Diposkan pada dokter, jogja under cover, livinginjogja, penyakit, salahkaprah

Jogja Under Cover III: Pentingnya pendidikan seksual yang benar



Pic dari sini


Banyaknya kasus penderita penyakit seksual dan kehamilan yang tak diinginkan oleh ABG dari usia sangat muda sampai tingkat mahasiswa, menjadikan aku begitu yakin akan pentingnya pendidikan seksual yang benar sejak anak-anak masih usia dini. Bahkan seharusnya kurikulum pendidikan seksual dan kesehatan reproduksi sudah sangat mendesak diberlakukan di sekolah-sekolah. Kebanyakan bagi pelaku seks bebas/multipartner dan mereka yang ga begitu ngeh dengan perilaku berisiko lainnya terkesan sekali mereka tidak mengerti arti kesehatan reproduksi dan risiko-risiko berbahaya yang harus mereka terima.

Pengalamanku sendiri dan rekan sejawat di kantor terhadap kasus-kasus tersebut lumayan menggiriskan hati. Berikut aku akumulasikan saja beberapa kasusnya, beberapa sudah pernah aku tulis lengkap dan sering aku catatkan di status, waktu FB/fesbuk-ku masih hidup.

Misalnya, keperawanan hilang dari seorang mahasiswi karena  coba-coba dengan pacarnya, ngakunya sih cuma 1 kali saja melakukan hubungan seksual. Terus periksa untuk mengetahui apakah masih perawan atau tidak (aneh kan…), dan hamil atau tidak.

Lalu, seorang mahasiswa yang datang karena menderita sakit kelamin yaitu kencing nanah (uretritis gonorrhea) karena berhubungan seks dengan pacarnya (ngakunya pake pengaman dan pacarnya setia alias ga berhubungan dengan orang lain, bullshit! Siapa yang percaya dengan omongan orang suka ngeseks bebas?!) lalu setelah sembuh 8 bulan kemudian menderita kutil kelamin (condyloma acuminata) dan sudah di”bakar” (kauterisasi) di RS, lalu terkena jamur kulit (tinea cruris) di sekitar alat kelaminnya.

Lalu, yang miris, seorang mahasiswi muda, hamil 5 bulan, yang berencana mau menggugurkan kandungannya, dan mau ditinggalin sama pacarnya, ortunya juga belum tahu kalau dia hamil, duh…

Lalu, pasangan muda (belum nikah) datang periksa, eh, ga tahu klo si cewek hamil 7 bulan, lantas perut yang buncit itu selama itu dianggap apa?!

Lalu, seorang ABG perempuan bau kencur masih 12 tahun, hamil 3 bulan, datang dengan pacar (ternyata adik kelasnya) dan ortunya, meminta surat keterangan hamil untuk menikah di pengadilan agama, karena KUA tidak berani menikahkan karena masih di bawah umur.

Lalu, pasangan muda, pegawai cafe dugem yang cukup terkenal di Jogja, datang mengeluhkan karena masalah sakit kelamin juga, ditanya kapan nikahnya, malah cekikikan dan mengarang cerita bohong (dikira kita ga ngerti kalau mereka bohong apa?!)

Lalu, seorang mahasiswa yang mengaku gay, periksa dengan keluhan sakit juga pada kelaminnya yang ada “dua” itu, karena kadang dia jadi cowok, kadang jadi “cewek”. Ada juga mahasiswa lain yang main ke salah satu tempat lokalisasi terkenal di Jogja, kena sakit kelamin juga, ada juga mahasiswa  yang lain merasa ketakutan secara ada keluhan di sekitar mulutnya . Dia baru dikerja’in oleh seorang waria untuk melakukan kegiatan oral dan dibayar loh…

Lalu, seperti QN-ku barusan, seorang calon ibu muda 17 tahun yang MBA (married by accident), datang dengan pasangan yang imut-imut dan ibu kandungnya yang menurutku juga “gaul” (sama degan anaknya pake cat rambut pirang sebagian), dengan keluhan perut terasa kencang-kencang, padahal usia kehamilannya baru sekitar 8 bulan, ternyata dipake buat berhubungan seks dengan suami mudanya itu (padahal sebenarnya sebagian besar juga ga mengalami apa-apa bila berhubungan seks waktu hamil, entahlah…)

Lalu seorang mahasiswi cantik kayak artis, putih, imut, mungil, kalem, (sampai aku terkagum-kagum) mau periksa apakah dia hamil atau tidak, ternyata hamil, langsung cemberut dan cemas, dan ga pernah datang lagi… malu apa ya…

Lalu yang lucu, seorang mahasiswa, datang dengan kelamin lecet-lecet sampai berdarah, ternyata melakukan masturbasi secara serampangan, entahlah ga tau cara persisnya, ga aku gali lebih dalam.

Lalu, kasus yang paling gres, sampai keluar di koran lokal setengah nasional, tentang kasus pengguguran yang terjadi di toilet sebuah RS tetangga RS tempat aku kerja, oleh seorang perempuan masih SMP. Bukan pihak RS yang menggugurkan tetapi si pacar yang sebelumnya sudah memberikan ramuan-ramuan untuk menggugurkan janin tersebut.

Lalu, lalu…lalu… puluhan kasus lainnya… yang kalo mau diceritakan semua, bisa bosan dan muak membacanya. 🙂

Referensi sebelumnya:

Mahasiswi oh mahasiswi…Jogja Undercover versiku, bagian I

Jogja Undercover versiku, bagian II: Apakah harus EGP?

KHUSUS DEWASA: Seks liar itu nikmat, taaapiii…

37 tanggapan untuk “Jogja Under Cover III: Pentingnya pendidikan seksual yang benar

  1. kasus2 kayak gituan udah lama bukan? jaman aku masih jd “anak jalanan” yg nongkrongnya di seni sono dgn ciblek2nya, perilaku seks bebas juga udah gila2an di jogja. kasus kumpul kebo mahasiswa jogja di thn 80an sbg imbas gerakan “flower generation” juga menyisakan cerita2 spt tertulis di atas.

  2. yg udah bikin pendidikan kespro/kesehatan reproduksi juga sudah banyak kok. sudah masuk ke sekolah2. di jakarta lewat PKBI dgn CMMnya. di jogja rifka anisa/PKBI juga keknya. dan lain-lain. saya dgn RTJ (Rumah Tanpa jendela) juga bikin media kampanye lwt film animasi gambar bergerak, meski ga spesifik ke kespro, tetapi lebih ke pencegahan perilaku beresiko hamil atau terkena HIV/AIDS (numpang iklan) hehe

  3. iya di Jogja Lentera Sahaja-nya PKBI dan Women Crisis Center-nya Rifka Annisa yang terkenal. Ada teman saya juga di sana. Cuma sayang kan sifatnya belum menyeluruh alias cakupan masih sempit. Artinya kurikulum harusnya diinisiasi oleh Depkes, Depdikbud, Depag, Menkoinfo. Bahkan sebaikanya sampai terorganisir sampai tingkat non formal di kelurahan. Ini sebenarnya “perang” antar antar kubu yang semata-mata hanya memikirkan bisnis tapi menghancurkan moral bangsa dengan kemampuan pemerintah untuk memproteksi generasinya…

  4. klo pelajaran reproduksi di sekolah (SMP/SMA) mungkin cuma bikin anak penasaran soale ga pernah dikaitkan secara langsung dikurikulum tentang bahaya seks bebas, jadinya ga dikasih panduan pemakaian malah pada nyobain sendiri secara manual.

    *nek otomatis emang ga ono soale 😀

  5. pelajaran reproduksi di sekolah (SMP/SMA) mungkin cuma bikin anak penasaran soale ga pernah dikaitkan secara langsung dikurikulum tentang bahaya seks bebas, jadinya ga dikasih panduan pemakaian malah pada nyobain sendiri secara manual.
    ——————————–

    memang kurikulum mestinya bersifat integratif/terpadu, tidak teori saja, harus melihat bukti, berkunjung ke penderita, ke yayasan, ke klub-klub, dsb…

  6. iya, keterbukaan sangat penting, jangan tabu atau diam bila anak menanyakan sesuatu yang sensitif, jelaskan saja secara ilmiah dan hindarkan kevulgaran…

    moral dan agama memang ampuh bila benar-benar meresap, meski kadang tidak jarang yang lulusan pesantren kecebur kelembah hitam…

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.