Diposkan pada dokter, kesehatan, politikkesehatan, salahkaprah, yankes

Kampanye No Puyer, Menyesatkan!


Entahlah, siapa yang lebih dahulu memulai kampanye anti pemakaian obat sediaan bubuk (puyer) ini. Dari awal memang sudah aneh saja melihat alasannya yang mengada-ada dan terkesan ada motif bisnis yang melatarbelakangi kampanye ini.

Sayangnya kampanye No Puyer ini sudah sangat menyebar di jagat internet beberapa tahun terakhir, dan di saat terakhir ini malah menjadi booming di media massa elektronik alias dunia pertelevisian dan media massa cetak alias koran.

Aku awalnya udah ga begitu “care” karena sangat kental kesan no evidence based medicine yang relevan dan substansial terhadap kampanye ini. Apalagi dengan jargon lain “Obat Puyer Membahayakan” justru ditangkap oleh orang awam sebagai sesuatu yang sangat menakutkan dan menjadi salah kaprah. Beberapa hari sebelum ini aku  mengikuti seminar yang di adakan oleh sebuah subbagian Ilmu Kesehatan Anak FK UGM (almamaterku), ketika ada peserta menanyakan tentang kampanye puyer ini. Di jawab oleh seorang senior spesialis anak: terlalu berlebihan, bukan puyernya yang salah, tetapi bagaimana prosedur dan etika peresepan obat dan mekanisme pembuatan puyer tersebut. Apalagi sekarang untuk konteks Indonesia tidak banyak obat tunggal  dalam sediaan non puyer, misal sediaan sirup yang bisa diperoleh.

Aku hanya menghimbau teman-teman jangan termakan kampanye no puyer yang menyesatkan ini. Sebagai panduan bagi orang tua ketika berobat ke dokter, jangan takut ketika dokter memberikan puyer. Tapi yang penting perhatikan obat apa saja yang diberikan, fungsinya, cara minumnya, dan reaksi sampingnya. Jika perlu mintalah salinan resep sehingga bila kontrol atau ke dokter lain, dapat dilihat riwayat pengobatannya.

Berikut aku lampirkan beberapa link bantahan terhadap kampanye No Puyer ini, dan beberapa link berisi tips bila harus menerima resep sediaan puyer:

Perdebatan Soal Puyer Tidak Pada Substansinya

Kontroversi Puyer, Membuat Masyarakat Bingung

YLKI: Konsumsi Obat Puyer Masih Dilematis

Puyer Dilarang, Obat Anak Bisa Mahal

IDI : Sesuai Prosedur, Obat Puyer Tak Masalah

—————————————————————————–
Klo gitu aku ikut-ikutan kampanye ah… 🙂

Puyer?? Siapa Takut!!

pic dari sini

166 tanggapan untuk “Kampanye No Puyer, Menyesatkan!

  1. hanya saja dokter tuh macem2 tipe-nya…
    yg sering kutemui..pendiam dan terkesan menyimpan rahasia (apakah begitu kode etiknya)
    misalnya saat saya tanya..apa komposisi puyer, efek samping, dan alasan kenapa harus diberikan ke anak..(hehehe..pasiennya cerewet gini), bbrp dokter gak jelas memberi informasinya..
    buat anak kok coba-coba…;))

  2. ya, gatal aja sih, habis… ada juga ortu pasien yang bertanya tentang hal ini, dan kesannya malah jadi salah kaprah gitu dengan kampanye no puyer tersebut…
    Trimakasih atas perhatiannya 🙂 Salam juga…

  3. Ada sih daerah G dimana Dokternya sangat terkenal dengan obat racikan, ternyata obattersebut racikan dosis tinggi yang memang langsung bikin sembuh. Tapi masalahnya karena sudah konsumsi dosis tinggi, saat ke dokter yang obatnya standar jadi gak sembuh-sembuh (aka. baru senbuh kalo minum obat dari resep dosis tinggi dokter itu saja).

    Dilema memang masalah obat (menurut saya sebagai orang Awam)….

  4. klo bicara benar-benar harus steril…PASTI sangat sulit mas. Jelas obat harus steril, alat juga, nanti juga tangan yang memberi minum obat juga harus steril, sendok untuk obat juga harus steril, tempat penyimpan obat juga harus steril, 😀

  5. memang begitu mba Hani, namanya juga berbagai macam tipe manusi 🙂

    pasien memang harus dididik lebih cerdas, marilah kita dukung untuk memasukkan kurikulum kesehatan dalam sistem pendidikan kita 🙂 jadi jangan golput yah, loh…??! 😀

  6. itu yang susah Bun… 😀

    sehingga dalam hal ini yang harus digalakkan ada sistem pengawasannya, terutama dari pemerintah, misalnya membentuk tim audit khusus mengenai pemberlakukan standar peracikan obat yang baik. Tapi masih lama kayaknya dan masih sangat terbatas geraknya. Jadi untuk awal tetap kekritisan dari pihak pasien yang harus digalakkan. Hal kedua adalah menggalakkan second opinion dari dokter yang lebih dipercaya dan lebih baik ilmunya serta akhlaknya.

  7. Ada beberapa hal yang dikemukakan dalam kampanye anti puyer itu benar. Tetapi dengan melarang puyer secara umum, sama dengan menembak burung dengan meriam. Belum tentu burung mati, pohonnya pasti hancur. Sistem di Indonesia belum mendukung untuk penghapusan puyer.
    Sebagai dokter, kita anggap saja itu masukan untuk lebih berhati-hati.

    Btw, sudah baca buku “MAFIA KESEHATAN” belum? Bagus untuk masukan kita2 ini. Sayangnya penulisnya terlalu emosional. Ya seperti kampanye anti puyer ini.

  8. ini juga sangat erat dengan pola pengawasan yang lemah mas 😦

    dokter itu memang ibarat dewa, susah diberi peringatan… justru malah di-fanatik-i sama pasiennya, walaupun salah. Ada faktor sugesti juga yang kira berperan di sini. Tidak bisa komentar lebih lanjut, kecuali mungkin ada bukti tentang resep obat dengan dosis tinggi tersebut…

  9. wah pak dokter…. saya sih anak diresepin antibiotik buat sakit flu aja udah gak bakal saya tebus tuh obat. Apalagi kl diresepin AB, campur obat2an segambreng yg ntaran digerus masukin kertas. apa iya buat anak2 yg sakitnya flu pilek doank perlu 6 jenis obat yg dijadi satu dalam sebutan puyer…? Alhamdulillah anak saya kalo panas cukup dengan paracetamol sirup dari indofarma yg 3500. malah pernah DSA meresepkan ibuprofen yg ada anak saya yg belum 2 tahun waktu itu muntah2. Jadi yaaa… intinya sih saya percaya gak harus satu gejala penyakit ditangani dengan satu obat. coba kalo flu. ada panas, pilek, batuk, susah makan…. apa iya dikasih obat panas, obat pilek, obat batuk dan vitamin penambah nafsu makan….? saya sih cuma temenan sama paracetamol dan dapur rumah supaya anak semangat makan… afwan nie dok… kalo beda

  10. Benar Din, aku akui itu, jelas ada yang benar. Nah, redaksi kampanyenya yang menurutku terlalu mengada-ngada, kesannya semua obat puyer salah gitu.

    bisa juga ntar kan ada perkiraan, jangan-jangan ini pesanan pabrik obat, supaya melegalkan peredaran obat-obat sediaan mahal, misal sirup dan drop. Wah bisa tekor nanti pemerintah klo seluruh puskesmas harus pensiun dari puyer.

    Belum baca Din…hehehe, malah orang pelosok lebih tahu ya….
    Kapan pulang ke Jogja nih?

  11. iya, mba ga salah, itu memang klo cuma batuk pilek. Tapi tidak bisa di pukul rata. Bagaimana dengan anak penderita TB Paru, Diare Bakterial, Amubiasis, dan penyakit-penyakit anak lainnya. Klo cuma batuk pilek mah ga perlu harus ke Sp. A

    Jadi jangan lihat dari satu sisi saja. Lagian contoh puyer yang mba sebutkan itu memang contoh yang salah. Tapi bukan berarti segalanya harus bukan dengan puyer… 🙂

  12. nah sayangnya praktek yg marak dipuyerin kan yg sakitnya seputaran ISPA, diare, yg sebenernya sakit langganan anak2 dan disebabkan oleh virus. mau dokter di puskesmas, dokter umum di praktek privat, ataupun spesialis anak di rS. emang pasien juga harus pinter kok. mengutip dikau, dokter kadang didewain…. Artinya gini, pasien harus kritis… dokter pun harus siap menjawab ptnyaan pasien tentang obat2 yg diresepin. termasuk siap dengan pmintaan pasien, kalo mereka menolak peresepan obat yg dianggap emang gak perlu.

  13. nah itu statistik di mana tuh? paling cuma ditempat mba… 🙂 puskesmas se Indonesia make obat-nya hanya yang standar-standar aja sesuai protapnya kok… 🙂 klo ga percaya coba ke tempat praktik saya deh…

  14. Ada 2 dokter Anak yg biasa bintang datangin..eyang dokter dan tante dokter..
    Kalo ke eyang dokter,demam batuk pilek,selalu dikasih puyer,and mengandung antibiotik..skalian könsul ya om dokter,2 kali sakit itu obatnya ga diabisin,coz ambunya ragu dg antibiotik..ambunya br paham benar ttg antibiotik di sakit yg ke-2..yg pertama dihentikan karena bintang br 4bln..efeknya apa ya ammu dokter?

    Teruz kl dtg ke tante dokter,konsulnya asyik coz sepaham dg buku yg ambu baca 'wìlliam sears',wkt flu batuk ma diare

  15. Dikasih obat syrup yg ambu engeh sama takarannya..

    Menyikapi 2 dokter bintang yg beda generasi tsbt,balik lg ke kt..qtnya yg hrs kritis..coz ada beberapa dokter yg buru2 mnggl pasien selanjutnya jk selesai ksh resep..dtg cuma timbang disenter truz resep deh 😦

  16. mba, anakku sendiri aja yang udah 8 bulan ga pernah aku kasih obat apa-apa, selain obat penurun panas (waktu imunisasi dulu). Padahal kadang juga batuk dan pilek. Tetap diberi ASI aja dan beri penghangat (minum hangat, kompres hangat), nanti sembuh kok. Mudah-mudahan tidak ada efek deh untuk antibiotik yang sudah terlanjur dikonsumsi….

  17. Diare tidak boleh distop secara mendadak, bahaya, apalagi untuk anak-anak. antibiotik diberikan bila jelas gejala diare bakterial atau amuba dan dikonfirmasi pemeriksaan laboratorium.

  18. Utk yg diare ga distop kok dialit nya(lupa namanya)
    Yg distop 2x puyer yg antibiotik..
    Kapok deh panik kl bintang sakit lgsg nyari dokternya 😦
    Skrg lg khatamin the baby book biar ga gampang panik :-S

  19. kalau fay, memang susah tanpa obat puyer. soalnya, satu kapsul –obat yang biasa dia minum– terdiri dari beberapa obat sekaligus, dalam takaran kecil-kecil. emang ada obat tablet yang ukurannya imut-imut gitu?

  20. slm 6 th kul kdokteran kontroversi udh jd makanan sehari2. jd sy anggap wajar klo antipuyer jd tren,krn byk prktek peresepan puyer yg irasional.sbaliknya jg gtu,klo yg skrg lbh srg dpake sirup zat tunggal shg masy trbebani biaya psti ntar ada kmpanye 'pilihlah puyer' krn lbh ekonomis dll. mknya yg plg bingung awam shg bs tjebak ikut ekstrim kiri/kanan.cthnya pmbhsn antivaksin bbrp saat lalu,ada yg jd ekstrim kan?untung yg bhs ini pak dokter,jd bs mklarifikasi n mnetralisasi ekstrim. sy yakin,mski d atas kampanye pro puyer,pak wid gak mslh kan klo ada ortu psien pintar yg prefer sirup mski sdh djelaskan keuntungan puyer? krn 'ilmu' di atas sgalanya, bukan 'isu'.

  21. Mas Dokter yang Baik,
    apa perbedaan ebm itu dengan evidence based study ?
    Bgm menilai validitas nya ?
    Terus kira2 bagaiman sikap rekan2 di medis terhadap hal itu ?
    Berharap saya bisa memahami lebih dalam.
    Semoga Mas makin sukses

  22. idealnya memang proses pembuatan puyer yang mesti sesuai prosedur, namun apakah pelaksana pelaku proses pembuatan atau pemberian resep puyer sudah sesuai prosedur ?

    kalau bun2 memang ikut anti puyer secara, penyakit bukan selalu harus diobati dengan obat namun justru daya tahan tubuh yang mesti oke, bukankah dari dalam tubuh akan membentuk kekebalan/antibody alami jika penyakit datang ?

    bun2 bicara soal anti puyer untuk anak2 jika batpil only.

    so, no hard feeling 🙂

  23. wah, ada Pak Golom, udah lama ga bersua Pak… 😀

    prinsip EBM dengan EBS sama saja klo menurutku Pak. Semuanya harus di dasarkan bukti ilmiah yang diakui oleh kelompok keilmuan tertentu. Klo menilai validitas tentu harus kita serahkan ke ahlinya Pak, aku ga begitu mengerti soal itu. Dulu sih diajarkan tentang kriteria valid tidaknya sebuah bukti (ada poin-poinnya, harus buka file lama Pak, hehehe…). Terus terang sampai sekarang masih tetap dianjurkan untuk menerima pengobatan yang sudah terbukti secara ilmiah, bukan berdasarkan persangkaan dan sugesti, apalagi testimoni….

  24. kebanyakan obat puyer itu mengandung antibiotik.
    dan yang saya dengar, antibiotik itu sebenarnya tidak perlu banget diberikan untuk penyakit2 tertentu yg ringan. misalnya flu.
    bagaimana tuh Dokter..?
    trus untuk penyakit2 macam apa saja obat antibiotik itu diberikan..?
    saya jadinay bener2 penasaran nih, dijawab via pm juga gak papa deh.. 😀
    *maksa-dot-com

  25. kebanyakan antibiotik? itu kan perlu statistik kan mas… 🙂 seharusnya untuk sakit2 yang bukan disebabkan oleh bakteri tidak perlu memakai antibiotik. Klo harus dirinci jenis penyakitnya, wah, harus ikut kuliah di kedokteran mas, tapi bisa dicari di literatur internet kok… 🙂

  26. ini berdasarkan pengalaman pribadi, anak saya kalo sakit suka diberi obat puyer soalnya dan biasanya kalo saya baca resepnya suka ada tulisan amoxcilin dan sejenisnya.
    saya termasuk pasien yg cerewet, biasanya saya tanya2 sama dokter itu. kalo misalnya batuknya anak saya itu kata dokter karena alergi, maka saya akan tanya buat apa ada antibiotiknya? biasanya kalo saya udah tanya begitu pak dokter menghapus resep antibiotik tsb.
    anak saya yg pertama (2 thn 8 bln) kebetulan alergi debu (turun dari ibunya), kalo tidak sengaja menghisap debu baik ibu maupun anak saya biasanya lsg batuk2. saya sendiri alergi beberapa jenis ikan laut seperti udang, rajungan dan ikan tongkol, hanya gejala alerginya berupa biduran (bentol2 dan gatal2).

  27. dear mas widodo… sebelum menulis ini jurnal ada baiknya istighfar dulu ya…
    semoga dosa dosanya diampuni 🙂 agak gak sesuai tuh sama bannernya mencoba memberikan yang terbaik tapi kok menuduh orang (maap saya termasuk yang mengkampanyekan anti puyer) menyesatkan. Naudzubillahimindzalik. Fitnah jauh lebih kejam dari pada pembunuhan loh mas. Ingat ya semua perkataan itu dicatat oleh malaikat loh. Urusannya bukan cuma dengan sesama manusia, tetapi juga dengan Allah sang pencipta. Jadi banyak banyak istighfar ya mas.

    sebenarnya apa sih keberatannya kalau gak ada puyer?

    Apa bisa disebutkan obat-obat yang tidak ada sediaan sirupnya atau dosis anaknya sehingga harus diberikan dalam bentuk puyer?

    TBC? hmmm sepertinya paket kombi/fixed dose untuk anak ada ya… kalaupun sampe gak ada salah siapa? salah yang tidak bikin puyer? salah bagian pencatatan dan pelaporan dan pengadaan dong bukan? TBC kan tanggung jawab pemerintah

    kasus lain?

    gagal jantung? sindroma nefrotik? kelainan kongenital? penyakit berat lainnya? itu one in a million… tapi puyer is the last choice!!! tapi bukan berarti mengexcusekan puyer

    hanya bila tidak ada dosis anak, dan dengan catatan tidak ada sediaan pediatrik
    dengan catatan obat tersebut dihancurkan ketika akan digunakan bukan dibuat bubuk dengan menggunakan mortar

    ada baiknya sebelum menulis mas widodo belajar lagi farmakologi dan farmakokinetik ya, jadi tidak menyampaikan pesan yang salah apalagi sampai memfitnah kami menyesatkan

    jaman sudah maju mas… sediaan obat sudah banyak
    apa yang mau dipuyerkan?
    parasetamol lah tablet pediatrik ada, sirup juga ada
    bukan cuma masalah isi mas puyer itu tapi masalah proses juga perlu dipertanyakan

    apa batuk pilek yang cukup banyak minum perlu diberi puyer batuk pilek
    apa diare akut yang cukup perlu diberi puyer diare
    apa setiap demam perlu puyer demam yang notabene parasetamol sirup juga ada

    jadi tujuan pemberian puyer ini arahnya kemana?
    apa merugikan kalau dihentikan?
    lalu apa untungnya?

    bisa menjamin interaksi obat? bisa menjamin higin obat? bisa menjamin homogen obat? bisa menjamin tidak ada perubahan farmakodinamik dan farmakokinetik obat? bisa menjamin tidak tercampur dengan obat lain?

    Mas… teman saya di papua nggak pakai puyer loh mas… itu daerah terpencil akses obat susah… butuh parasetamol ya kalau gak sirup ya yang tablet tapi dihancurkan sendiri.. kebetulan saja sediaan parasetamol cukup stabil dihancurkan
    tapi obat obat yang lain tidak

    mas semakin berat penyakit orang semakin hati hati memberikan obat, sayang TBC dianggap remeh semakin banyak orang yang di TBC-kan dengan mendapat puyer OAT

    tapi penyakit ringan seperti diare akut, common cold, fever ec viral infection, anak diberondong dengan segala jenis macam obat yang terdapat dalam puyer

    mas.. jadi dokter itu amanah loh mas, tanggung jawab sama Allah juga. Saya berani mengatakan tidak untuk puyer, karena saya takut melanggar amanah yang Allah berikan kepada saya.

    Amanah untuk menyampaikan yang seharusnya.
    Amanah untuk meningkatkan keilmuan saya.
    Amanah untuk berbicara berdasarkan fakta/keilmuan.
    Amanah untuk tidak menyesatkan pasien saya

    mas bisa bayangkan betapa keras organ hati dan ginjal untuk satu jenis obat yang diberikan, apalagi lebih dari satu jenis pada satu waktu yang bersamaan, belum lagi risiko interaksi obat yang mungkin terjadi

    kalau saya menjauhi puyer, itu supaya saya tidak mendulang kesalahan yang sama

    saya tidak mau menabur benih benih racun di anak anak yang tidak berdosa
    tujuan pengobatan itu sebenarnya apa kuratif atau simtomatik, kalau bukan kasus berat mengapa juga anak anak harus dibebani dengan obat obatan simtomatik yang terdapat didalam puyer

    mas kembali ke hati nurani mas deh sekarang ya… coba sebelum berbicara lebih banyak lagi banyak banyak belajar lagi ya
    coba gunakan

  28. note: puyer untuk kasus berat itu jarang digunakan lebih banyak untuk kasus umum, itulah concern kami karena puyer yang pada kasus ringan inilah yang sering disalahgunakan, kasus berat hanya kecil sekali yang terpaksa harus diberikan dalam bentuk bubuk, dan itu tadi pada penyakit berat dokter biasanya lebih hati hati jadi tidak akan sembarangan memberikan obat

    makanya sebelum menulis macam macam kenalan dulu ya…. atau belajar dulu deh yaa

  29. Anak saya juga pernah menjadi “korban” polifarmasi. Saya sangat…..sangat menyesal pernah memberikan obat2an tsb pd anak saya. Bukannya sembuh ehh malah menimbulkan penyakit lainnya. Krn ketidakmengertaian saya AB diberikan terus menerus selama 3 minggu untuk penyakit yg bukan disebabkan oleh bakteri. Saya setuju dengan apa yg dikemukakan oleh dokter Ian & bunda mamat.

  30. Anak saya juga korban polifarmasi niy, dia diopname 3 kali karena ISPA di bom AB dan puyer yang berderet, betapa bodohnya saya yang pasrah aja kala itu, dan saya menyesal sampai sekarang.

    Biarlah masyarakat yang menilai, masyarakat Indonesia skarang sudah cerdas, dengan adanya kampanye ini ada edukasi yang disampaikan. Saya sendiri sangat bersyukur ada kampanye ini, tentu saya sebagai orang tua dan masyarakat menginginkan kesehatan yang terbaik, smoga Allah melindungi rakyat Indonesia, amin.

  31. Aku TETAP tidak setuju dengan kampanye No Puyer yang dipukul rata. Sudah aku kemukakan alasannya.

    Mengenai penyakit-penyakit sederhana aku setuju dan sudah aku kemukan juga.

    Sampai sekarang pemenuhan obat saja di puskesmas dan beberapa instansi kesehatan lain masih sangat terbatas, memang ini tugas provider atau pemerintah, tapi inilah kenyataan yang ada, masa' harus menutup mata? Dokter Ian memakai alasan orang Amerika “memaksa” orang Indonesia harus meninggalkan puyer, ada dugaan kuat (mudah-mudahan salah) akan ada infiltrasi bisnis baru sediaan obat-obatan anak yang lebih reliabel dengan sediaan yang cocok buat anak. Harga obat akan melambung tinggi dan orang akan semakin malas membawa anaknya ke dokter, akibat lebih lanjut akan berdampak kepada menurunnya status kesehatan masyarakat. Kalo Dokter Ian menyuruh aku belajar, terimakasih sarannya, Dokter Ian juga harus pandai-pandai dan lebih banyak lagi melihat status kesehatan secara global, tidak parsial berdasarkan pendapat blok-nya saja.

    Lihatlah akibat “MENYESATKAN” yang terjadi ketika kampanye NO PUYER dilangsungkan. Banyak resistensi salah kaprah dari masyarakat awam. Iyalah kalo orang berpendidikan dan melek internet seperti teman-teman MP di sini, tidak masalah. Kasus sederhana saja yang aku temukan: seorang anak diberi antibiotik sirup pada keluhan panas dan satunya lagi puyer panas dan pencegah kejang (rumatan). Ortu anak malah hanya meminum sirup antibiotiknya (yang mungkin saja tidak diperlukan). Kasus lain, ketika dokter masih banyak yang belum paham dan berkomunikasi jelek kepada pasiennya, terjadi penolakan ketika diberikan puyer, akhirnya ortu lebih memilih anaknya sakit tidak diobati, padahal tidak ada sentra layanan kesehatan yang lebih dekat. Inilah fakta lapangan, tidak untuk dimaklumi tapi untuk dilhat dan dipertimbangkan secara bijaksana, tidak dipukul rata.

    Lagian kampanye puyer yang mengatakan bahwa HANYA di Indonesia yang masih keukeh dengan puyer adalah keliru besar. Teman di Jepang dan Australi masih melihat pentingnya sediaan puyer dan masih banyak beredar. Pasti juga masih ada di negara lain, dunia ini luas kan.

    Masalah interaksi obat: tidak ketika dipuyer saja interaksi kemungkinan akan terjadi, ketika diminum bersamaan pun obat kemungkinan akan berinterkasi. Jadi jangan menggeneralisir masalah.

    Masalah efek samping obat juga tidak menjadikan si pasien tidak boleh mengkonsumsi obat tersebut, yang penting dipertimbangkan faktor manfaatnya dengan mewaspadai efek sampingnya. Semoga para MPer bisa melihat secara lebih realistiis tidak bersikap ekstrim dan bahkan menuduh aku telah memfitnah (wah, ga pernah aku sebutkan siapa yang aku fitnah, innalillahi…)

  32. Konteks polifarmasi berbeda dengan konteks No Puyer (ini juga salah kaprah yang banyak terjadi) seolah olah klo puyer pasti polifarmasi. Polifarmasi bisa terjadi di dalam sediaan sirup, sedian cream, sediaan tablet, bahkan sediaan injeksi. Klo ibu menjadi korban polifarmasi harusnya bukan puyernya yang “ditembak” tapi transparansi dokter dalam memberikan obat.

  33. kalo dr. widodo emang mau terus ngasih puyer ke anak-anak, saya berharap dokter mau selalu standby untuk ditelpon dan standby untuk didatangi pasien yang sama lagi… biar kejadiannya gak kayak anak saya yang tidur terus (letargi) abis dikasih puyernya… udah panik sambil telpon apotik, obat apa yang dikasih karena saya gak minta copy resepnya…petugas apotiknya cuma bilang balik lagi aja ke dokternya, bu…. lha gimana mau balik kalo dokternya abis meriksa anak saya langsung cabut ke jogja buat seminar???
    saya berhentiin tuh puyer, akhirnya anak saya sehat lagi…
    duh, masih mau bilang puyer itu murah?
    mungkin lupa ngitung transport bolak-baliknya ke dokter…
    saya juga berdoa, dokter mau menjawab pertanyaan dari orang tua dan bisa menjelaskan obat apa yang diberikan kepada pasien… supaya ada transparansi…
    karena selama ini, kalo saya pergi ke dokter anak dan gak siap-siap pertanyaan, saya bakal dicuekin aja… kalo saya anya apa penyakit anak saya, dengan santainya dijawab…ooo..gak papa kok…
    trus kalo saya tanya…obatnya apa aja dok…ooo ini buat nurunin panas, ini buat batuknya….
    apa itu ya yang dimaksud transparansi….
    semoga sukses memberikan yang terbaik ya, dok…
    dan saya harapkan memang yang terbaik saja yang diberikan…

  34. Sekali lagi: konteks polifarmasi berbeda dengan konteks No Puyer seolah olah klo puyer pasti polifarmasi.

    Apa benar anak ibu cuma kena ISPA? perlu ditelusuri lebih lanjut, tidak bisa komentar…

  35. pak dokter wid, sejalan dengan argumentasi Anda mengenai perlunya data statistik, apakah mungkin bisa ditunjukkan data statistik di Jepang dan Australia yang masih menggunakan puyer? Atau di negara lain, yang menurut Anda, pastinya masih menggunakan puyer? Jadi jangan timpang juga dunk ya, kalau memberikan argumentasi.

    = just my 200rups =

  36. kebetulan saya termasuk dokter yang senantiasa bersedia untuk ditelepon 🙂

    terus terang juga: kadang komunikasi saya juga jelek kepada pasien bila kondisi fisik tidak memungkinkan, dokter Indonesia pasti amat-amat sulit ketika harus meladeni pasien sampai sedetil-detilnya karena berbagai faktor (sudah saya tuliskan di jurnal dahulu) bisa baca di http://subhanallahu.multiply.com/journal/item/12/Dokter_pelit_ngomong (ada Dokter Ian juga yang nimbrung di sana… :-D)

  37. Polifarmasi sewaktu kasus saya diberikan dalam bentuk sediaan puyer, dok. Beberapa macam obat digerus menjadi satu & disatukan lagi didalam 1 botol syrup. Jd pemberiannya tinggal dikocok aja tuh syrup & langsung diberikan pada anak. Apakah pemberian obat begitu tidak menimbulkan efek samping ?? Nyatanya anak saya bukannya sembuh malah timbul penyakit lainnya juga setelah saya stop semua obat2an tsb dlm 2 hari dia segar bugar kembali. Bagaimana dengan itu ??

  38. saya cuma bisa berdoa…
    agar dokter widodo dibukakan matanya oleh Allah SWT

    susah ya dok kalau sudah berpikiran menyempit untuk dampak yang besar

    dok ngomong statistik ebm… tercerminkah dari jawaban dokter?

    dari amerika itu bukan infiltrasi sesat tapi untuk menjamin kualitas pelayanan mereka

    dokter, kasus apa di puskesmas yang sampai segitunya membutuhkan puyer

    dokter yang memulai dokter yang menjawab

    silahkan monggo

    kalau saya jadi dokter saya malu dengan diri saya yang berani nulis panjang lebar dengan argumentasi yang tidak masuk akal

    kali ini nulis di wikimu mungkin besok di wikipedia akan ditulis juga tentang puyer
    dan dunia akan tau dan tertawa terbahak bahak… masya Allah

    saya jadi ingat pesan teman saya: nabi waktu berdakwah dilempari kotoran, ya mungkin ini yang sedang dialami oleh saya dan teman teman saya, saya tau saya bukan nabi tapi dokter tau kan maksudnya apa

    dokter… seperti yang saya bilang dokter bilang kampanye antipuyer menyesatkan itu fitnahnya dok…

    *yang bukan cuma sekali dua kali ditertawakan oleh sejawat ekspat gara gara puyer*

    dokter contoh kasusnya yang tidak tepat.. apa perlu puyer panas rumatan???? dok diazepam atau luminal dengan parasetamol tuh bahaya
    kejang demam itu diobati saat kejangnya saja

    makanya saya bilang dokter belajar lagi ya sebelum ngomong ini itu, kasih contohnya saja salah kok supaya jadi ketauan siapa yang sebenarnya menyesatkan

    kalau memang sakitnya disebabkan oleh infeksi bakteri yang minum antibiotiknya saja, kalau memang demam ya parasetamol tok

    Ya Allah dok nulis ini sambil istighfar berkali kali lo

    dok seperti yang saya bilang…. di papua sana teman saya berhasil tanpa puyer…
    artinya apa asal ada kemauan ada jalan

  39. Hehehehehe……sebenarnya gak banyak penyakit yang perlu obat-obatan segambreng. Contoh: batuk pilek demam. Kecenderungannya ya, kalo demam flu aja, dokter hobi ngasih heptasan, luminal di resep puyernya, belum lagi ketambahan CTM (anti alergi). Banyak bener kan? Padahal flu biasa jika demam kan cuma perlu parasetamol saja (ada yg bentuk sirup dan juga tablet kecil2), sebetulnya kenapa jadi marak trend no to puyer, soalnya, banyak resep puyer yang irasional. Obat yang dikasih terlalu berlebihan. Tentu saja, tidak berbicara untuk penyakit2 yang gawat ya…..Toh kasus paling banyak penyakit di anak2 balita adalah common cold dan diare, yang tentu saja tidak perlu puyer.

  40. Wah-wah pak dokter, saya aja pasien tahu klo puyer tuh lebih banyak bahayanya/resikonya..lha kok panjenengan malah bilang No Puyer tuh menyesatkan…weleh2..
    jadi inget anak saya ketika diberi puyer karna diare bukanya sembuh tapi diare terus menerus..setelah puyer dihentikan anaku malah sehat walafiat.
    sampai sekarang anti deh sama Puyer
    Mbok dipenggalih dulu pak Dokter kalo ngendiko
    Suwun

  41. yang mayoritas terjadi disini dok (bahkan, saya liat di tagihan asuransi di kantor., angkanya 100%) puyer itu identik dengan polifarmasi. bagaimana dengan ini?

    yang paling tepat dari ini semua adalah pengobatan yang rasional, tidak polifarmasi, tapiii… apakah masyarakat umum (yang gak punya akses spt para MPers) sadar kalau dalam puyer itu isinya lebih dari 1 obat? seperti yang kita lihat di tayangan RCTI, mereka ngertinya cuma 1 obat aja kan?

    maaf ya pak dokter.. pak dokter gak pernah meresepkan puyer buat pasien-nya kan? saya yakin.. pak dokter akan men-treat pasiennya seperti pak dokter men-treat anak pak dokter saat sakit. beruntung sekali pasien pak dokter yang cuma dapet paracetamol (bukan bermerk pula) buat kasus ISPA…

  42. pak dokter bilang: “Teman di Jepang dan Australi masih melihat pentingnya sediaan puyer dan masih banyak beredar. ….”

    Maaf pak Dokter, pak dokter bisa memberikan data statistik di Australia yang masih melihat pentingnya sediaan puyer dan masih banyak beredar?? Kebetulan saya tinggal di Australia dan bekerja dilingkungan tertiary education (diploma/degree), project terakhir saya adalaha e-learning virtual hospital (project e-learning untuk pendidikan di 5 rumah sakit besar di negara bagian victoria, salah satunya western hospital). Selama saya tinggal disini dari tahun 1993 saya belum pernah menemukan data statistik yang menerangkan bahwa Australia masih melihat pentingnya sediaan puyer dan masih banyak beredar. Sejauh pengalaman saya… dari 10 kali ke dokter mungkin hanya 1 kali diberikan resep obat karena memang diperlukan obat (lah kedokter mah juga cuma buat minta surat keterangan sakit karena memang tahu gak bakal dikasih obat wong viral biasa), kalo hanya sekedar GE, common cold, viral infection ya disuruh pulang lagi, hanya cairan dan istirahat.

  43. note ya… puyer adalah obat jadi yang digerus bukan obat bentuk bubuk….

    aduh bahagianya saya hari ini… banyak yang melek
    alhamdulillah….

    ayo mas wid… saya masih berdoa lo supaya tetap dibukakan matanya

  44. di jepang ada puyer tapi pabrikan dosis sudah disesuaikan dan memang kerja obat sesuai dengan bentuknya

    note lagi kakak saya, teman saya, banyak yang tinggal di jepang

    jepang termasuk pelayanan kesehatan yang kurang baik (pengalaman pribadi ketika ponakan saya sakit dan di bom antibiotik spektrum tinggi) tapi gak ada puyer

    masa mau berkaca sama yang jelek sih gimana mau maju

    bangladesh dan india udah free powdered drug/obat yang dihancurkan sudah lebih lima tahun yang lalu

    untuk tingkat regonal asia (hmmm kita masuk asia apa ya hehhehee), sistem obat terakhir bangladesh masih jadi juaranya karena regulasi obatnya strik banget dan obat esensial yang beredar sedikit sekali dan tentunya no puyer

    secara ekonomi apa kita lebih buruk dari bangladesh sehingga harus membuat puyer

    aduh maap ya jadi ngoceh begini

    just try to open your eyes mas wid…

    ya cuma Allah yang bisa sih…

    maap yaaaa

  45. sepertinya yg paling tidak dipahami adalah fenomena (rangkaian kasus) dan pemberitaan media mestinya dibedakan. Saya sih lebih melihatnya sebagai kelemahan komunikasi kesehatan di Indonesia, terutama arus informasi dan berita ttg dunia medis di media massa….terus mas Wid dan teman2, terus berdiskusi dan berdebat untuk mendapatkan kebenaran

  46. ya, kenyataan ditempat Bapak bisa saja begitu, tapi tetap tidak bisa puyernya yang harus disalahkan. Puyer ibarat pisau bermata dua, satu matanya bisa untuk membunuh, mata lainnya bisa untuk menyembuhkan. Bisa dicari deh analogi lain. Klo puyernya aja udah dilarang kenapa engga dilarang saja sekalian sentra kesehatan yang masih mengeluarkan puyer? (sorry, ekstrim banget….). Tips terbaik menurutku adalah pasien tetap aware dengan pengobatan dari dokter. Jangan semata-mata keran puyer trus pengobatan itu ditolak. Puyer masih tetap diperlukan bila belum memungkinkan untuk pindah kelain sediaan. Tidak ekstrim dipukul rata No Puyer. Mohon dimaklumi.

    Aku jelas masih meresepkan puyer untuk kondisi tertentu. Bahkan pernah ada ortu yang komplain tentang puyer, terus saya jelaskan secara rasional (dengan alasan yang aku sudah sebutkan), dan alhamdulillah dia terima dengan baik. Kebetulan di tempat saya tidak banyak sediaan pediatrik yang bisa menjadi pilihan untuk semua pasien. Apalagi bila sudah berkaitan dengan berat badan anak yang “nanggung”, dosisnya akan sangat sulit menyesuaikan bila tidak dipuyer.

  47. Aduuhhh, udah banyak banget yang nanggapi… ;-D mohon satu-satu ya, kan aku ga harus konsentrasi ke sini terus, mohon maaf bila tidak bisa memuaskan semua. Ini hanya diskusi untuk pencerahan yang lebih baik, semua terpulang kepada pendapat masing2, selama alasan yang digunakan rasional dan ilmiah. Kontroversi tetap akan ada….

  48. sy mamanya caira, waktu caira umur 1 tahun pernah diberi puyer oleh dokter(padahal cm gatal), sebelumnya sy tidak tahu akan diberi puyer, ternyata malah muntah2 karena pahitnya luar biasa…kasian sekali umur 1 tahun hrs menelan pahitnya puyer…
    dan setelah tahu proses dan dampak dari puyer, saya sangat setuju apabila kita skrng meninggalkan puyer…..
    knp ya susah sekali meninggalkan kebiasaan ini….tradisi?? pengalaman dokter?? wahhh skrng zaman sudah semakin berkembang, masih akan tetap dng tradisi lama?? tetapi knp tidak ada pengawasan dlm proses dan standar pemberian puyer ini?
    maaf saya memang awam masalah kesehatan, tetapi miris juga dng keadaan ini..

  49. iya, efek media itu seringnya hiperbolik, alaih-alih mencerdaskan masyarakat, malah membuat masyarakat awam bingung sendiri dan salah ambil poin pentingnya. Salah-salah pihak ketiga bermain di air keruh…

    Aku sudah pernah mengkonfirm teman-teman yang pro No Puyer untuk menyediakan alternatif bila kampanye No Puyer dilakukan secara agresif dan tanpa kompromi begini. Ternyata tidak ada tanggapan, malah menyerang balik dan tidak memberi pencerahan…. ikutilah jalan tengah, mencoba membenturkan idealita dengan realita, tidak semata-mata memaksakan idealita dengan mengorbankan hal yang lebih besar, yaitu status kesehatan masyarakat (miskin).

  50. hmmm jalan tengahnya yaitu para dokter hanya memberikan obat2an yg emang diperlukan saja. Dokter juga bisa lebih bertranparansi & mau lebih memberikan waktunya dalam berkonsultasi dengan pasien. Bisakah itu terjadi sementara pasien sudah menumpuk diluar ??

  51. Wah, menarik nih, tapi most cases penyakit anak2 kan gak perlu puyer tho. Jadi saya masih bingung dengan statement mengorbankan hal yang lebih besar, yaitu status kesehatan masyarakat miskin. Yang bagian manakah yang dikorbankan, pak?

    Contoh nyata, saya beberapa waktu lalu sakit perut, demam, dan mual, diberikan obat segambreng, antibiotika tidak ketinggalan. Yang saya minum hanya obat maag dan penurun panas, besok harinya sudah oke, karena saya yakin, sakitnya saya hanya karena makan sambel kebanyakan, tidak ada hubungan dengan bakteri. Nah sakit2 model kayak saya itu banyak terjadi. Belum lagi yang batuk pilek. Nah, untuk masyarakat baik miskin maupun kaya, jelas gak perlu obat segambreng dan antibiotika jika belum ada justifikasi yang jelas.

    Mungkin jika biaya dokter lebih murah dan tidak gampang memberikan obat-obatan yang tidak perlu, maka cakupan pelayanan kesehatan bakal lebih luas, mencakup juga masyarakat miskin.

    Oh ya, satu yang PRIORITAS dibenahi dari masyarakat miskin adalah SANITASI. Suami saya pernah ikut pelatihan untuk sosialisasi wc yang baik, simple saja, bagaimana menghentikan masyarakat buang hajat di kali, ladang, sawah, dan halaman rumah. Ini saja dibenahi, maka pak dokter pasti tahu berapa penyakit dan berapa uang yang bisa di-save. Pencegahan pemberian obat-obatan yang tidak perlu, apalagi puyer.

  52. copy paste salah seorang yang pastinya saya jamin tahu lebih banyak tentang obat dibanding saya

    Eva, catur and all,

    Kalo gw boleh sharring pengalaman gw di bag Farmasi sebuah perusahaan
    bertaraf International yg baru aja gw tinggalin.

    Disana, para dokter n management terutama bule/expartnya.

    Marah betul kalo kita buat puyer, alkisah awalnya penolakan puyer sekitar
    belasan tahun lalu sblm gw masuk.

    Stl gw nanya lebih detail dgn dokter kepala n expart dokternya.

    Mereka punya beberapa alasan mengapa tidak boleh dibuat campuran berupa
    puyer atau capsul:

    1. Puyer tidak menjamin pembagian obat secara merata dan sama (homogen) di
    setiap masing2 puyernya.

    2. Bila terjadi reaksi alergi, akan lebih sulit mengetahui dr bagian obat
    yg mana yg jd penyebabnya.

    3. Puyer sering tidak mengindahkan interaksi dari masing2 obat bisa diminum
    secara bersamaan atau waktu yg berbeda.

    4. Tidak menjamin kebersihannya, walau mortil dan lumpang sudah dibersihkan
    bahkan pakai alkohol.

    5. Apalagi bila ada sediaan tablet yg higroskopis (mengandung air) dan
    harus dipuyer, apa bisa menjamin jml dosis yg diperlukan sama pd saat akan
    diminum?

    Karena alasan2 tersebut makanya di tempat gw dah ga pake puyer / kapsul
    campuran lagi sejak belasan tahun lalu.

    Gw setuju,…karna gw tau sendiri dan gw jg seorang ibu yg punya 2 anak.

    *Salam,*

    *SISCA-PUTRI*

  53. Hmmm bener ya… jawab pernyataan mas ini mesti banyak banyak baca istighfar

    mas…

    apa yang dikorbankan

    pertanyaan dari bundanya mamat mengenai angka statistik penggunaan puyer di australia belum dijawab

    pertanyaan saya seberapa besar pasien miskin yang butuh puyer belum dijawab

    terus dengan sangat percaya diri mas menyatakan jangan memaksakan idealisme dengan realita

    mas… istighfar ya mas… jangan mengajak orang masuk jurang bareng bareng

    tadi baru saja ada yang komen tulisan mas ini gak jelas tujuannya mau mencerahkan tapi gak tau arahnya kemana (sebelum lupa :D)

    mas….

    saya bilang sekali lagi teman saya yang dipapua masyrakatnya kurang miskin apa lagi mas… sendal aja barang mewah, tapi bisa gak pakai puyer

    mas sangat salah kalau puyer dihubungkan dengan masyarakat miskin

    di puskesmas karena terbatasnya maka sedikit sekali obat yang bisa dipuyerkan dan biaya yang harus dikeluarkan juga lebih sedikit
    tapi apa iya harga murah yang ditawarkan menjamin perlindungan dari risiko yang ditimbulkan oleh puyer

    lalu bagaimana kenyataannya dengan masyarakat kelas atas yang diberi resep puyer
    apa iya tidak mampu beli obat sehingga diberikan puyer yang harganya 50 – 500.000 untuk satu jenis puyernya
    apa iya menjadi masyarakat kelas atas harus menerima risiko yang ditimbulkan oleh puyer juga
    itu kalau harga yang menjadi dasar pertimbangan mas wid yaa

    apa iya biaya yang dikeluarkan hanya berapa rupiah yang dibayarkan, lalu biaya waktu, biaya kerusakan organ, biaya timbunan racun apa itu juga tidak dpikirkan

    mas… sekali lagi open your eyes and open your heart

    kalau niatnya menolong jangan setengah setengah yaaa dan sekali lagi pakai ilmunya

  54. berarti kan tidak harus say no to puyer untuk semua? pukul rata itu yang salah besar… so kenapa ga itunya yang dijelaskan? malah menyalahkan puyernya.

    terimakasih sudah disuruh belajar… 🙂

  55. sebenarnya apa sih keberatannya kalau gak ada puyer?

    Apa bisa disebutkan obat-obat yang tidak ada sediaan sirupnya atau dosis anaknya sehingga harus diberikan dalam bentuk puyer?
    ————————————————————————————

    Ya jelas berat dong mba klo puyer sama sekali tidak diperbolehkan, untuk kasus berat badan nanggung ada solusinya ga? misal berat anak 35 kg dengan demam serta penyakit asma yang lagi kumat (ah, masih kasus biasa kan?) atau anak dengan berat di bawah 10 kg, aku kira sangat terbatas sediaan obat yang ada. Ini ditempat aku sendiri, apalagi ditempat terpencil sana (sudah aku konfirmasi dengan temantemanku yang juga banyak ditempat terpencil, bahkan sangat terpoencil di pulau kecil…). Mau di kasih sediaan tablet biasa, terus disuruh gerus sendiri di rumah oleh ortunya? apa ga lebih fatal kesalahan yang kan terjadi?

    ————————————————————————————
    kalau saya menjauhi puyer, itu supaya saya tidak mendulang kesalahan yang sama
    ————————————————————————————
    bisa di share dong pengalamannya? PM aja, go cocok buat konsumsi umum…

  56. terimakasih doanya…

    klo aku berpikiran sempit, bawalah nama-nama orang yang lebih berkompeten dan memberikan alasan yang sama dengan aku mengenai hal ini. Klo klo berpikiran sempit ngapain aku iseng posting jurnal ini? pikiran sempit tidak bisa diartikan karena bersikukuh dengan pendapatnya…

    aku tidak bisa menyajikan EBM tentang kasus puyer karena memang tidak ada EBMnya, dokter Ian kan tahu ini cuma semacam ijtihad/usaha atau kreatifitas dokter untuk menyesuaikan sedian obat untuk anak. Semua sudah tahu itu. Nah, untuk bahaya puyer kan tidak ada EBMnya juga, itu cuma studi kasus dan cuplik sampel karena polifarmasi dan sejenisnya yang kebetulan melekat pada kasus puyer.

    Aku tidak yakin tidak ada misi dari Amerika sana, masa' tidak mengerti juga banyak kasus kesehatan sangat erat dengan intervensi asing yang ujung-ujungnya untuk kepentingan mereka?

    Untuk guideline penanganan penyakit tidak bisa memaksakan harus pake guideline tertentu, coba aja searching: banyak yang masih merkomendasikan Diazepam rumatan. Dan guideline ditempatku berbeda, masa mau disamakan?

    Ditertawakan ekspat aja kok malu, belum tentu mereka benar dan sesuai dengan keadaan sini kok 😀

  57. terus terang aku ga punya data yang di tangan mas/mba, klo mau nyari juga males, mohon maaf. Semua itu hanya hasil tanya teman. Dari kubu No Puyer juga masih memakai statistik % untuk penggunaan puyer di luar negeri, tapi apa iya cuma 1 persen?

  58. iya, benar, aku setuju.

    itu dokter mana ya mas/mba? insyallah aku ga pernah klo cuma ISPA.

    “sebetulnya kenapa jadi marak trend no to puyer, soalnya, banyak resep puyer yang irasional.”

    iya, ini kan udah jelas, karena resepnya yang tidak rasional, bukan puyernya sendiri, terus kenapa harus keras-keras teriak No Puyer?

  59. ya sudah, jadi dokter aja klo emang lebih lebih tahu… 🙂

    jelas menyesatkan klo masih banyak orang berpendapat berbeda dan masyarakat salah mengartikan.

    kasus anak mas/mba tidak bisa dijadikan alasan juga buat meniadakan puyer, itu kan resep obatnya yang salah, bukan puyernya.

  60. ya sudah, jadi dokter aja klo emang lebih lebih tahu… 🙂

    jelas menyesatkan klo masih banyak orang berpendapat berbeda dan masyarakat salah mengartikan.

    kasus anak mas/mba tidak bisa dijadikan alasan juga buat meniadakan puyer, itu kan resep obatnya yang salah, bukan puyernya.

  61. maaf mba, itu teman aku yang bilang, bicara statistik memang sulit, dan aku aja ga punya, tapi teman ada yang bilang pake, masa' aku ga percaya? Nah, pengalaman mba kan juga sama aja, tidak bisa digeneralisir, sama-samalah….

  62. maaf mba, itu teman aku yang bilang, bicara statistik memang sulit, dan aku aja ga punya, tapi teman ada yang bilang pake, masa' aku ga percaya? Nah, pengalaman mba kan juga sama aja, tidak bisa digeneralisir, sama-samalah….

  63. iya, bukan puyer pabrikan, tapi yang dibahas di sini adalah puyer yang diracik sendiri.

    mataku dari tadi terbuka terus mba… 😀 tapi nanti malah jadi susah tidur klo didoa'in begitu… 🙂

  64. yang racikan masih ada kok… 🙂

    pengalaman pribadi kan tidak bisa juga dijadikan standar mba, dimana-mana yang namanya orang atau sistem ada yang baik ada salah.

    jelas tidak mau berkaca dari yang jeleklah (bisa juga ding…, buat diperbaiki dan dipelajari kenapa jeleknya…), tapi sekali lagi jangan dipukul rata kampanyenya….silahkan klo tidak mau pake puyer tapi masih banyak yang tidak bisa terlepas dari puyer.

  65. pertanyaan dari bundanya mamat mengenai angka statistik penggunaan puyer di australia belum dijawab
    ————————————————————
    tidak ada statistik, tapi teman bilang ada, terus ga boleh?
    ————————————————————
    pertanyaan saya seberapa besar pasien miskin yang butuh puyer belum dijawab
    ————————————————————
    ya, jelas masih sangat banyaklah mba, berapa jumlah puskesmas se Indonesia? siapa pengguna utam puskesmas, ya orang miskinlah.
    ————————————————————
    tadi baru saja ada yang komen tulisan mas ini gak jelas tujuannya mau mencerahkan tapi gak tau arahnya kemana (sebelum lupa :D)
    ————————————————————
    ah, ga bisa baca jelas yah? tujuan jelas sekali himbauan untuk tidak mengkambinghitamkan puyer, sangat mudah dilihat, kok dibilang ga jelas?
    ————————————————————
    saya bilang sekali lagi teman saya yang dipapua masyrakatnya kurang miskin apa lagi mas… sendal aja barang mewah, tapi bisa gak pakai puyer
    ————————————————————
    papua mana dulu mba? orang papua kaya kaya loh jangan salah sangka, banyak yang udah sekolah tinggi dan hidup mewah loh. standar hidup di sana juga tinggi. Aku juga udah konfirmasi dengan teman-temanku di tempat sangat terpencil juga, masih banyak masalah klo harus say no to puyer.
    ————————————————————
    tapi apa iya harga murah yang ditawarkan menjamin perlindungan dari risiko yang ditimbulkan oleh puyer
    ————————————————————
    nah, masih asumsi kan? risikonya juga masih asumsi kan, puyer selama ini tidak ada masalah di daerah terpencil. klo semua dijadikan sedia paten atau selain puyer, wah ga jamin deh pemerintah akan bisa memenuhi.

  66. mas/mba klo aku ga serius ngapain aku juga sibuk mbalasi komen? aku bukan pengangguran loh. situ aja kali yang nganggur sampai terus mantengin jurnal ini (maaf klo salah). masih mending aku di tengah malam gini (belum pulang kerja loh…) mau mbalasi hal-hal begini. ada-ada aja, makanya jangan suka berprasangka.

  67. mas/mba klo aku ga serius ngapain aku juga sibuk mbalasi komen? aku bukan pengangguran loh. situ aja kali yang nganggur sampai terus mantengin jurnal ini (maaf klo salah). masih mending aku di tengah malam gini (belum pulang kerja loh…) mau mbalasi hal-hal begini. ada-ada aja, makanya jangan suka berprasangka.

  68. puyer bisa dibuat menarik alias diberi rasa dan aroma dan diajari cara meminumnya (orang kampung biasanya meminumkan puyer ke anaknya dengan dibarengi buah-buahan seperti pisang dan sejenisnya), jadi ga ada masalah, klo terpaksa tidak bisa juga bisa dipindah ke sediaan sirup, ga harus puyer, pasien boleh memilih kok…

    beberapa anak malah sulit minum sirup alias muntah karena rasa dan aroma sirupnya yang aneh.

  69. harusnya begitu mba… 😀 aku suka jalan tengah, lebih damai dan tidak melelahkan.

    nah, inilah PR-nya teman-teman dokter, harus lebih care sama pasien. Mengenai pasien menumpuk aku kira ini masalah lain mba, perlu aturan juga tentang hal ini. Aku sendiri juga bingung, pasienku sehari bisa sampai 70 lebih, gimana tuh? hehehe, ya jelas pusinglah…

  70. Wah, menarik nih, tapi most cases penyakit anak2 kan gak perlu puyer tho. Jadi saya masih bingung dengan statement mengorbankan hal yang lebih besar, yaitu status kesehatan masyarakat miskin. Yang bagian manakah yang dikorbankan, pak?
    —————————————————————–
    Klo di puskesmas sebagian besar kasus penyakit anak masih pake puyer, masyarakat miskin lebih banyak berobat ke sana, puskesmas itu bersubsidi dengan jumlah sedian obat2an yang terbatas. Klo mau dibuat semua sediaan tanpa puyer jelas biaya akan sangat melonjak. Pada kasus ISPA pun meski hanya untuk penurun panas masih dipuyer untuk penghematan dan memudahkan penyesuaian dosis. Selain itu praktis karena jumlah pasien anak puskesmas banyak jumlahnya sehingga kemasan puyer lebih realistis.
    —————————————————————–
    Contoh nyata, saya beberapa waktu lalu sakit perut, demam, dan mual, diberikan obat segambreng, antibiotika tidak ketinggalan. Yang saya minum hanya obat maag dan penurun panas, besok harinya sudah oke, karena saya yakin, sakitnya saya hanya karena makan sambel kebanyakan, tidak ada hubungan dengan bakteri. Nah sakit2 model kayak saya itu banyak terjadi. Belum lagi yang batuk pilek. Nah, untuk masyarakat baik miskin maupun kaya, jelas gak perlu obat segambreng dan antibiotika jika belum ada justifikasi yang jelas.
    —————————————————————–
    Iya, aku mengakui banyak terjadi. Penggunaan antibiotik yang tidak perlu.
    —————————————————————–
    Mungkin jika biaya dokter lebih murah dan tidak gampang memberikan obat-obatan yang tidak perlu, maka cakupan pelayanan kesehatan bakal lebih luas, mencakup juga masyarakat miskin.
    —————————————————————–
    Ada indikasi dokter itu susah dapat uang sehingga justru bermain diobat-obatan, maka sering lahir polifarmasi (tidak hanya dalam bentuk puyer). Mengapa begitu? ini terkiat sistem kesehatan kita yang amburadul.
    —————————————————————–
    Oh ya, satu yang PRIORITAS dibenahi dari masyarakat miskin adalah SANITASI. Suami saya pernah ikut pelatihan untuk sosialisasi wc yang baik, simple saja, bagaimana menghentikan masyarakat buang hajat di kali, ladang, sawah, dan halaman rumah. Ini saja dibenahi, maka pak dokter pasti tahu berapa penyakit dan berapa uang yang bisa di-save. Pencegahan pemberian obat-obatan yang tidak perlu, apalagi puyer.
    —————————————————————–
    bukan SANITASInya sendiri yang perlu disosilisasikan. Menurut aku hal terkuat adalah mindset masyarakatnya dulu diperbaiki dengan pendidikan kesehatan yang komprehensif. Berapa banyak proyek sanitasi/WC pemerintah yang terbengkalai karena masyakat tetap lebih nyaman BAB di sungai.

  71. Syukurlah akhirnya Menkes (setelah IDI dan IDAI juga berpendapat) memberikan juga pendapatnya tentang kontroversi puyer ini, sehingga kampanye No Puyer jangan membuat masyarakat menjadi resah dan salah ambil sikap.

  72. dear mas Wid… ini terakhir aja susah kalau mata hatinya dah ketutup shalat hajat semalem nggak nyampe kayaknya nih… 🙂

    kasihan ya sama bangsa ini bener deh
    kemarin miris liat headline news yang beredar di masyarkat mengandung pornografi gitu tapi gak diberedel tuh

    termasuk miris juga liat jawaban mas wid yang sama lah dengan jawaban orang IDI dan IDAI termasuk Menkes sendiri gak ada scientific reason nya dan Masya Allah… bikin malu bener bener malu ya semakin siap kita diinjak injak oleh negara tetangga

    semua itu karena tidak mau terlepas dari comfort zone coba deh digali lagi mudah mudahan Allah memberikan hidayah… note kami gak maksa loh kami hanya membuka mata betapa puyer itu berbahaya

    kenapa kami dengan kuat berkata say no to puyer
    untuk menghindari kesalahan yang dilakukan dokter ke pasiennya, meminimalisasi risiko polifarmasi, menerapkan konsep pengobatan yang seharusnya, menerapkan prinsip good manufacturing practice

    kalau memang dari hasil penelitian (yang gak ada juga hasil penelitiannya tentang betapa dibutuhkan obat dalam bentuk sediaan puyer) memang dibutuhkan obat untuk dosis anak lebih banyak, mengapa tidak pengadaannya yang dilakukan itu jauh lebih aman dari pada harus membuat puyer
    oh iya kalau memang puyer untuk bentuk penghematan loh mengapa tidak menghemat pemberian obat obat yang tidak diperlukan yang biasanya tercampur pada puyer puyer itu. Sekali lagi mas data… kita bermain dengan data…. bukan puyer solusinya tapi sistem yang diperbaiki. Apa ispa selalu harus datang ke dokter? mengapa tidak ada alokasi penyuluhan warga melalui kader? ini seperti kasus gizi buruk apa masalah sudah terselesaikan dengan pemberian makanan tambahan? bagaimana dengan kesejahteraan? Mengapa fokus pada kuratif bukan promotif dan preventif? *jidat benjol kebanyakan ditepok*

    dan untuk guideline, aduh tepok jidat saya baca jawaban mas wid… namanya kalaupun perlu terapi rumatan tidak dalam bentuk campuran mas…. hadoooh belajar dari mana sih sampean…. tepok tepok jidat saya… dan mas yang ngomong EBM laaaahh ini manaaaa alasannya gak bawa bawa EBM

    kalau memang indonesia segitu terbatasnya ya (kasian banget sih nih bangsa udah korupsi meraja lela, pemimpin yang gak peduli, dibodohin sama yang punya ilmunya) coba deh mas pakai panduan terapi yang dibuat oleh WHO dari penyakit ringan sampai berat ada kalau gak salah pocket book for children management in rural area (lupa judul persisnya) bisa di downlot di who.int di situ penanganan gak butuh obat macam macam mas, dan negara yang miskin kek begitu gak pake puyer

    jadi gini deh sebelum bikin wikipedia tentang puyer coba di list sediaan obat yang membutuhkan puyer dan penyakit yang butuh puyer karena tidak ada sediaan dosis pediatriknya

    dah itu aja salam dari saya… gak maksa mas… cuma malu aja baca jawaban mas wid yang benar benar dari hati dan tidak ada ilmunya

    bukan sok pintar ya… saya juga bukan sejawat yang pintar pintar banget, tapi kalau saya memberikan alasan bukan menggunakan kata hati kata teman saya kat a ini kata anu, saya memberikan jawaban sesuai dengan sumbernya langsung bila perlu saya buka bareng bareng, kalau saya nggak punya ilmunya, saya nggak berani asal jawab apalagi asal nulis sembarangan. Sorry kalau merasa argumen saya juga tak berilmu ya; interaksi obat, componding drugs, polifarmasi udah common sense soalnya mau cari juga banyak sourcenya, kalau argumen mas wid hadoooh cuma pendapat pendapat doang bukan hasil penelitian jadi nyarinya juga gimana yaa ketemu ya di wikimu lagi… *tepok jidat lagi*

    mereka mereka yang mereply mas wid di atas jangan salah ya… mereka ngerti guideline ngerti EBM padahal bukan dokter dan mereka meneruskan ilmu yang mereka dapat ke orang orang sekitar bahkan ke kalangan bawah mas yang akses untuk mendapatkan ilmunya susah

    kampanye anti puyer bukan menakut nakuti bukan hiperbola justru karena tulisan tidak berilmu atau alasan tidak berilmu yang diungkapan ole

  73. Maaf, pak dokter, ini obat penurun panas untuk ISPA anak2 kecil, yang di puyer apakah hanya parasetamol? Kalo cuma parasetamol mah gak perlu di puyer, yang sediaan obat parasetamol sirup generik, harganya 2000 perak, dua ribu rupiah saja untuk 60mL, bisa untuk 3-5 hari tergantung BeratBadan balita. Sementara jika parasetamol tablet, 1 butir 570, kalau diberikan pake puyer buat balita, butuh penurun panas untuk 4 hari, 1 butir dibagi 3 atau 4, jadi butuh 4 butir, maka harganya 2280. Lebih mahal mana ya? Yang butir kan? Kalau saya jadi orangtua, saya pilih yang sirup.

    Atau yang pak dokter maksud dengan penurun panas pada ISPA itu puyer yang digabung dengan diazepam, heptasan, luminal? Waduh, no comment kalau untuk puyer jenis ini. Baik masyarakat kaya maupun miskin, gak perlu koq obat2 puyer yang model gini.

    Terus untuk diare, yang diperlukan bukan puyer anti muntah atau anti BAB, justru gak boleh tuh. Diare itu perlunya oralit…cairan cairan dan cairan. Kalau minum puyer tapi gak dapet asupan cairan, wah, siap2 deh dehidrasi.

    Jadi balik lagi, obat2 apakah yang diperlukan dalam sediaan puyer untuk anak2 balita?

  74. Wah komen2nya kok udh kontraproduktif n cnderung destruktif nih.

    Bagi tmn2 nonmedis yg mrasa pernah dirugikan oleh puyer (minum puyer jd tambah diare dll), bgmn anda bs begitu yakin klo itu pasti dsebabkan oleh puyer n bukan perjalanan penyakit? Bgitu puyer dstop diare brhenti, apa yg sbnrnya mnghentikan diare? Bs sj krn dy thn tubuh anak or mmg btepatan dg akhir prjalnn pnyakit lho n bs jd tdk ada kaitannya sama skali dg dberhentikannya puyer.

    Spertinya itu lahir dr prasangka n blm mll klarifikasi ilmiah. Pernahkah ada yg dtg lg k dokternya utk mndiskusikn baik2 komponen n dosis yg tkandung dlm puyer, msh dlm margin of safety nggak? Sy pribadi senang dg psien bgini, educated. Sy brsedia duduk brg lg utk diskusi. Klo tnyata ada kcurigaan kuat akibat efek obat, sy siap mnyarankan utk stop obatnya (apapun itu,bkn hy puyer kan yg bs mnimbulkan efk samping..). Tp klo msh dlm kerangka prjalanan penyakit, siap nggak pasiennya utk mnerima bhwa kbtulan ia trkena jns penyakit yg lbh prh? Biasanya sih jrg yg mau dtg lg k dktrnya krn udh apriori (ngaku aja..) n dgn mdhnya mngkambinghitamkan puyer. Nah bbrp dokter jg tdk mau pusing n repot2 diskusi sm pasiennya lg (sy jg ngaku nih klo pd knyataannya byk bgini..). Mk itu perlu itikad baik kdua blh pihak demi mncapai drjt pngetahuan n ksehatan yg baik d masyarakat.

    EBM tbaik itu mgunakan pnelitian randomized controlled double blind multicenter clinical trial sbg referensi. Yg plg lemah pke case study yg udh published d jurnal terakreditasi. Klo yg teman2 di atas sajikan itu, gjala yg timbul sama skali blm tbukti apakah akibat efek samping obat or prjalanan pnyakit tp sdh berani mngklaim akibat puyer, setau sy itu bkn EBM, mgkn PBM (Prejudice Based Medicine). Kesimpulaannya, kita semua (note: KITA) belajar lagi yuk tntang EBM..!

    Hyuuuuk..

  75. walah..walah..heboh ajah yaks….tp menilik link mengenai puyer bagi manula yg aku dapet dari dr.Ian jg kayaknya dah jelas dey.maksude..mo ngasih puyer dalam artian obat2 itu digerus supaya pemberian obat lebih mudah ajah dah kudu ada prosedur khusus berarti kan utk anak2 jg kudu ketat jg dunk…

    rada lieur iy….antar dokter ajah byk yg beda pemikiran yah…

    but, gw pribadi stick to the NO PUYER hehehehe….
    pait! hihihiihi…

    klo ada yg khusus buat anak2 dan manis..kan lebih enak jg minuminnya
    ga bikin anak2 parno saama obat pulaks

  76. Bu dokter, kalao memang perjalanan penyakit, malah bikin saya makin yakin untuk tidak menggunakan puyer. Kalau ada parasetamol sirup, kenapa mesti puyer? Demamnya bukan demam kejang, jadi gak butuh diazepam.

  77. salah, mas dokter. saya justru tahu jurnal ini dari teman. gak usah deh, dibandingkan dengan Anda yang belum pulang kerja saat tengah malam, karena tidak relevan dengan diskusi kita.

    apakah pertanyaan saya soal statistik sudah dijawab? karena Anda sudah menanyakan hal yang sama mengenai statistik.

    hanya mencoba konsisten. kalau memang Anda mempertanyakan statistik yang sudah bebas puyer, apakah juga salah jika saya mempertanyakan Anda yang tidak menggunakan statistik u/ melandasi pernyataan di Jepang dan Australia masih menggunakan puyer? Perbandingannya menjadi tidak apple to apple, mas.

  78. pak dokter..
    wah kalo disini semuanya itu serba statistik, karena obat2an disini diatur keras oleh pemerintah (ada badan khusus yang mengawasi pemberian resep dokter). Semua resep dari dokter dicatat/didata jelas historynya, makanya dokter2 disini pada punya asuransi semua soalnya ngeri dituntut.. apalagi salah kasih obat, wah bisa dilacak tuh… Misalnya pemberian obat antibiotik spectrum besar/obat keras dokter harus autorisasi dulu per telp sebelum meresepkan obat ke pasien. Resep obat pun diketik jelas.

    Kalo temen pak dokter bilang pake, bukan berarti Australia masih melihat pentingnya sediaan puyer masih banyak beredar dong yah.. kalo dibilang penting dan banyak beredar berarti ada data statistiknya dong.. (lah taunya banyak dan penting itu darimana?)

    Ngomong2 teman pak dokter ini seorang dokter (dari Indo) juga, praktek disini??? jadi pengen tahu, pengen ngobrol gitu loh apalagi sesama orang indo dinegri orang….. *penasaran mode on* wah jangan2 kalo batpil karena flu juga diresepin antibiotik lagi…:D

    Wah kalo pengalaman saya mah itu sih udah umum banget pak dokter… semua orang mah juga digituin…,Lah anak saya pernah muntah berak nyaris 2 minggu karena GE juga gak diapa-apain.. 3 kali dibawa ke rumah sakit /dokter lah disuruh pulang lagi cuma dibekali oleh2 informasi mengenai GE.. cuma disuruh kasih oralit ajah..:)) (lah memang penanganan GE kan cairan ya gak yang penting gak dehidrasi.. pan diajarin jg pas kuliah.. :))

  79. makasih mbak..
    Abis ngobrol sama kolega di kantor (dosen kedokteran), mengenai compounding medicine.
    Mengenai compounding medicine ini, hanya pharmacy tertentu (compounding pharmacy) yang bisa menyediakan ini karena tergantung dari alat compoundingnya (gak kayak di indo yang semua menyediakan puyer). Dan compounding ini diberikan tailormade ke pasien yang special need so tentunya paenggunaannya gak beredar gila kayak di indo dong yah yang gampang bener puyeran terus. So balik ke pembuatan puyer di Indonesia lagi… apakah pembuatannya secara benar, alat2nya?, pengukuran?, apakah si apoteker mempunyai specialisasi pendidikan dlm compounding medicine???

  80. http://www.compounded.com.au/faqs.htm

    Q: What is Compounding?

    A: Pharmacy compounding is the art and science of preparing customized medications for patients. Its practice dates back to the origins of pharmacy; yet, compounding's presence throughout the pharmacy profession has changed over the years. In the 1930s and 1940s, approximately 60 percent of all medications were compounded. With the advent of drug manufacturing in the 1950s and 60s, compounding rapidly declined. The pharmacist's role as a preparer of medications quickly changed to that of a dispenser of manufactured dosage forms. Within the last two decades, though, compounding has experienced a resurgence, as modern technology and innovative techniques and research have allowed more pharmacists to customize medications to meet specific patient needs. Today, an estimated one percent of all prescriptions are compounded daily by pharmacists working closely with physicians and their patients.

    so disini dibilang.. 1% yaaaaaaaaaaa… dan working closely dengan dokter dan pasiennya!!. 1% berarti penggunaanya gak banyak dong yaaaaa

  81. tambahan lagi:
    Q: Is compounding legal? Is it safe?

    A: Compounding has been part of healthcare since the origins of pharmacy, and is used widely today in all areas of the industry, from hospitals to nuclear medicine. Over the last decade, compounding's resurgence has largely benefited from advances in technology, quality control and research methodology. The Food and Drug Administration has stated that compounded prescriptions are both ethical and legal as long as they are prescribed by a licensed practitioner for a specific patient and compounded by a licensed pharmacy. In addition, compounding is regulated by state boards of pharmacy.

    jadiii..
    tidak semua apotik bisa, diawasi ketat oleh pemerintah dan diberikan untuk special need patient!

    Balik lagi ke penggunaan puyer di Indonesia….

  82. “Aku tidak yakin tidak ada misi dari Amerika sana, masa' tidak mengerti juga banyak kasus kesehatan sangat erat dengan intervensi asing yang ujung-ujungnya untuk kepentingan mereka?”

    Astagfirullahuladzim..maaf dok sebelumnya tapi rasanya kok bisa dr sampai mengeluarkan statement seperti ini?? Jelas sekali kl gerakan No puyer yg lagi berkembang di masyarakat saat ini sama sekali gak ditunggangi oleh misi dr amerika atau negara asing lain tapi lahir dr kepedulian terhadapa nasib anak-anak di indonesia yg masih sering mendapat pengobatan irrasional.Jahat sekali kl dokter sampe menuduh sperti itu..Masya allah dok..

    Puyer lebih murah?? kt siapa dok. Sudahkah dr melihat resep2 di apotek RS2 besar bahwa puyer di RS bear malah rata2 harganya jauh lebih mahal dibanding obat jadi karena puyernya dibuat dari campuran obat-obat paten, belum lagi ditambah biaya pembuatan puyer yg juga tidak murah. Saya tau krn saya seorang farmasis..Sepengetahuan saya, dr anak rata2 lebih sering meresepkan obat-obat paten utk dibuat puyer dibanding obat generik..
    Pembuatannya mungkin higienis, lalu bagaimana jika terjadi interaksi obat? bagaimana kita tahu obat apa yg menyebabkan interaksi kl sudah dijadikan puyer? kl diminum sendiri2 kita masih bisa coba menelusuri obat mana yg kira2 menyebabkan alergi dan bisa langsung distop, di kemudian hari kita jg jd tau kita alergi thd obat apa.Jika sediaannya puyer atau sirup racikan akan sangat susah membuktikannya..

    Inti permasalahannya adalah di indonesia ini masih marak polifarmasi. Banyak pengobatan yg irrasional. Para dokter pun terkadang masih sulit untuk menerima saran dr apoteker ttg isi resepnya..

    Mudah2an dr dibukakan mata hatinya. Niata mulia yg ada skrg ini ttg kampanye anti puyer sama sekali tidaklah ditunggangi oleh pihak siapapun..

    Semoga makin banyak ortu yg lebih bijak memberikan obat pada anaknya..Tiap kali dapat resep dr dokter, minta copy resep dr apotek dan lalu kl kurang jelas, tanyakan pada Apoteker/ass apoteker yg ada di sana..banyak2 cari info di internet ttg obat itu..

    Salam,

    Mita
    Ibu Si kembar-alya&kayla(16 bulan)

  83. malaria. saya setahun di halmahera yg daerah endemis malaria. guidline WHO-Depkes 2006 yg saat itu terbaru bilang, sdh byk yg resisten klorokuin (satu2nya yg ada sediaan sirup utk anak;avoclor) shg tdk dipakai lg pd malaria yg lab confirmed. utk malaria vivax first line nya kina (ga ada syr n paitnya minta ampun) utk malaria falciparum first line nya artesunate-amodiaquine (jg ga ada syr). jd pmberian obat untuk anak yg beratnya tdk ssuai sediaan tablet (ato yg blm bs minum tablet) ya SELALU dipuyer. tdk ada pelaporan efek samping puyer yang bermakna kecuali memang sifat obatnya yang super pahit (terutama kina), bikin mual muntah-halusinasi-hipoglikemi (yg juga dlaporkan pada sediaan tablet n injeksi). hasilnya? saat KLB 2003 angka kematian 280 dan pada tahun 2008 alhamdulillah angka kematian nihil. ini data langsung dari kepala dinas kesehatan halmahera selatan, Dr. Mohammad Alhabsy. malaria di sana itu jmlh kasusnya sbanyak ISPA, banyak banget. hy sebagian kecilnya yang dirawat n pake sediaan IV. sebagian besar rawat jalan saja n pengguna puyer antimalarianya juga banyak. tapi bisa angka kematian nol, berarti…?

    semoga bisa lebih cerah mbak.

  84. malaria. saya setahun di halmahera yg daerah endemis malaria. guidline WHO-Depkes 2006 yg saat itu terbaru bilang, sdh byk yg resisten klorokuin (satu2nya yg ada sediaan sirup utk anak;avoclor) shg tdk dipakai lg pd malaria yg lab confirmed. utk malaria vivax first line nya kina (ga ada syr n paitnya minta ampun) utk malaria falciparum first line nya artesunate-amodiaquine (jg ga ada syr). jd pmberian obat untuk anak yg beratnya tdk ssuai sediaan tablet (ato yg blm bs minum tablet) ya SELALU dipuyer. tdk ada pelaporan efek samping puyer yang bermakna kecuali memang sifat obatnya yang super pahit (terutama kina), bikin mual muntah-halusinasi-hipoglikemi (yg juga dlaporkan pada sediaan tablet n injeksi). hasilnya? saat KLB 2003 angka kematian 280 dan pada tahun 2008 alhamdulillah angka kematian nihil. ini data langsung dari kepala dinas kesehatan halmahera selatan, Dr. Mohammad Alhabsy. malaria di sana itu jmlh kasusnya sbanyak ISPA, banyak banget. hy sebagian kecilnya yang dirawat n pake sediaan IV. sebagian besar rawat jalan saja n pengguna puyer antimalarianya juga banyak. tapi bisa angka kematian nol, berarti…?

    semoga bisa lebih cerah mbak.

  85. saya bukan dokter dan cuma orang awam…. saya cuma berharap semoga Bapak dan Ibu Dokter di seluruh Indonesia dibukakan pintu hatinya untuk menjalankan keprofesiannya dengan penuh tanggung jawab kepada Allah bukan semata2 untuk mengumpulkan uang (supaya balik modal) dan komersil semata !
    Jika ada yang lebih baik dari puyer kenapa pilih puyer ?
    Jika memang penyakit yang tidak perlu obat, kenapa masih diberi obat, dalam bentuk puyer lagi ?
    Puyer itu murah ? Gak selalu sepertinya
    Just my curiousity…..
    Dokter itu bukan dewa…. cuma manusia… yang bisa berbuat salah :). Saling introspeksi diri aja !

  86. Astaghfirullahal'adziim,,

    maaf dok,, apa dokter tidak bisa melihat kalo puyer hanya salah satunya aja yang pada dasarnya mengerucut pada satu prinsip penerapan RUD yang benar??
    dokter tau RUD kan??
    apa dokter udah mengedukasi ato mensosialisasikan tentang RUD ke pasien2 dokter??
    apa dokter pernah ngasi resep puyer buat pasien2 dokter hanya karena penyakit “langganan” alias commoncold??

    turut prihatin dg para dokter yang IRUD,,

  87. wah rame banget ya diskusinya..yang aku suka heran kenapa ya orang kita tuh kalo ada suatu hal yang pro prooooo banget, yang kontra kontraaa banget…apa emang gitu ya..berpendirian kuat, hehehe..aku sendiri sih juga bingung, cuman jaman kita dulu , waktu kecil juga dikasih puyer, ga kenapa2 kan..(aku sendiri sih ngga ngerasa apa2, ngga tau ama orang lain), untuk sekarang..lebih berhati-hati untuk segala macam obat aja..kalo untuk anak2, dan sakitnya masih ringan, ngga perlu ke dokter.tapi soal amerika meng-intervensi, aku setuju loh…(pasti ada yang menolak deh..hehehe), dari jaman baheula amerika tuh pasti ada aja maksud n kepentingan buat diri sendiri. Om dokter (dan temen2 yang lainnya juga) udah nonton sicko dari michael moore belum? ini film dokumneter ttg sistem kesehatan di amerika.ngga nyangka loo, amerika yang ngakunya negara superpower, pemerintahnya jahat bgt dan ngeboongin mulu rakyatnya sendiri…(apalagi ma rakyat negara lain…). Terakhir mah, Bismillah aja deh…sembuh dan sakit, Allah SWT yang menentukan…

  88. jieehhh… aku jadi ngebaca komen yang isinya dokter-dokter beranteemm.. aduuuhhh…. *nepuk jidat* gimana mau ngobatin pasien bener kalo berantem mulu.. ayoo.. salaman.. yuukk.. aahh.. pinteerrr :-))

    btw, aku coba nyari soal puyer di jurnal resmi kedokteran kok nggak nemu2, kebetulan aku punya akses ke authorized multisubject dan health journal. Enaknya pake keyword apa ya? penasaran jugak…

    *ga percuma bayar mahal buat sekolah lagi.. heheh dapet akses*

  89. bukankah yang paling harus diwaspadai dari puyer adalah polifarmasi-nya ? Resep puyer terdiri dari lebih 5 macam obat. Apakah memang anak butuh itu jika dia terkena common cold ? Biasanya kan dokter meresepkan berderet2 baris untuk puyer hanya krn sakit common cold saja. Koq bisa gitu ya dokternya ?? Apa waktu kuliah diajarin mengobati common cold dengan bermacam2 obat ?

  90. alhamdulillah… akhirnya selesai juga bacanya…
    alhamdulillah selama ini saya dapet dokter yg bijak dan gak pernah ngasi puyer untuk kami sekeluarga…mau diajak diskusi lebih dalam….
    saya tmsk pasien yg kritis….
    coba kalo sampe ketemu dokter yg bilang “ya sudah, jadi dokter aja klo emang lebih lebih tahu… :)”
    ahahhaha bisa selamanya daku terjerembab ke era kebodohan…
    istighfar dokkk..

  91. Terimakasih atas partisipasi teman-teman dijurnalku ini, terima kasih teman-teman yang masih tidak anti dengan puyer :-D. Untuk teman-teman yang sangat pro bebas puyer, cobalah terbuka dengan berbagai kasus yang ada jangan egois dengan kepentingan sendiri.

    Terimakasih kepada teman-teman dokter yang sudah memberi pencerahan. Bu Mamiek – http://mamieksyamil.multiply.com/ – yang telah memberi salah satu link berguna tentang compouding drug. Banyak banget tuh silakan di buka-buka… contohnya di sini (tapi bayar deh kayaknya klo mau akses)

    —————————————————————————————————————————————
    Assalamu'alaikum…terimakasih partisipasinya
    Bu Mamiek….terimakasih sebelumnya sudah berkenan berpartisipasi di blogku mengenai polemik puyer. aku mau konfirm aja, apa benar di Amerika sini sudah bebas sama sekali dengan sediaan puyer atau compounding drug? atau memang masih banyak peresepan bentuk puyer terutama untuk anak-anak? terimakasih sekali lagi atas perhatiannya Bu. Salam.

    Widodo.
    —————————————————————————————————————————————
    mamieksyamil wrote on Feb 22
    Wa'alaykumsalam wrwb

    Bebas sama sekali ya belum. Dan tidak akan pernah bebas, karena masih ada orang dan binatang yang membutuhkannya. Compounding medicine tidak hanya untuk manusia, tapi juga untuk binatang. Masih banyak pharmacies yang menyediakan compounding medicine (google aja compounding medicine, akan muncul banyak pharmacy yang menyediakannya).

    Sependek pengalaman saya tinggal di US selama hampir 11 tahun, saya belum pernah mendapat puyer untuk anak-anak maupun saya sendiri. Biasanya kalau obatnya bisa dibeli bebas, dokter lebih suka menyarankan untuk membeli obat bebas saja (OTC). Jadi tanggung jawab dokter berkurang. Kalau ada apa-apa terhadap si pasien karena kesalahan minum obat, yang dituntut adalah pabrik obatnya, bukan dokternya. Jadi dengan menyuruh pasien beli obat bebas, akan menurunkan resiko si dokter sendiri. Di USA, biaya asuransi untuk praktek dokter sangat mahal. Jadi kalau dokter mau buka praktek, mereka biasanya mengasuransikan prakteknya, jaga-jaga kalau ada sue (tuntutan) malpraktek.
    Banyak dokter yang mengeluh dengan mahalnya asuransi malpraktek itu. Menurut saya, kampanye mengenai puyer harusnya menjadi “Bijak Terhadap Puyer”. Siapa yang harus bijak? Ya pemerintah, ya perusahaan obat, distributor, dokter, pasien, apoteker.

    Kalau “Say No to Puyer” memberi kesan untuk menganjurkan menghapus puyer sama sekali. Padahal dalam berbagai kasus, puyer ini masih diperlukan.

    Contoh kasus nih, saya sering jengkel jika mesti ngasih obat ke anak saya 2 macam obat (maksimal dokter ngasih obat biasanya 2 macam, misal antibiotik dan obat batuk dosis tinggi, obat demamnya disuruh beli over the counter). Soalnya ngasih 1 macam aja mesti pakai bertengkar dan menjerit-jerit, apalagi ngasih 2-3 obat. Kadang terlintas di pikiran saya, coba kalau obat ini bisa dicampur yah, jadi ngasihnya cuman sekali aja:).

    Salah satu benefit dari compounding medicine adalah menghilangkan inactive ingredients yang kita tidak memakannya. Sebagai contoh, banyak capsul yang dibungkus gelatine. Kita muslim nggak bisa makan tuh. Sebagai disebut di bawah,
    https://www.walgreens.com/pharmacy/medcompound.jsp;jsessionid=EEX4LB4G4K4QUCXOUAUHPOQK30QCQ3MK?cf=ln
    compounding medicine menghilangkan inactive ingredients yang bikin alergi (kan ada anak yang sangat alergi terhadap telur, susu dsb).

    Demikian dulu, Pak Dokter.
    Ini anak saya sudah ngantri mau pake komputer:).

    BTW, kebetulan adik saya dan suaminya juga dokter di Indonesia.
    Oh ya, jika ingin tahu lebih banyak tentan

  92. sebuah kasus “lucu” dari milis Dokter Indonesia

    di poli anak, kita sudah merasakan efek dari gerakan SAYUR (say no to puyer) yg didengung-dengungkan RCTI & milis Sehat:
    ortu px : dok, anak saya jangan diberi puyer, soalnya saya takut krn berita akhir2 ini..
    dr : ya sudah, ibu saya beri sirup saja. tapi kira2 butuh 3 botol sirup..masing2 harga sekitar Rp20.000 (ini generik loh)
    ortu px : hah? kok mahal dok? kan kalo puyer habisnya cuma sekitar 6000 rp saja
    dr : ya sudah, ibu saya kasih 2 macam resep, satu bentuk puyer sedang satunya sirup. nanti terserah ibu mau beli yg mana.
    ortu px: (mikir mikir..)
    ya sudah dok, saya ambil resep puyernya saja
    capek deh…

  93. =) yang kina dicampur saccharum lactis mbak, alias gula.. sedikit usaha supaya lebih gampang buat anak2 nelennya, meskipun tetep pait juga siy.. yang untuk malaria falciparum, artesunate disatukan dengan artesdiaquin (dan ditambah sacch lact lagi).

    compounding medicine harusnya tdk ush ditakuti sampai sebegitunya. udah coba buka link compounding medicine di atas blum?

    dan ada kutipan di atas yang juga menyatakan kalo compounding medicine itu legal n safe, selama:
    1. prescribed by licensed practitioners: jaman sekarang hampir semua dokter punya SIP, minimal STR jd berhak ngeresepin puyer. tp klo bs dokternya yg udh dpercaya dapat meresepkan puyer secara rasional ya.. (ya, saya akui juga msh byk yg irasional, mudah2an stlh hebohnya isu ini qt smua introspeksi)
    2. compounded by licensed pharmacist: di jabodetabek klo msh ada yg berani buka praktek dokter ato apotek yg tanpa ijin nekat juga ya.. rata2 udah punya ijin kok. tp pasiennya juga teliti pilih apotik ya..
    3. for specific patient: maksudnya peresepan puyer hanya spesifik untuk pasien tersebut saja mempertimbangkan gejala yang muncul, berat badan, riwayat alergi terhadap komponen obat tertentu dsb. ada dokter yg hy menuliskan di resep 'puyer batuk pilek utk anak usia 1-2 th' lalu apotik sdh punya patokan akan mgerus paracetamol, ambroxol, pseudoefedrin, gg dg ukuran yg sdh dtentukan sblmnya. jelas tidak bisa begini.

    dgn bbg tambahan info di atas membuat saya jd merasa lebih 'sah' klo meresepkan puyer.

    saya sebetulnya bukan dokter yang ada di pihak pro puyer, saya moderat aja kok, lihat2 kebutuhan dan mendengarkan preferensi pasien. tapi saya cukup terganggu baca komen2 di sini yg memojokkan puyer seolah puyernya yg salah. alasannya aneh2 lagi. padahal yang salah kan dokter yg irasional meresepkannya, farmasis yg tidak bersih dalam proses pembuatannya.. contoh ada yg membandingkan harga parasetamol sirup dg puyer, sengaja dia bikin contoh parasetamol sirupnya yg generik (cuma 2rb perak) dan parasetamol tablet yg dibuat puyernya harganya 570 dan jatohnya mahalan puyer. apa bener itu tablet generik? di tmpat praktek saya parasetamol bermerek aja harganya cuma 350. sekali lagi, itu bukan salah puyernya, tapi salah perhitungan dokternya, dan apa motifnya dia lebih suka meresepkan puyer yg jatohnya jd lbh mahal dr sirup…

    klo saya banyak menuding dokter, mohon maaf klo rekan2 sejawat ada yg tersinggung. tapi saya lihat kebutuhan pasar di situs ini, semangat menjelekkan dokternya luar biasa.. sampai mengatakan dokter lebih bodoh dari awam, awam lebih ngerti EBM daripada dokter, nyuruh istighfar berkali-kali.. ini kan skenario yang kalian sukai? jd sy ikutin selera pasar.. supaya bisa lbh mengena aja. 😀

  94. aku sangat menyukai cara penyampaian berbagai statement dokter Wulan di jurnal ini 😀

    masih tetap cool and sangat rasional. very good.

    aku awalnya cukup tersinggung dengan model menjelek-jelekkan begini (terus-terang nih…), padahal judul yang aku buat di jurnal ini hanya untuk menegaskan beberapa 'kesalahan” kampanye no puyer, eh malah dituduh macam-macam, ah ga apa-apalah, toh ternyata, kepala yang lebih dinginlah yang akan mampu melihat permasalahan dengan lebih jelas. terimakasih banyak atas wacana cerdas dan partisipasi dokter ya… 🙂

  95. wah kasus “lucu” nya pak dokter emang lucu lohh,,
    dokternya yang lucu,, hihih

    belom ngejelasin ato nyosialisasiin RUD, EBM, ato mungkin sekedar guideline commoncold ke pasien,,
    padahal pasien berhak tau lohh,,

    ga perlu pake bahasa medis laahh,,
    yg simpel2 ajahh biar mudah dipahami masyarakat awam,,
    dan ga perlu makan waktu juga,,
    lima menit cukup kayanya,,

    ya ga harus semuanya dijelasin sekaligus,,
    bertahap tapi konsisten,,
    ato mungkin diketik terus ditempel dimonnooo gitu yg bisa dibaca masyarakat luwas,, was,, wass,, heheh

    aiiihh,, lucu banget siyy pak dokter,,

    ————————————————————————————————————————————-

    btw,,
    cerita-cerita dong pak dokter ke kita as an ordinary patient,,
    benernya ada apa siyy di dunia medis belakangan ini??
    kok jadi sering disorot,,

    ayolaahh introspeksi diri semua,,
    berbagi ma kita-kita dooongg,,
    yang jujur atuh,,
    jangan malu-malu ahh,,
    don woriiii,, gakan bocor ke sebelah kok,,
    paling juga keluarga sendiri terus nyebar dehh,, hihih

    kalo emang ke arah yang lebih baek,, why not?!!

    pasien juga,,
    introspeksi diri semua,,
    jadi pasien yg lebi kritis dan terbuka ma informasi,,

    ————————————————————————————————————————————-
    btw lagi,,
    jadi inget lagunya dewiq feat indra bekti dehh,,

    “eh,, eh,, kok gitu sih,,
    lohh,, kok marahh ??
    jangan gitu dokter,, jangan gitu dokter,,”

    bole donk diubah dikit liriknya,,
    biar matching,,

    skali lagi,, yuk mari kita saling berbagi kebaikan,,

    salam damai,,
    *pecinta dokter RUD*

  96. Pak dokter, cuman mau nanggapi soal statistik. Beberapa waktu lalu saya bicara dengan seorang dokter mata. Beliau menyampaikan klo nyari statistik di indo itu memang susah….biayanya mahal…banyak dokter yang males..jadi klo diskusi soal statistik disini nggak bakalan pernah nemu. Cuman untuk mudahnya coba aja pergi ke beberapa dokter di RS yang berbeda untuk beberapa waktu…lihat trend pengobatannya.

    Naaahh….saya udah pengalaman Pak….mulai dari kota kecil Salatiga, sampai Semarang, Purwokerto, Cibubur dan DKI Jakarta…udah saya jabanin tu para dokternya mulai dari dokter umum dan spesialis anak. Dan trendnya….99% meresepkan puyer untuk penyakit-penyakit Common Problems!

  97. Apa sih EBM itu ? Secara ringkas artinya kita mencari penelitian yang valid metodologinya, hasilnya signifikan secara statistik dan klinis serta bisa diterapkan pada pasien kita. Jadi EBM itu mrpk perpaduan antara critical appraisal sebuah jurnal, kekhasan pasien kita dan wawasan keilmuan seorang dokter.
    Do, saya setuju kalau kita masih pakai puyer. Dan domain dokter adalah pada tahap penulisan resep dan edukasi kpd ortu ttg resep itu saja. Masalah peracikan, itu mrpk domain teman2 apoteker.
    Oleh karena itu, kuncinya adalah dokter yg menulis resep, orangtua yg kritis dan apoteker yg meracik obat. Puyernya sendiri tidak masalah.
    Dokter harus betul2 memperhatikan kaidah2 penulisan resep, orangtua pasien jg harus kritis bertanya kpd dokter, bersikaplah egaliter. Dan apoteker jg harus meracik puyer secara profesional.

    Masalah batuk pilek. Sebagian besar memang disebabkan oleh virus, yg tdk perlu antibiotik. Tapi jangan lupa, ada juga infeksi saluran nafas yg disebabkan oleh bakteri, bahkan bisa berkomplikasi mjd penyakit jantung rematik, jg ginjal (glomerulonefritis akut) –> biasanya karena streptococcus beta hemolitikus (coba searching saja). Jd selalu tanyakan diagnosis penyakit ke dokter yg memeriksa, jgn selalu berpandangan bahwa batuk pilek melulu karena virus.

  98. kulonuwuun, saya hafizh.
    Kalo saya yang orang awam ini ngikutin logika aja…. siapa sih yg paling bisa dipercaya dari perdebatan panjang ini? saya lihat dari banyak tulisan diatas bisa saya simpulkan:
    1. Puyer dijadikan alat jitu banyak dokter utk “ber-polifarmasi” ria
    2. Adanya fakta yg ditutupi atau diacuhkan spt oleh dr.Widodo, bahwa sediaan obat syrup/drops ternyata lebih murah, (merujuk fakta bahwa common colds cukup dibutuhkan paracetamol apabila perlu). Jadi untuk kasus common colds (yg memang sebagian besar sakit anak cuma ini-ini aja disamping diare)

    Lalu saya menemukan artikel yg benar-benar mencerahkan sehingga saya sadar akan duduk permasalahan sebenarnya dari puyer. Unfortunately dr.Wid saya “terpaksa” lebih percaya dr Iwan Dwiprahastyo dibandingkan Anda, karena beliau ini ternyata bukan sekedar belajar kedokteran umum, tetapi kedokteran farmakologi juga, orangnya…… ya…. cuma guru besar UGM siiih… tapi saya pikir ini bisa menyimpulkan perdebatan panjang ini. Berikut copy-pastenya (monggo para kontributor setia utk di komentari:)
    ==========
    Profesor Iwan: Perdebatan Puyer Mengarah ke Politis

    Senin, 02 Maret 2009 | 08:20 WIB

    TEMPO Interaktif, Jakarta: Ribut soal obat puyer, yang menurut pemberitaan
    media massa, memiliki potensi bahaya, misalnya pemberian obat berlebih
    (polifarmasi). Ikatan Dokter Indonesia beranggapan obat puyer tidak berbahaya.
    Perbedaan pandangan ini menimbulkan kebingungan di masyarakat.

    Kata guru besar farmakologi pada Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada,
    Yogyakarta, Iwan Dwiprahasto, kontroversi puyer telah bergeser dari substansi ke
    arah politis. “Menurut saya, yang perlu diperhatikan adalah masalah keamanan.
    Ketika orang bicara masalah keselamatan pasien, puyer ini seharusnya tidak harus
    menjadi isu lagi,” ujar Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Farmakologi Indonesia
    ini. Kepada reporter Heru C. Nugroho dan fotografer Arif Wibowo dari Tempo, Iwan
    menjelaskan kontroversi itu. Termasuk hasil penelitiannya tentang praktek
    pembuatan puyer, yang menemukan 87 persen tidak memenuhi kaidah teknis. Berikut
    ini petikannya.

    Mengapa isu tentang bahaya puyer mengemuka saat ini?
    Ada masalah substansi yang dilupakan orang. Orang hanya sekadar mengartikan
    bahwa puyer itu sesuatu yang disajikan untuk alternatif dalam pemberian obat.
    Kalau kita lihat ke belakang, ketika orang mulai mengenal obat, memproduksi
    obat, nah, variasi tersedianya obat masih terbatas, (yakni) tablet polos
    semuanya. Kemudian bingung, bagaimana sediaan untuk anak? Dosisnya kan tidak
    ada. Maka kemudian dicampurkan, sehingga puyer nggak jadi masalah.

    Dalam perjalanannya, obat itu jenisnya beragam. Ada yang tablet salut selaput,
    ada salut gula, yang itu sama sekali nggak boleh dihancurkan saat diminum. Ia
    harus dalam bentuk aslinya. Sebab, kalau dijadikan puyer, akan rusak. Yang
    lainnya lagi, ada obat-obat yang dalam bentuk sediaan lepas-lambat. Artinya,
    kalau diminum, ia tidak boleh diabsorbsi di lambung, harus lebih ke bawah lagi,
    atau secara bertahap dilepaskan di dalam lambung. Kalau (obat ini) dipecah, akan
    meningkatkan risiko efek samping pada pasien.

    Jadi, kalau saya melihatnya dari aspek ilmiah, (isu bahaya puyer) ini sudah
    bergeser dari masalah substansi ke masalah yang lebih ke arah politis. Artinya,
    perdebatan membelok dari arah yang semestinya. Menurut saya, yang perlu
    diperhatikan adalah masalah keamanan. Ketika orang bicara masalah keselamatan
    pasien, puyer ini seharusnya tidak harus menjadi isu lagi.

    Jadi puyer itu tidak ada masalah?
    Bukan nggak ada masalah dengan puyer. Justru sekarang jadi masalah karena
    sebetulnya sediaan obat untuk anak yang dibuat dengan proses fabrikasi, (yang)
    steril dan sebagainya sudah cukup banyak tersedia. Kok, orang masih saja
    menggunakan puyer. Jadi, singkatnya, pada era yang seperti ini, mestinya kita
    sudah

  99. Pendapat IDAI Tentang Pemberian Obat dalam Bentuk Puyer

    Penulis: Pengurus Pusat IDAI

    Sampai sejauh ini belum ada penelitian berbasis bukti ilmiah yang melaporkan tentang perbandingan efikasi dan keamanan antara pemberian obat dalam bentuk puyer dan sirup. Pendapat yang ada selama ini hanya berdasarkan pemikiran logika/asumsi. Baik sirup dan puyer masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan.

    Obat puyer :

    * Tidak semua jenis obat tersedia dalam bentuk sirup sehingga bila diberikan kepada bayi atau anak perlu digerus terlebih dahulu menjadi bentuk puyer.
    * Kemungkinan penyampuran kurang merata masih mungkin terjadi. Walaupun demikian, dosis obat umumnya mempunyai kisaran atau rentang yang lebar (misalnya 30-50 mg/kgBB/hari).
    * Harga lebih ekonomis dibanding obat sirup

    Obat sirup :

    * Pemberian sirup harus disertai sendok dengan ukuran baku. Pada kenyataannya, seringkali (30%) tanpa disertai sendok obatnya, sehingga orangtua menggantinya dengan sendok teh atau sendok makan yang ukurannya tidak sama dengan ukuran baku sendok obat.
    * Kelembaban udara mempengaruhi bioaviabilitas (ketersediaan hayati) obat sirup, sehingga waktu kadaluarsanya menjadi lebih pendek dari yang tercantum pada botolnya bila tutupnya telah dibuka, terutama di daerah tropis.
    * Jumlah obat yang diperlukan seringkali melebihi 1 botol atau tidak sampai 1 botol, sehingga kurang ekonomis karena tidak dapat diberikan sesuai kebutuhan. Sirup yang telah dibuka tutupnya hanya untuk 1 kali pemakaian.
    * Beberapa obat siruppun juga mengandung lebih dari 1 macam komponen obat.

    Yang perlu diperhatikan dalam pemberian obat adalah pemberian secara rasional dan memperhatikan interaksi dari obat yang diberikan.

    IDAI setuju untuk dilakukan pengkajian terhadap penggunaan kedua bentuk obat tersebut.

    Pemberian obat adalah hak professional seorang dokter dan bila ada masalah harus dibicarakan terlebih dahulu di tingkat institusi (ikatan profesi atau fakultas) bukan dibahas di masyarakat.

    Pada saat ini, apakah pemerintah sudah siap untuk menyediakan sirup yang beragam dengan harga terjangkau yang disertai alat ukur di seluruh pelayan kesehatan masyarakat?

    Oleh karena itu, sambil menunggu adanya kajian tentang penggunaan kedua bentuk obat tersebut dan kesiapan pemerintah, tidak ada salahnya memberikan obat dalam bentuk puyer tetapi dengan memperhatikan rasionalisasi pemberian obat.

    Jakarta, 12 Februari 2009

    Dr. Badriul Hegar, SpA(K) Dr. Sudung O. Pardede, SpA(K)
    Ketua Umum – NPA. 01 00532 1991 1 1 Sekretaris Umum – NPA. 01 00858 1993 1 1

  100. klo untuk puyer, kesterilan bukanlah suatu keharusan karena puyer bukanlah tergolong obat yang harus steril. jadi ada batas mikrobanya mas..hehhe..klo yang harus streril itu, buat yang pemberian intravena (langsung ke pembuluh darah, seperti infus, injeksi) dan obat tetes mata… 🙂

  101. ini salah satu “setan gundul” yang cuma ikut nimbrung, mau ikut meramekan lagi?

    baca nih dari seorang Profesor Farmasi:

    http://zulliesikawati.wordpress.com/2009/02/20/puyer-si-kambing-hitam/

    Puyer, si kambing hitam

    Hari Jumat ini aku working at home…. sejak kemaren Dhika demam. Pagi ini sudah mending, tapi masih sedikit anget dan lesu. Aku tak tega meninggalkannya. Untungnya hari ini tidak ada aktivitas sangat penting, cuma kuliah saja nanti sore jam 15.30an.

    Ketika aku bilang pada suami, dia bilang,” Lha… adik lagi mikirin apa?”. Menurutnya, demam Dhika ada hubungannya dengan pikiran orangtuanya. Kalau pikiran ibunya lagi kusut, anaknya bisa jadi demam…..

    Hm.. aku mikir apa ya? Kayaknya sih tidak ada yang terlalu memberati. Yah, tapi memang aku harus lebih slow lagi…… santai. Memang ada beberapa hal harus diselesaikan dan disiapkan. Anyway, itu sudah konsekwensinya orang kerja, jadi nggak papa.

    Tapi aku jadi trenyuh ….. Dhika kelihatan happy sekali aku di rumah. Aku dipeluknya terus nggak mau lepas. Maklum, badan lagi gak enak, mungkin, jadi manja. Sekarang dia lagi tidur, jadi aku bisa nulis-nulis sedikit, dan menge-mail dan YM-an kesana kemari untuk urusan pekerjaan. Tadi aku memberinya syrup parasetamol dan syrup untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Nggak dikasih puyer ? hehe…..

    Aku jadi ingat permintaan seorang kawan agar aku membahas tentang masalah puyer yang lagi heboh. Sebenernya sih sudah banyak yang membahas itu di banyak media, termasuk blog Apotekkita yang selalu menyampaikan pikiran-pikiran kritisnya. Tapi tak apalah, kali ini dengan versiku sendiri.

    Puyer, ini istilah umum di masyarakat untuk bentuk sediaan serbuk obat dalam bungkusan-bungkusan kecil. Istilah dalam bidang farmasi adalah pulveres, yaitu serbuk bagi, yang dibagi-bagi dalam bungkusan-bungkusan. Aku belajar membuat sediaan pulveres di semester 3. Tentu ada tatacara pembuatannya, untuk menjamin obatnya aman. Kontroversi penggunaan puyer timbul karena kekhawatiran bahwa puyer tidak steril, berisiko dosis tidak tepat, reaksi campuran bermacam-macam obat, tidak sesuai dengan RUD (rational use of drugs) dan tidak sesuai dengan cara pembuatan obat yang baik (CPOB).

    Begini kawan,….

    Sediaan pulveres/puyer ini memang memungkinkan pencampuran berbagai obat dalam satu paket. Bentuk sediaan ini umumnya digunakan untuk anak-anak, yang masih sulit untuk menelan tablet atau kapsul. Mengapa dijadikan satu? Ini bertujuan untuk kepraktisan minum. Anak kecil kan susah minum obat, apalagi kalau obatnya macam-macam. Jadi lebih praktis dijadikan satu aja dalam bentuk puyer. Tetapi, bolehkah semua obat dicampur jadi satu dalam bentuk puyer ?

    Tentu tidak. Pertama, masalah teknis pencampuran. Tidak semua obat bisa kompatibel jika dijadikan satu paket. Untuk itu kami farmasis sudah mempelajari tentang inkompatibilitas obat-obat. Ada obat yang jika dicampurkan bersama membuat sediaannya jadi lembek karena adanya interaksi antar bahan. Atau warnanya berubah, dll. Jadi tentunya tidak sembarang obat bisa dicampur jadi satu puyer.

    Yang kedua, masalah rasionalitas penggunaan. Nah, kalau yang ini…. memang perlu ada interaksi yang baik antara dokter sebagai penulis resep dan apoteker sebagai peracik obatnya (dispenser). Contoh gampang komposisi yang kurang rasional misalnya adalah seperti ini: antibiotika dicampur dengan obat turun panas. Mengapa? Antibiotika harus diminum sampai habis, misalnya 5 hari. Sedangkan obat turun panas cukup diminum jika perlu saja. Nah, kalau mereka digabung jadi satu puyer, maka bisa jadi obat turun panas akan diminum juga selama 5 hari barengan dengan antibiotika. Tentu ini tidak tepat. Disamping tidak diperlukan lagi, pemberian obat berlebihan juga meningkatkan risiko terjadinya efek samping atau toksisitas.

    Untuk hal semacam ini, mestinya apoteker bisa menyampaikan ke pada penulis resep untuk bisa mengubah komposisi resepnya.Tinggal masalahnya, dokternya mau tidak. Apotekernya ada di tempat tidak? Apotekernya melakukan

  102. Dan akhirnya aku sendiri harus membuktikan keampuhan sediaan puyer saat anakku sakit Bronkopnemonia kemarin, yang menurut protap seharusnya diopname, tapi aku bertahan untuk merawat di rumah. Lah, bagaimana mau dikasih sediaan lain, yang ada malah muntah. Penurun panas saja aku beri lewat dubur. Anakku muntah terus. Dikasih sirup? yang ada tambah eneg dan tambah muntah… Sayangnya belum ada sediaan sirup yang disukai anakku. Ya sudah akhirnya dipuyerin obatnya, trus ditambahin pemanis sedikit (aku buatin juga gula pasir yang direbus dengan air). Karena sudah trauma dengan rasa obat, dia pasang sikap denial setiap melihat aku atau istri membawa sendok dan mangkok, dikiranya itu obat, padahal buburnya. Akhirnya nafsu makannya juga jadi menurun drastis

    Di sinilah seninya meminumkan obat,kepada anak. Anak dibuat senang dan meminimalisir trauma psikis. Aku ajarkan ke istri, diinisiasi dengan air gula (yang aku buat tadi) dulu (wah pake ASI aja juga dimuntahin…), nah ternyata dia mau…nah diam-diam aku selipkan puyer obat tadi ke air gula, dan diminumkan lagi. Syukurlah akhirnya mau dan berkurang reaksi muntahnya.

    Anakku kedua-duanya memang sensitif sekali indera pengecapnya. Sedikit aja ada yang ga sesuai, langsung bersikap seperti orang bulimia gitu, bereaksi dengan “memual-mualkan” dirinya sampai akhirnya muntah, kalau udah muntah malah bisa tersenyum dan nyengir, padahal kita khawatir dengan dehidrasinya….

  103. wah ada juga postingan tentang kontroversi obat puyer hehehehehe
    Saya juga awam soal obat obatan dan kedokteran, tapi berdasarkan pengalaman selama baru 8 bulan jadi ibu, kalau anak saya ada masalah kesehatan dan perlu treatment pengobatan dokternya selalu tanya, mana yang lebih mudah dikonsumsi, syrup atau serbuk?
    kalau menurut hemat saya puyer itu ya yang serbuk, dan kalau dari kemasannya dan cara peracikannya saya kok percaya saja bahwa semuanya baik baik saja…
    Kalau soal antibiotik di Jepang….setahu saya juga dokter sangat berhati hati dalam pemberian antibiotik, dan cenderung obat obat yang diresepkan dengan dosis sangat rendah serta mengacu pada berat bedan anak….
    anyway…
    thank you u pengalaman pemberian obat untuk anak…
    saya coba mulai nanti sore

  104. Betul pak dokter, anak saya kena ISPA, jelas terbaca di copy rekam mediknya yang sekarang saya simpan baik2, saat itu saya ngak tau ISPA dengan jelas, yang saya tau anak saya sakit harus minum obat, obatnya apa ngak pernah mau tau, padahal isi puyernya 2 AB dan 7 buah obat (saya masih simpen copy resepnya) total jadi 9 obat hikss.

    Kalo saya dan keluarga siy sekarang makin menjauhi puyer, sudah dari sejak akhir tahun 2004 saya tidak menggunakan puyer lagi. Alhamdulillah kalo sakit dan di diagnosa perlu obat, saya dan kelurga tidak pake puyer lagi, ada sediaan lain soalnya, generik lagi.

  105. wah, ini parah!! trus kenapa sampai di opname? mungkin memang bukan ISPA (itu kalau dokter dan RS-nya ga meng-abuse pasien asal di-opname) klo memang cuma ISPA tidak perlu antibiotik, apalagi obat sampe segambreng gitu….tapi klo memang buka ISPA, lain lagi, bisa saja pake antibiotik

    Harus dibedakan juga ISPA itu apa diagnosis masuk atau diagnosis kerja/working diagnose atau diagnosis awal dari poli atau UGD? karena diagnosis bisa saja berkembang seiring dengan berjalannya waktu dan perkembangan pasien…jadi selain kopi rekam medik, perlu juga diminta resume medik, yaitu kesimpulan akhir perawatan pasien.

Tinggalkan Balasan ke Widodo Wirawan Batalkan balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.