu ini memilih cara rasional yang menghantam emosi saat menterapi orang yang mengalami permasalahan.

Memilih cara berbeda dengan Carl Roger dengan CCT (client centered therapy) yang lembut memperlakukan klien, Albert Ellis memilih cara konfrontatif. Untuk permasalahan cinta, saya lebih menyukai cara RE Albert Ellis. Sebab perasaan yang terombang ambing, bila dihanyutkan, akan semakin terbawa. Cinta terhadap lawan jenis seharusnya tidak hanya melibatkan perasaan atau emosi semata, tetapi di titik tertentu rasio harus dilibatkan pula. Mengapa? Sebab cinta memang bicara perasaan, tetapi dampak cinta itu menyangkut kehidupan realita orang yang bersangkutan, teman-teman, keluarga, pekerjaan, bahkan masa depannya.

Cara Albert Ellis dengan Rational Emotif mungkin kira-kira begini.

T (therapist) & K (klien).

K : saya jatuh cinta lagi dengan perempuan di kantor. Ia cerdas, enak diajak diskusi. Pengetahuannya lumayan. Kalau dibilang cantik, biasa aja. Lebih cantik istri saya. Hanya ya….beda. Sebut saja istri saya Nina, teman saya Leni

T : anda tertarik padanya karena ia berbeda dengan istri. Leni enak diajak diskusi.

K : ya…begitulah. Ah , saya masih cinta istri saya. Kami dikaruniai dua anak yang lucu. Usia pernikahan kami baru enam tahun. Tidak ada masalah dalam hubungan cinta saya dan Nina. Semua baik-baik saja, mulai dari masalah kamar hingga keuangan. Friksi tentulah ada. Sesekali orangtua saya atau orangtua Nina memang bikin kesal, tapi nggak seberapa. Tapi….

T : ya…?

K : Leni beda. Apalagi Leni punya masalah dengan tunangannya yang hingga kini masih menggantung kapan mereka sesungguhnya mau menikah. Leni sering curhat. Awalnya saya hanya mendengar, lama-lama simpati, dan saya suka cara Leni mengatasi masalah. Easy going, berusaha ceria, menganggap setiap orang pasti punya masalah juga. Empati Leni tinggi.

T : intinya, Leni dan Nina beda.

K : mungkin begitu ya?

T : anda sudah memutuskan.

K : belum. Untuk itulah saya kemari.

T : jadi anda bertanya apa yang terbaik.

K : ya…

T : tidak ada yang terbaik.

K : lho kenapa?

T : kalau itu datangnya dari saya. Anda harus memutuskan sendiri. Menikahi Leni, misalnya.

K : bagaimana dengan Nina?     dia…pasti sakit hati.

T : jadi anda berharap bisa dapat Leni, Nina juga, dan tidak ada yag sakit hati? Anda berharap semua kejadian akan berjalan baik-baik saja dengan apa yang telah anda lakukan, dengan apa yang anda putuskan? Anda harus sadar, buat list, kalau mau Leni maka akan kehilangan Nina dan 2 anak, mungkin pekerjaan. Orangtua, dukungan teman, kredibilitas.

K : saya tidak mau kehilangan Nina dan 2 anak saya! Pekerjaan yang sudah saya rintis sekian lama!

T : tapi itu kenyataannya bila anda tetap mempertahankan Leni. Leni bukan Nina! Dia mungkin tidak bisa memberi 2 anak, tidak bisa mendampingi anda seperti Nina.

K : bagaimana dengan …poligami, misalnya?

T : oke. Jadi kapan tepatnya anda akan menikahi Leni. Tak perlu izin ke Nina kan?

K :…..saya belum tau.

T : jadi anda juga belum tahu bagaimana caranya berpoligami. Sudah bilang ke Leni?

K : sempat ada pembahasan ke arah situ.

T : bagus, kalau begitu segera saja libatkan Leni dan Nina…

……………………..

Begitulah kira-kira cara Rational Emotif.

Anda bisa memprediksi apakah lelaki itu pada akhirnya memperistri Leni. Ia yang masih muda, katakanlah sekitar 30 an tahun, sedang dalam masa early adulthood dengan ledakan energi. Benturan dengan realitas setidaknya membuat dirinya berpikir, mau dikemanakan cinta dan perasaanku terhadap Leni, bila ternyata tak ada solusi? Membayangkan poligami yang terus dikawal oleh therapis, bukan keputusan mudah. Menyiapkan 2 rumah, membagi penghasilan, membagi hari, mencoba membayangkan konflik yang muncul; cinta tak selalu berurusan dengan emosi semata. Di titik tertentu, ketika rasio dilibatkan, perasaan mulai tawar menawar.

Teknik Jatuh Cinta

Banyak orang bisa memaksakan diri ’jatuh cinta’ saat terpaksa. Sebut saja terpaksa menikah dengan jodoh pilihan orangtua/ustadz, terpaksa menggeluti pekerjaan X meski minatnya tak disitu. Seorang gadis pernah dites bakat minat, semua mengarahkan pada Literary atau kecenderungan sastra. Orangtuanya mengarahkan agar ia menjadi paramedis, sebab paramedis lebih banyak memiliki lapangan pekerjaan. Meski awalnya tak suka, lama-lama ia mencintai dunia kerja berbau karbol dan perlahan meninggalkan impiannya menjadi penulis atau editor. Ia mencintai dunia kerjanya sekarang, dan berniat melanjutkan studi di bidang yang sama.

Cinta dapat ditumbuhkan.

Bagaimana menghilangkannya?

Selain rational emotif Albert Ellis yang terus menggiring pikiran dan emosi seseorang untuk siap berbenturan dengan realita, ada beberapa teknik yang dapat dilakukan. Kita tidak bicara skala cinta Rubin, mana ada orang jatuh cinta mau di tes psikologi untuk membuktikan seberapa dalam cintanya? Tetapi bila berniat menghilangkan cinta pada seseorang yang bukan pasangan, ada beberapa teknik yang saya coba rangkum dari berbagai sumber. Sebut saja X, orang yang bukan pasangan.

  • Ikat diri dengan rasa bersalah, bawa foto pasangan atau barang kenangan kemanapun, terutama saat di kantor atau bertemu orang yang sedang disukai (X)
  • MSG, musik klasik, love song akan menguatkan perasaan. Bila bersama orang X, hindarkan makan dengan kadar MSG tinggi seperti bakso, mie ayam. Hindarkan pula memutar musik klasik atau love song. Putarlah lagu –lagu yang bersemangat
  • Banyak aktivitas
  • Berdoalah, semoga anda dan X dapat menjadi saudara atau sahabat sejati, tanpa fitnah
  • Membaca Quran. Ingat, cinta adalah emosi. Bacaan quran, mampu menenangkan gelombang otak hingga membuat reaksi kimiawi tak berlebihan, terutama hormon2 yang mungkin bekerja berlebihan saat bertemu X
  • Carilah nasehat bijak, cari pula note-note tentang pernikahan yang banyak tersebar.

Maka simak pendapat Albert Ellis yang kurang lebih demikian.

~berpikir & bertingkah laku irrasional adalah keadaan alami yang menimpa kita semua (termasuk jatuh cinta) maka cobalah menantang gagasan irrasional yang menyebabkan gangguan perilaku~

Ujilah gagasan. Lihatlah, betapa irrasionalnya

(saran untuk teman-teman yang sedang jatuh cinta lagi. Semoga menjadi solusi. Kalaupun Rational Emotif Albert Ellis masih belum pas, semoga ada terapi lain)

Di Co-Pas atas seizin Penulisnya: Sinta Yudisia, Fakultas Psikologi Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

Diposkan pada agama, kontemplasi

Menggunakan dan menempatkan akal secara benar


Ini tulisan yang sangat bagus saya kira, semoga bisa menjadi pelajaran bersama bagi kita, terutama bagi kita-kita yang masih terus mencari kebenaran…

Isra’ Mi’raj Tidak Masuk Akal?

Oleh: Dr. Adian Husaini

DALAM sebuah acara peringatan Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad saw, di Jakarta, pembawa acara menyampaikan narasi, bahwa Isra’ Mi’raj adalah adalah sebuah peristiwa yang harus diterima dengan iman dan tidak bisa diterima dengan akal, karena peristiwa itu memang tidak masuk akal. Mungkin, kita sering mendengar ungkapan serupa; bahwa hal-hal yang ghaib harus diterima dengan iman, bukan dengan akal. Benarkah pernyataan seperti itu?

Ketika itu, saya menguraikan, bahwa peristiwa Isra’ Mi’raj memang tidak masuk di akalnya Abu Jahal. Tetapi, peristiwa tersebut masuk di akalnya Abu Bakar ash-Shiddiq r.a.. Abu Jahal bahkan menjadikan Isra’ Mi’raj sebagai senjata untuk menarik kembali orang-orang Quraisy dari keimanan Islam. Dan memang, sejumlah orang akhirnya keluar dari Islam, karena menganggap cerita Isra’ Mi’raj sebagai kebohongan dan tidak masuk akal.

Tetapi, provokasi Abu Jahal dan beberapa tokoh kafir Quraisy tidak ‘mempan’ untuk membatalkan keimanan Abu Bakar ash-Shiddiq. Beliau cukup berlogika sederhana: Jika yang menyampaikan berita itu adalah Muhammad saw, pasti cerita itu benar adanya. Bahkan, lebih dari itu pun Abu Bakar ash-Shiddiq percaya. Jadi, Isra’ Mi’raj sangat masuk di akalnya Sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq, dan tidak masuk pada akalnya akalnya Abu Jahal.

Persoalan akal mendapatkan kedudukan yang sangat penting dalam Islam. Orang dibebani kewajiban menjalankan syariat jika dia sudah “mukallaf”, artinya, dia sudah baligh (dewasa) dan mempunyai akal. Jika hilang akalnya, maka dia bebas syariat. Itulah karunia Allah! Manusia bisa saja menuntut bebas dari melaksanakan syariat Allah, asalkan mereka sudah kehilangan akal.

Memang, dengan akal-lah manusia dikatakan sebagai manusia. Laulal aqlu la-kaanal-insaanu kal-bahaaim. Begitu sebuah ungkapan Arab yang bermakna: tanpa akal, maka manusia ibarat binatang. Manusia menjadi manusia, karena akalnya, bukan karena jasadnya. Lihatlah, seorang ahli fisika Inggris Stephen Hawking! Meskipun tubuhnya sudah lemah lunglai, terhempas di kursi roda, tanpa bisa berkata apa-apa, jalan pikirannya tetap diperhatikan oleh dunia. Meskipun dia sekular, tetapi dia tetap dipandang sebagai manusia. Akalnya masih ada!

Bandingkan dengan seorang yang masih gagah perkasa atau cantik jelita, jika hilang akalnya, maka hilang pula nilainya sebagai manusia. Karena itu, kita melihat ada hal yang kontradiktif pada kaum sekular yang memandang manusia hanya dari segi fisiknya saja. Tengoklah buku-buku sejarah atau Biologi yang diajarkan kepada anak-anak kita! Tatkala membahas tentang asal-usul manusia, mereka hanya berbicara tentang sejarah fisik atau tubuh manusia. Yang mereka teliti hanya sejarah tulang belulang. Mereka hanya meneliti fosil, karena hanya itu yang bisa mereka lihat.

Mereka tidak mengakui adanya RUH yang justru merupakan inti dari manusia. Sedangkan jasad adalah “tunggangan” RUH. Saat bicara tentang sejarah manusia, maka harusnya mereka sampai pada satu momen penting dari sejarah manusia, yaitu tatkala manusia membuat perjanjian dengan Allah di alam arwah. Ketika itu, Allah bertanya: “Apakah Aku ini Tuhanmu?” maka serentak manusia menjawab: “Benar, kami menjadi saksi!” (QS 7:172).

Itulah sebuah momen penting dari sejarah manusia. Bukan hanya menelusuri sejarah tulang belulang. Sayangnya, kaum sekularis dan materialis tidak mengakui informasi yang berasal dari wahyu sebagai “Ilmu”. Bagi mereka informasi wahyu dianggap sebagai dogma, yang tidak bisa diilmiahkan. Informasi tentang RUH, alam akhirat, dan alam ghaib lainnya, tidak dikategorikan sebagai ilmu. Karena itulah, dalam struktur keilmuan yang banyak dipelajari di sekolah-sekolah atau Perguruan Tinggi sekarang, yang dimasukkan dalam kategori “sains” hanyalah hal-hal yang bisa diindera. Mereka tidak mengakui adanya Sains tentang akhirat, sains tentang sorga dan neraka.

Padahal, dalam Islam, informasi tentang sifat-sifat Allah, tentang Akhirat, adanya pahala dan dosa, tentang berkah, dan sebagainya, merupakan bagian dari Ilmu! Informasi tentang kenabian Muhammad saw, bahwa beliau menerima wahyu dari Allah SWT, adalah merupakan ILMU. Dalam QS 3:19 disebutkan, bahwa kaum ahlul kitab tidak berselisih paham kecuali setelah datangnya ILMU pada mereka, karena sikap iri dan dengki. Jadi, bukti kenabian Muhammad saw adalah suatu ILMU, yakni suatu informasi yang pasti kebenarannya.

Jadi, informasi tentang hal-hal ghaib adalah ILMU dan masuk akal. Sebab, informasi itu dibawa oleh manusia-manusia yang terpercaya. Karena sumber informasinya adalah pasti (khabar shadiq/true report), makan nilai informasi itu pun menjadi pasti pula. Sebenarnya, fenomena semacam ini terjadi dalam kehidupan manusia sehari-hari. Kita percaya, bahwa kedua orang tua kita sekarang ini, benar-benar orang tua kita, juga berdasarkan informasi dari orang-orang yang kita percayai. Karena semua orang yang kita percayai memberikan informasi yang sama – bahwa mereka adalah orang tua kita – maka kita pun percayai, meskipun kita tidak melakukan tes golongan darah atau tes DNA.

Mungkin ada mahasiswa yang berlagak kritis dan rasional dalam segala hal. Dia mau mengkritisi semua hal. Katanya, “Saya hanya percaya kepada hal-hal yang bisa diindera secara langsung atau yang rasional. Di luar itu, saya tidak percaya!”

Kita jawab: “Anda pun tidak kritis pada diri Anda sendiri. Coba tanyakan dengan cara yang sesopan mungkin kepada kedua orang tua Anda, apa bukti ilmiah yang empiris dan rasional bahwa Anda benar-benar anak mereka?”

Seorang mahasiswa tidak akan pernah menjadi sarjana, jika dia bersikap kritis. Saat dosennya menyatakan, bahwa ini adalah rumus Phytagoras atau hukum ini ciptaan Archimides, maka si mahasiswa yang mengaku kritis tadi, harusnya bertanya kepada dosennya, bagaimana Bapak tahu, bahwa rumus itu berasal dari Phytagoras? Bagaimana membuktikannya? Apakah Bapak melihat sendiri? Kenapa Bapak percaya begitu saja.

Saat seorang dosen atau guru fisika menerangkan bahwa kecepatan cahaya adalah 270 ribu sekian km/detik, maka si mahasiswa harusnya bertanya, “Bagaimana Bapak bisa mengatakan seperti itu. Apa buktinya?”

Syahdan, dulu ada seorang ilmuwan di Indonesia yang terkenal sangat rasional dan “Western oriented”. Dia hanya mau menerima hal-hal yang empiris dan rasional. Suatu ketika, sang ilmuwan ini akan balik kampong dan menaiki Kapal Laut. Maka, temannya, yang seorang cendekiawan Muslim mengingatkan dia: “Jika kamu rasional, harusnya kamu tidak naik kapal, tetapi berenang. Sebab, ketika naik kapal, kamu sudah tidak rasional, karena kamu percaya saja kepada nakhoda atau petugas kapal yang kamu tidak kenal sama mereka!”

Tatkala kita menaiki pesawat terbang, kita dipaksa menjadi tidak rasional dan tidak kritis.Saat diumumkan, bahwa pesawat ini akan menuju suatu kota dengan ketinggian sekian, dengan pilot Si Fulan, maka kita pun percaya begitu saja! Padahal, kita tidak kenal sama sekali dengan para awak pesawat, tidak mengecek langsung, apakah si pilot benar-benar pilot atau pelawak.

Itulah anehnya manusia. Kadangkala, mereka percaya kepada dukun yang jelas-jelas mengaku bodho, percaya kepada ilmuwan fosil yang belum tentu jujur, percaya kepada pramugari pesawat yang sama sekali tidak dikenalnya. Tetai, ajaibnya, mereka tidak percaya kepada seorang “manusia” yang kejujurannya diakui oleh bangsanya, diakui oleh kawan maupun lawannya. Bahkan, sejak umur 25 tahun, kaumnya sudah member gelar istimewa “al-Amin”, manusia yang terpercaya.

Jika dukun yang menamakan dirinya sebagai orang bodho bisa dipercaya, mengapa kita tidak percaya kepada Nabi Muhammad saw? Itulah akal Abu Bakar ash-Shiddiq r.a., yaitu akal yang jernih; akal yang sanggup mendudukkan sesuatu pada tempatnya. Saat berita Isra’ Mi’raj itu tiba padanya, maka Sayyidina Abu Bakar cukup menggunakan logika yang sederhana: Jika yang mengatakan itu adalah Muhammad saw, pasti itu benar adanya!

Ada lagi sebagian kalangan yang berlagak kiritis kepada Nabi Muhammad saw, kritis kepada sahabat Nabi dan para ulama terkemuka. “Kita harus kiritis!” katanya. Bahkan, masih kata dia lagi, “Kita harus berani kritis terhadap pikiran kita sendiri!”

Dalam acara bedah Novel Kemi di IAIN Syekh Nurjati Cirebon, 28 Juni 2011, ada seorang mahasiswa bertanya kepada saya: Apa definisi iman, kafir, dan sebagainya?”

Tentu saja, saya cukup keheranan. Bagaimana seorang yang belajar agama Islam pada level perguruan tinggi masih belum tahu, ada definisi iman dan kafir. Saya jawab, “Kenapa kita tidak merujuk saja kepada pendapat para ulama yang mu’tabarah tentang definisi-definisi tersebut? Lihat saja pendapat Imam al-Syafii, Imam al-Ghazali, dan sebagainya!”

Si mahasiswa tadi sebenarnya sedang menghadapi krisis otoritas. Dia menolak otoritas para ulama Islam, tetapi mengakui otoritas Nasr Hamid Abu Zaid, dan para orientalis. Dia lebih percaya kepada pendapat orientalis ketimbang pendapat ulama. Padahal, setiap bidang ilmu selalu menempatkan otoritas-otoritas tertentu. JIka kita belajar Fisika, maka kita diminta menerima otoritas keilmuan yang dimiliki ilmuwan-ilmuwan besar di bidang Fisika. Sama halnya dengan otoritas di bidang ilmu ekonomi, ilmu Sosiologi, dan sebagainya. Ironisnya, saat ini, otoritas keilmuan di Perguruan Tinggi kadangkala diletakkan kepada gelar formal, dan bukan pada kualitas keilmuan seseorang. Meskipun bodoh dan kurang ilmu, tetapi karena sudah bergelar professor maka dia diberikan otoritas keilmuan di bidangnya.

Jika mahasiswa tidak mengakui otoritas keilmuan seseorang, maka dia tidak akan pernah menjadi sarjana, sebab saat menyusun skripsi, tesis, atau disertasi, pasti dia mengutip sana-sini, pendapat-pendapat dari orang-orang yang dianggap mempunyai otoritas tertentu di bidangnya. Saat membahas tafsir UUD 1945, tentu kita lebih percaya kepada tafsiran Prof. Dr. Jimly ash-Shiddiqy dibandingkan tafsiran Inul atau Thukul.

Untuk menundukkan akal manusia agar menerima kebenaran misi kenabian, maka Allah memberikan bukti-bukti nyata berupa mu’jizat pada para utusan-Nya. Dengan itu, diharapkan, akal manusia akan menerima kebenaran yang berasal dari Allah, yang merupakan sumber kebenaran. Jadi, berita tentang misi kenabian adalah suatu Ilmu dan ilmiah. Adalah ironis, jika berita kenabian tidak dianggap sebagai ILMU, sedangkan informasi tentang kehidupan di bumi jutaan tahun lalu, dianggap sebagai ILMU.

Pintu masuk seorang menjadi Muslim adalah “syahadat”: saya bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan Muhammad adalah utusan Allah. Konsekuensinya, seorang Muslim pasti percaya kepada apa pun yang dikatakan oleh Nabi Muhammad saw. Allah adalah sumber ILMU. Allah yang mengajarkan Ilmu kepada manusia, baik yang disampaikan melalui para nabinya, maupun yang diberikan kepada manusia dalam bentuk ilham, dan sebagainya.

Yang jelas, tatkala mendapatkan ILMU, maka kita yakin, bahwa Ilmu itu adalah anugerah Allah. Ilmu adalah karunia Allah. Meskipun manusia bekerja keras, jika Allah tidak menghendaki dia meraih ilmu, maka suatu ilmu tidak akan sampai padanya. Bertemunya upaya manusia dan anugerah Allah akan datangnya suatu makna pada diri manusia, itulah yang dikatakan Prof Syed Naquib al-Attas sebagai suatu Ilmu. Di sini terpadu unsur upaya manusia, sebagai syariat untuk meraih ilmu. Tetapi, pada sisi lain, bagaimana pun, keberhasilan manusia untuk meraih satu ilmu tertentu adalah merupakan anugerah Allah SWT.

Jadi, seorang Muslim adalah seorang yang sangat menghargai akalnya, dan mampu menempatkan akal manusia pada tempatnya. Akal adalah anugerah Allah. Akal digunakan untuk berpikir yang tujuan tertingginya adalah untuk mengenal Sang Pencipta (ma’rifatullah). Pengakuan akan ke-Tuhanan Allah SWT dan kenabian Muhammad saw itulah yang membedakan akal orang mukmin dengan akal orang kafir. Orang mukmin mengarahkan akalnya untuk memahami ayat-ayat Allah.

Orang mukmin paham akan tujuan dan makna hidup yang sebenarnya. Dengan akalnya, orang mukmin paham, bahwa kebahagiaan tertinggi di dunia ini adalah mengenal dan berzikir kepada Allah; bukan menuruti semua tuntutan syahwat. Dengan akalnya, manusia dapat mengenal Sang Pencipta. Dengan akalnya, manusia dapat memahami cara-cara menyembah Sang Pencipta, sebagaimana diajarkan oleh utusan Allah.

Jadi, meskipun sama-sama berakal, ada perbedaan yang mendasar antara akal Abu Bakar ash-Shiddiq dan akal Abu Jahal. Akal Abu Bakar adalah akal yang jernih, akal yang benar (aqlun shahihun), sedangkan akal Abu Jahal adalah akal yang salah, akal yang buruk, akal yang tidak mampu mengantarkan manusia kepada pengenalan Sang Pencipta. Wallahu a’lam bil-shawab. (***).

Bonus:

Ketika akal lebih suci dari kitab,
sebuah kitab tak ada guna tanpa akal,
sebuah kitab kehilangan makna tanpa akal,
bahkan, sebuah kitab tak lagi suci tanpa akal.
Yang sempurna bukanlah kitab,
melainkan akal.
Kalau Tuhan mengatakan manusia sebaik-baik bentuk ciptaan,
itu karena akal, bukan kitab.
Meski semua itu tertulis di dalam Kitab.

Bonus dari sini

Pic dari sini

Diposkan pada kesehatan, kontemplasi, rokok

Apel Haram, Rokok Halal…



Cerita ini dari Mesir. Pencerita bilang dia lagi shalat tahiyatul masjid, khusu’nya keganggu oleh bau asep rokok yang kuat banget, setelah salam dia tahu darimana asal bau itu, dari orang yang bibirnya saja item karena rokok. Dia ngomong ke dirinya, “nanti selesai solat gue mau ngomong ama tuh orang.” Tapi mendadak ada anak kecil sembilan taunan umurnya masuk mesjid, duduk disamping perokok itu. Dan si anak itu mencium bau asap rokok juga, kemudian mereka terdengar ngobrol.

Anak: Assalamu’alaikum paman, paman orang Mesir?

Perokok: ya betul aku orang Mesir.

Anak: Paman kenal Syeikh Abdul Hamid Kisyk?

Perokok: ya kenal.

Anak: Paman juga kenal Syeikh Jaad al-Haq?

Perokok: ya kenal juga.

Anak: Paman juga kenal Syeikh Muhammad al-Ghazali?

Perokok: ya aku juga kenal.

Anak: Paman pernah dong mendengar pendapat dan fatwa-fatwa mereka?

Perokok: ya dengar juga.

Anak: Mereka itu ulama dan syeikh yang berkata bahwa rokok itu haram, kenapa paman menghisapnya??

Perokok: Ngga, rokok ngga haram.

Anak: Haram paman, bukankah Allah mengharamkannya: وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الخَبَائِثِ (Allah mengharamkan yang buruk-buruk bagi kalian) apakah paman waktu ngerokok baca bismillah dan baca alhamdulillah waktu selesainya??

Perokok: Ngga, rokok ngga haram, mana ada ayat al-Quran yang berbunyi وَيُحَرِّمُ عَلَيْكُمُ الدُخَانَ (Allah mengharamkan rokok bagimu).

Anak: Paman, rokok itu haram seperti haramnya apel!!!

Perokok: (sambil marah) Apel haram!!! Bagaimana kamu bisa menghalalkan dan mengharamkan itu.

Anak: Coba paman tunjukkan ayat وَيُحِلُّ لَكُمُ التُّفَاحَ (Allah menghalalkan apel)!

Perokok itu sadar diri dan diam, ngga keluar lagi kata-katanya, seterusnya dia nangis dan waktu solat juga dia nangis. Sehabis solat perokok itu deketin si anak kecil, sang da’i yang nyadarin dirinya, terus janji, “nak, paman berjanji kepada Allah tidak akan ngerokok lagi sampai akhir hidup paman.”

Sumber: http://theonlynelly.wordpress.com/2010/05/13/apel-haram-rokok-halal/

Pic dari: sini

Diposkan pada kontemplasi, korupsi, pemerintah, puisi, salah urus

Mungkin Sekali Saya Sendiri Juga Maling…


Kita hampir paripurna menjadi bangsa porak-poranda,
terbungkuk dibebani hutang dan merayap melata sengsara di dunia.
Penganggur 40 juta orang, anak-anak tak bisa bersekolah 11 juta murid,
pecandu narkoba 6 juta anak muda, pengungsi perang saudara 1 juta orang,
VCD koitus beredar 20 juta keping,
kriminalitas merebat di setiap tikungan jalan
dan beban hutang di bahu 1600 trilyun rupiahnya.

Pergelangan tangan dan kaki Indonesia diborgol di ruang tamu Kantor
Pegadaian Jagat Raya,
dan dipunggung kita dicap sablon besar-besar: Tahanan IMF dan
Penunggak Bank Dunia.

Kita sudah jadi bangsa kuli dan babu,
menjual tenaga dengan upah paling murah sejagat raya.
Ketika TKW-TKI itu pergi lihatlah mereka bersukacita antri penuh
harapan dan angan-angan
di pelabuhan dan bandara, ketika pulang lihat mereka berdukacita karena
majikan mangkir tidak membayar gaji, banyak yang disiksa malah diperkosa
dan pada jam pertama mendarat di negeri sendiri diperas pula.

Negeri kita tidak merdeka lagi, kita sudah jadi negeri jajahan kembali.
Selamat datang dalam zaman kolonialisme baru, saudaraku.
Dulu penjajah kita satu negara, kini penjajah multi kolonialis banyak bangsa.
Mereka berdasi sutra, ramah-tamah luar biasa dan banyak senyumnya.
Makin banyak kita meminjam uang, makin gembira karena leher kita makin
mudah dipatahkannya.

Di negeri kita ini, prospek industri bagus sekali.
Berbagai format perindustrian, sangat menjanjikan,
begitu laporan penelitian.
Nomor satu paling wahid, sangat tinggi dalam evaluasi,
dari depannya penuh janji, adalah industri korupsi .
Apalagi di negeri kita lama sudah tidak jelas batas halal dan haram,
ibarat membentang benang hitam di hutan kelam jam satu malam.
Bergerak ke kiri ketabrak copet, bergerak ke kanan kesenggol jambret,
jalan di depan dikuasai maling, jalan di belakang penuh tukang peras,
yang di atas tukang tindas.
Untuk bisa bertahan berakal waras saja di Indonesia, sudah untung.

Lihatlah para maling itu kini mencuri secara berjamaah.
Mereka bersaf-saf berdiri rapat, teratur berdisiplin dan betapa khusyu’.
Begitu rapatnya mereka berdiri susah engkau menembusnya.
Begitu sistematiknya prosedurnya tak mungkin engkau menyabotnya.
Begitu khusyu’nya, engkau kira mereka beribadah.
Kemudian kita bertanya, mungkinkah ada maling yang istiqamah?
Lihatlah jumlah mereka, berpuluh tahun lamanya,
membentang dari depan sampai ke belakang, melimpah
dari atas sampai ke bawah, tambah merambah panjang deretan saf jamaah.
Jamaah ini lintas agama, lintas suku dan lintas jenis kelamin.
Bagaimana melawan maling yang mencuri secara berjamaah?
Bagaimana menangkap maling yang prosedur pencuriannya malah dilindungi
dari atas sampai ke bawah?
Dan yang melindungi mereka, ternyata, bagian juga dari yang pegang senjata
dan yang memerintah.

Bagaimana ini?

Tangan kiri jamaah ini menandatangani disposisi MOU dan MUO (Mark Up
Operation),
tangan kanannya membuat yayasan beasiswa, asrama yatim piatu dan sekolahan.
Kaki kiri jamaah ini mengais-ngais upeti ke sana kemari,
kaki kanannya bersedekah, pergi umrah dan naik haji.
Otak kirinya merancang prosentasi komisi dan pemotongan anggaran,
otak kanannya berzakat harta, bertaubat nasuha dan memohon ampunan Tuhan.
Bagaimana caranya melawan maling begini yang mencuri secara berjamaah?
Jamaahnya kukuh seperti dinding keraton,
tak mempan dihantam gempa dan banjir bandang,
malahan mereka juru tafsir peraturan dan merancang undang-undang,
penegak hukum sekaligus penggoyang hukum, berfungsi bergantian.

Bagaimana caranya memroses hukum maling-maling yang jumlahnya ratusan ribu,
barangkali sekitar satu juta orang ini,
cukup jadi sebuah negara mini, meliputi mereka yang pegang kendali
perintah, eksekutif,
legislatif, yudikatif dan dunia bisnis, yang pegang pestol dan
mengendalikan meriam,
yang berjas dan berdasi. Bagaimana caranya?

Mau diperiksa dan diusut secara hukum?
Mau didudukkan di kursi tertuduh sidang pengadilan?
Mau didatangkan saksi-saksi yang bebas dari ancaman?
Hakim dan jaksa yang bersih dari penyuapan?

Percuma

Seratus tahun pengadilan, setiap hari 8 jam dijadwalkan
Insya Allah tak akan terselesaikan.
Jadi, saudaraku, bagaimana caranya?
Bagaimana caranya supaya mereka mau dibujuk, dibujuk, dibujuk agar bersedia
mengembalikan jarahan yang berpuluh tahun
dan turun-temurun sudah mereka kumpulkan.
Kita doakan Allah membuka hati mereka, terutama karena terbanyak dari mereka
orang yang shalat juga,
orang yang berpuasa juga,
orang yang berhaji juga.
Kita bujuk baik-baik dan kita doakan mereka.

Celakanya, jika di antara jamaah maling itu ada keluarga kita, ada
hubungan darah atau teman sekolah,
maka kita cenderung tutup mata, tak sampai hati menegurnya.
Celakanya, bila di antara jamaah maling itu ada orang partai kita,
orang seagama atau sedaerah,
Kita cenderung menutup-nutupi fakta, lalu dimakruh-makruhkan dan
diam-diam berharap semoga kita
mendapatkan cipratan harta tanpa ketahuan.

Maling-maling ini adalah kawanan anai-anai dan rayap sejati.
Dan lihat kini jendela dan pintu Rumah Indonesia dimakan rayap.
Kayu kosen, tiang, kasau, jeriau Rumah Indonesia dimakan anai-anai.
Dinding dan langit-langit, lantai Rumah Indonesia digerogoti rayap.
Tempat tidur dan lemari, meja kursi dan sofa,
televisi Rumah Indonesia dijarah anai-anai.

Pagar pekarangan, bahkan fondasi dan atap rumah
Indonesia sudah mulai habis dikunyah-kunyah rayap.
Rumah Indonesia menunggu waktu, masa rubuhnya yang sempurna.

Aku berdiri di pekarangan, terpana menyaksikannya.
Tiba-tiba datang serombongan anak muda dari kampung sekitar.
“Ini dia rayapnya! Ini dia Anai-anainya!” teriak mereka.
“Bukan. Saya bukan Rayap, bukan!” bantahku.
Mereka berteriak terus dan mendekatiku dengan sikap mengancam.

Aku melarikan diri kencang-kencang.
Mereka mengejarkan lebih kencang lagi.
Mereka menangkapku.
“Ambil bensin!” teriak seseorang.
“Bakar Rayap,” teriak mereka bersama.
Bensin berserakan dituangkan ke kepala dan badanku.

Seseorang memantik korek api.
Aku dibakar.
Bau kawanan rayap hangus.
Membubung Ke udara.

Gubahan: Taufiq Ismail

Diposkan pada agama, kontemplasi

Beragama itu memudahkan…


Meski silaturahim dalam waktu yang singkat, banyak sekali penyegaran dan ilmu baru yang didapatkan. Saya dan beberapa teman bertamu ke rumah seorang ustadz yang mengasuh sebuah pondok pesantren di Panggeran, Sleman.

Resume silaturahim tadi malam ke seorang ustadz:

  • Jangan melakukan zihar kepada istri yaitu menyamakan isterinya dengan seorang wanita yang haram dinikahi olehnya selama-lamanya, atau menyamakannya dengan bagian-bagian tubuh yang diharamkan untuk dilihatnya, seperti punggung, perut, paha dan lainnya seperti perkataannya kepada isterinya
  • NII bukan mencuci otak, tapi mengotori otak manusia
  • Dalam beragama harus mempermudah urusan, tidak mempersulit, namun juga tidak memudah-mudahkan
  • Memaafkan lebih baik daripada membalas
  • Munafik tetap diperlakukan sebagai muslim
  • Cap kafir sebaiknya tidak mudah terucapkan, sampai jelas perbuatan mengingkari itu dilakukan berulang-ulang
  • Bila ingin mengetahui pengamalan agama secara nyata, pelajari sejarah hidup (sirah) Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wassalam
  • Perkataan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wassalam lebih kuat hukumnya daripada perbuatannya
Diposkan pada kontemplasi, pernik

Stylish MPer Award – Lebih dalam tentang diri saya


Beberapa lama ga ngempi secara aktif, eh, kok tahu-tahu dapat PR dari mba Romekasari, mba Ratna Susanti, dan mba Ida Chairunnisa Hidayat. Mana PR saya di dunia nyata lagi seabrek nih…hehehe. Tapi demi mereka karena sudah sangat berkenan menghargai saya yang begini ini, yah, di-ikhlash-in deh ngerja’in PR-nya. Mohon maaf klo baru sempat sekarang 🙂

Buat yang belum baca jurnal mereka yang memberikan PR ini kepada saya, silakan berkunjung ke sini:

Intinya sih menurut saya PR berantai ini supaya antar blogger (baca: MPers) bisa lebih mengenal teman mayanya.

Di dunia nyata saya sebenarnya pernah juga melakukan survey untuk mengumpulkan pendapat orang lain (teman kuliah, teman satu kelompok, bahkan ortu saya sendiri), perspektif mereka terhadap diri saya. Benar deh, lebih banyak jeleknya, hehehe… Itu saya lakukan ketika saya akan menikah, ketika saya agak sulit untuk mendeskripsikan diri saya kepada calon istri saya. Jadinya saya butuh pendapat orang lain.

OK saya mulai aja yah… Mudah-mudahan saya bisa mendeskripsikan pribadi saya yang ter-update. Karena orang kan senantiasa berubah ya… 🙂 Dan sepertinya juga pernah saya jurnalkan juga tentang diri saya, lupa naruh di mana….

Pertama, saya mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada sahabat saya di MP, meskipun kita belum pernah kopdar, tapi serasa dekat di hati *halah. Buat mereka yang sudah memberikan kehormatan untuk menulis PR ini: mba Romekasari, mba Ratna Susanti, dan mba Ida Chairunnisa Hidayat. Saya malu sebenarnya dengan mereka yang sering berkunjung ke MP saya, tapi mungkin tidak begitu sebaliknya, mohon dimaafkan ya…. 🙂

Kedua, perkenalkan (hehe…) nama saya Widodo Wirawan, orang bilang saya PUJAKESUMA, Putera Jawa Kelahiran Sumatera. Karena Bapak saya asli Jogja, tapi Mama saya asli Riau. Umur saya sekarang 31 tahun, sudah tidak muda lagi kan :-b
Anak sudah dua, masih mau tambah terussss….. istri, mudah-mudahan cuma satu saja. 🙂

Lalu apa saja yang penting dari saya? emang ada yang penting gitu?
Karena cuma terbatas 8 saja untuk mendeskripsikan diri saya, jangan salahkan saya kalau saya ngawur yah, menggabungkan berbagai hal tentang saya, hahaha….

KESATU, hal yang paling menonjol dari pribadi saya adalah saya orang yang ambisius, keras kepala, tapi juga sangat moody, dan untuk sekarang saya butuh sifat moody saya itu untuk bisa menjalankan hidup ini secara seimbang. Namun akibatnya saya kurang bisa menempatkan berbagai macam hal dalam skala prioritas akibat sifat moody saya yang keterlaluan itu. OK, lah… katakan saja moody itu identik dengan pemalas, tapi saya bukan orang yang gampang patah semangat. Memang saat skala moody saya sudah dalam level parah, saya harus berusaha mengumpulkan tenaga dan merumuskan strategi untuk bisa bangkit dan berakselerasi. (bahasa apaan sih ini….)

KEDUA, saya orangnya egois, tapi untunglah di sisi lain saya masih bisa mengasah sifat pengiba/pengasih saya, ga tahan lihat orang menderita. Tapi itu sekali lagi tergantung level moody saya, hehe….

KETIGA, kata orang yang pernah jadi rekan kerja saya, saya itu sifatnya mbossy, maksudnya senang jadi boss. Tapi sebenarnya saya sering berpura-pura aja ga mau, padahal sebenarnya pengen banget. Saya berusaha agar sifat saya ini bisa diubah dengan sisi lain saya yang care dan berusaha akrab, terbuka, dan sejajar dengan anak buah

KEEMPAT, saya mudah terpicu marah oleh hal-hal yang mengusik harga diri dan yang menyangkut kepentingan saya. Saya terkesan ga takut sama siapa pun, hehehe, macan pun saya TELAN, yah tentu saja kalau saya tersesat di hutan, dan ga ada yang harus dimakan selain macan, hahaha….. Untuk ini saya masih terus mengembangkan sikap mawas diri atau memperkuat insight diri saya. Mencoba melihat segala sesuatu dengan memberikan jeda untuk berpikir secara logis dan berhati-hati. Memang akhirnya saya jadi kurang menggebu-gebu, terkesan lambat dan pilin-plan dalam mengambil keputusan. Tapi saya kira engga juga, bingung kan…? hehe…..

KELIMA, saya sangat obsesif terhadap barang-barang milik saya, mungkin bisa dikatakan saya setia gitu, meski kadang suka pelirak-pelirik. Saya bersyukur sekali dengan sifat saya yang ini. Tapi tidak bagi istri saya, barang koleksi saya yang meliputi barang-barang hobby saya sejak SD masih saya simpan sampai sekarang. Kata istri saya, itu RONGSOKAN, hahaha….

KEENAM, saya pendiam? begitu sebagian besar teman saya yang bilang tentang diri saya. Sebenarnya engga, sekali lagi itu tergantung mood saja. Saya termasuk orang yang paling cerewet dan pantang menyerah untuk berdebat sampai menang. Memang saya ga begitu berminat membicarakan hal-hal yang tidak penting bagi saya, karena kan memang saya egois, hehe…

KETUJUH, saya cuek. Benar sekali, saya luar biasa untuk yang satu ini. Sering tidak peka terhadap lingkungan sekitar. Apalagi bila sedang ada sesuatu hal yang menarik perhatian dan memerlukan konsentrasi saya. Meski pun konsentrasi itu untuk sesuatu hal yang bukan prioritas.

KEDELAPAN, saya sulit konsentrasi, terutama konsentrasi yang sifatnya berkelanjutan, saya mudah mengalami distraksi/pengalihan konsentrasi. Sekilas memang agak bertentangan dengan sifat saya yang ketujuh, cuek itu. Yang saya maknai adalah: cuek saya itu sebenarnya, saya sedang full konsentrasi, hahaha…..

Tuh, kan, banyakan jeleknya kan kepribadian saya, hahaha….

Dan, yang terakhir, dikatakan dalam aturan main, saya harus “balas dendam” kepada 8 (atau 10 nih…) MPers lainnya untuk ngerjain PR ini. Baiklah, dalam hal ini saya menggunakan sikap KEDUA dan KETIGA saya. Saya CUKUPKAN sampai di sini saja. Cukuplah PR ini sampai di sini. OK?! Hehehe….

Diposkan pada curhat, kontemplasi, livinginjogja, pernik

Penting bagi saya: alasan malas ngempi


Tulisan ini menyambung QN saya sebelumnya, mengapa saya mulai kehilangan hasrat ngempi, bahkan hanya untuk sekedar posting comment, jadi mohon maaf klo yang muncul cuma HS saya :-b

Pertama. Saya akui, memang saya punya kebiasaan sangat jelek, super autis (bukan istilah yang tepat memang). Saya ga bisa lepas dari laptop atau komputer. Di kantor selalu berhadapan dengan komputer, bukan apa-apa sih, ya sekedar buat ngempi dan membaca posting teman-teman. Meski kadang saya berusaha untuk multitasking sebagaimana beberapa yang orang lakukan, mata ke monitor, sambil ngempi, baca berita, buat catatan rapat, buka milis, dan sebagainya, sedang telinga berusaha mendengar. Saya sadari kadang saya hilang konsentrasi dan menggangu konsentrasi teman-teman dunia nyata, hehe… Jangan dikata klo rapat, meskipun saya memimpin rapat, laptop jarang sekali ga saya buka. Peduli amat, daripada ngantuk karena habis jaga malam, ngempi jadi “kopi” pengusir kantuk bagi saya. Nah, sejak jadi orang nomor 2 di tempat kerja primer saya, saya khawatir kebiasaan jelek saya itu menjadi contoh buruk bagi teman dan anak buah. Meski saya sebenarnya sudah lama menjalankan kebiasaan buruk itu.

Kedua. Sebagian besar tebakan teman-teman MPer benar! saya dan keluarga sudah bersatu lagi, alhamdulillahalhamdulillah… 🙂 Memang ini yang paling membahagiakan saya. 2 tahun sudah terpisah di antara 2 tempat, Jogja dan Jakarta, bahkan setahun terakhir terpisah antara 3 tempat, Jogja, Gombong, Jakarta. Sejak hari Ahad kemarin istri dan anak kedua saya sudah mendarat di Jogja, sementara saya masih di Jakarta mengawal evakuasi barang-barang istri yang dititipkan ke rumah mertua di Gombong, karena memang ga muat klo harus ditaruh langsung ke rumah di Jogja. Barangnya sudah 1/2 truk. Saya sempat menilik anak pertama saya, Ifa, saat Senin dini hari sampai di Gombong, namun sorenya harus cabut ke Jogja karena saya membawa logistik berupa baju-baju istri dan anak saya yang kedua, Nadifa. Jadi memang Ifa belum bisa ikut ke Jogja, menunggu kami mendapatkan asisten untuk membantu mengasuh anak-anak ketika kami berangkat kerja. Mudah-mudah Ifa bisa segera ke Jogja dalam minggu ini atau minggu depannya.

Entahlah, sampai kapan euforia ini. Saya harus menata ulang semua jadwal saya. Sangat bahagia sekaligus harus sedikit lebih repot karena selama ini sudah terbiasa jomblo temporer, ga pulang 2-3 hari ke rumah pun OK saja, hehe… Untunglah mulai bulan depan saya sudah tidak dapat jatah dinas malam. Itu akan sangat membantu menjaga stamina saya dan memperbanyak waktu kebersamaan saya dengan keluarga, menemani mereka tidur di malam hari. Inilah saat saya masih harus menikmati rasa yang sangat-sangat membahagiakan ini. Yang entah kapan makhluk itu (LDR/LDL) akan merenggutnya lagi, mudah-mudahan tidak!

Pic dari sini