Diposkan pada baksos, dokter, kesehatan, penyakit, salahkaprah, yankes

Pengobatan Gratis, Masihkah Perlu?


Sabtu, 14 Mei lalu, saya sempat menyaksikan acara baru reality show Trans TV, Pukul 18.30-19.00: “Pengabdian” yang menghadirkan sosok dr. Irma Rismayanty, dokter muda lulusan FK UI yang menerobos daerah terpencil di wilayah Serang, Banten untuk memberikan pelayanan kesehatan yang bersifat temporer selama beberapa hari. Dia menginap di sana dan melakukan beberapa kegiatan seperti pengobatan gratis dan penyuluhan.

Sebenarnya saya dulu sering sekali mengadakan dan ikut acara-acara bakti sosial pengobatan gratis begitu. Apalagi kalau keluar kota, pasti saya semangat, soalnya sekalian jalan-jalan, hehehe…

Berbicara pengobatan gratis, memang lebih mudah dalam penyelenggaraannya, namun tidak semudah dalam melihat efek jangka panjangnya terhadap kegiatan tersebut. Berdasarkan pengamatan saya pengobatan gratis sering tidak bersifat kontinyu alias berkesinambungan dan jarang disertai dengan penyuluhan yang efektif serta advokasi bagi masyarakat awam untuk lebih membuka wawasan mereka.

Contoh lain kasus pengungsi Merapi di shelter-shelter ternyata sebagian besar dari survey tim saya, mereka sudah jenuh dengan yang namanya pengobatan massal yang gratis. Obat-obatan mahal tidak diminum dan dibiarkan saja tergeletak di rumah masing-masing. Obat-obat jenis antibiotik sudah jelas tidak akan sesuai perlakuannya sehingga justru akan mempertinggi risiko kekebalan terhadap kuman penyakit. Obat-obat penyakit kronik seperti hipertensi dan diabetes bahkan dapat semakin parah bila peserta pengobatan massal tidak punya kesadaran untuk melanjutkan pengobatan di pusat pelayanan kesehatan terdekat seperti puskesmas.

Tapi, apakah pengobatan massal dan gratis tidak diperlukan lagi? Tergantung, bila untuk fase bencana yang akut alias untuk jangka waktu yang singkat, maka masih sangat diperlukan karena memang ada keterbatasan akses pengobatan. Untuk daerah terpencil memang juga masih sangat perlu. Tentu saja sangat perlu diiringi dengan advokasi kepada para pemegang kebijakan untuk mau turun tangan dan memberikan tindak lanjut terhadap mereka yang menjadi kaum marjinal ini. Selain itu perlu upaya terus-terusan untuk menyadarkan masyarakat kita tentang pentingnya kondisi sehat dan kemampuan untuk mendeteksi secara dini penyakit-penyakit yang berbahaya.

Iklan

34 tanggapan untuk “Pengobatan Gratis, Masihkah Perlu?

  1. sekarang itu orang-orang pelosok dan warga kampung bin ndeso semakin banyak yang kena stroke dan penyakit jantung karena mereka ga tahu klo mereka menderita tekanan darah tinggi/hipertensi/HT. Maka dengan baksos-baksos itu sebenarnya bisa menjadi ajang yang sangat baik membantu menskrining penderita…

    iya, intinya sebenarnya bukan pengobatan massalnya, tapi lebih kepada menyadarkan masyarakat untuk aware dengan kondisi mereka….

  2. Memang kalau gratis itu tidak akan dihargai penerimanya. Sebaiknya dikenakan biaya walaupun hanya sekedarnya. Paling tidak mereka ada effortnya & menghargai hasil dari effort mereka….

  3. sebenarnya permasalahannya lebih komplek dari sekadar tidak menghargai hal-hal yang gratis. Contoh, akibat kolusi pabrik obat dokter, pasien yang tersugesti obat mahal, akhirnya ya lama-lama kerangka pikir rusak alias terkena cuci otak klo yang murah atau gratis itu tidak berkualitas…pada akhirnya di lapangan membuktikan begitu…

  4. keduanya… coba aja lihat program-program asuransi, mahal-mahal kan… atau misalnya lihat beberapa pemda yang pernah menyelenggarakan pengobatan gratis secara full, akhirnya mereka kelabakan ga bisa kontinyu, ya karena terlalu mahal dari segi penganggaran dan akibatnya juga. Dari sisi akibat ini misalnya jumlah kunjungan pasien ke sentra kesehatan membludak, meski pun untuk sakit yang sederhana, sedang fee petugas kesehatan tidak diperhitungkan untuk ditambah, akhirnya kerja malas-malasan, tidak berkualitas, dan akhrinya image program asuransi kembali jadi jelek, ya contoh seperti asuransi sosial atau yang masif punya pemerintah seperti askes…

  5. Waktu saya masih kecil sampe SMA, pengobatan di RS Rancabadak (sekarang RS Hasan Sadikin) Bandung, kemudian waktu jadi mahasiswa pengobatan di RSUP (sekarang RSCM) Jakarta, masih gratis tuh.

  6. Di Jkt teman2 ku masih tetap melakukan nya buat TK free yang kita dirikan untuk anak2 pemulung di belakang gedung megah apartment rasuna. Mas Dokter jangan bergaul terlalu dekat sama aku ya… aku suka ngerayu teman 2 yang dokter buat meluangkan waktu nya 1 jam saja buat periksa anak anak tersebut. hehehehe….

Tinggalkan Balasan

Please log in using one of these methods to post your comment:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.