Hal tersebut disampaikan Sekretaris Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr. Soedjatmiko, Sp.A K (Msi) di sela-sela acara journalist class, dengan tema “Kesehatan Fisik dan Mental Anak Sebagai Investasi Tak Ternilai Bagi Bangsa”, Rabu, (3/8/2011) di Jakarta.
Menurut Soedjatmiko, pendapat tersebut sebetulnya tak sepenuhnya salah, namun juga tidak sepenuhnya benar. “Benarnya adalah bahwa memang betul Tuhan telah memberikan kekebalan pada tubuh kita. Tapi kalau kumannya dalam jumlah banyak dan ganas, tubuh kita tidak akan bisa melawan,” katanya.
Ia mencontohkan, pada negara-negara maju yang sosial ekonomi nya baik, gizinya bagus, dan lingkungannya bersih, masih bisa terkena wabah bakteri E Coli. Padahal, sebagaimana diketahui, mereka bukanlah dari sosial ekonomi yang buruk. Pada kasus tersebut Soedjatmiko berkesimpulan bahwa, kebersihan badan, lingkungan dan gizi yang baik belum mampu untuk mencegah penyakit menular.
“Ini untuk mengcounter pendapat-pendapat yang mengatakan bahwa imunisasi itu tidak perlu,” tegasnya.
Soedjatmiko juga memaparkan 8 fakta seputar imunisasi yang perlu diketahui. Hal ini dimaksudkan agar tidak ada lagi salah kaprah di masyarakat mengenai imunisasi.
1. Imunisasi merangsang kekebalan spesifik bayi dan anak
Pemberian vaksin akan merangsang peningkatan kekebalan spesifik pada bayi dan anak untuk membunuh kuman atau racun yang dihasilkan oleh kuman yang masuk ke dalam tubuh. Jadi vaksin tidak melemahkan kekebalan tubuh, tetapi justru merangsang peningkatan kekebalan tubuh yang spesifik terhadap kuman atau racun.
2. Imunisasi mencegah penyakit berbahaya
Kalau anak tidak di imunisasi, maka tubuhnya tidak mempunyai kekebalan yang spesifik terhadap penyakit. Bila kuman berbahaya yang masuk bersifat ganas dan banyak, maka tubuh tidak akan mampu melawan, sehingga bisa menyebabkan sakit berat, cacat atau meninggal. Sampai saat ini, imunisasi yang sudah disediakan oleh pemerintah untuk imunisasi rutin meliputi, Hepatitis B, Polio, BCG, DPT, Campak dan vaksin jemaah haji (Maningitis).
3. Imunisasi lebih praktis dan efektif cegah penyakit
Imunisasi lebih praktis, karena sangat cepat meningkatkan kekebalan spesifik tubuh bayi dan anak. Setelah diimunisasi dalam waktu 2-4 minggu, maka akan mulai terbentuk kekebalan spesifik tubuh bayi dan anak untuk melawan kuman. Sementara itu, pemberian ASI, hidup sehat, dan kebersihan lingkungan memang dapat menurunkan risiko serangan penyakit, tetapi membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk memperbaikinya. Sehingga lebih sulit dan lebih lama hasilnya dibandingkan imunisasi.
4. Negara maju tetap butuh imunisasi
Negara maju dengan tingkat gizi dan lingkungan yang baik tetap melakukan imunisasi rutin pada semua bayinya, karena terbukti bermanfaat untuk bayi yang diimunisasi dan mencegah penyebaran ke anak sekitarnya. Sampai saat ini menurut data WHO, sekitar 194 negara maju maupun sedang berkembang tetap melakukan imunisasi rutin pada bayi dan balitanya. “Jadi, tidak benar kalau ada informasi yang mengatakan negara kaya tidak membutuhkan imunisasi. Mereka tetap melakukan vaksinasi, bahkan vaksin yang diberikan jauh lebih banyak,” kata Soedjatmiko.
5. Tidak ada negara yang melarang program imunisasi
Sampai saat ini, tidak ada satupun negara yang melarang program vaksin. Semua ahli-ahli di dunia dan pemerintah yakin dan sepakat bahwa program vaksin pentng dan bermanfaat untuk menurunkan angka kesakitan, kecacatan, dan kematian akibat penyakit berbahaya.
6. Vaksin imunisasi di Indonesia adalah produk lokal
Vaksin yang digunakan untuk program imunisasi di Indonesia dibuat oleh PT. Biofarma Bandung dan sudah dinyatakan aman oleh badan internasional WHO. Bahkan vaksin buatan Biofarma saat ini sudah digunakan oleh Unicef untuk lebih dari 120 negara didunia. “Masa, negara lain percaya sama produk kita, tapi kita sendiri nggak,” katanya.
7. Pasca imunisasi muncul ‘kejadian ikutan pasca imunisasi’
Setelah imunisasi kadang muncul kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) seperti demam ringan sampai tinggi, bengkak, kemerahan dan gampang rewel. Menurut Soedjamiko, kejadian seperti itu adalah reaksi yang umum terjadi pasca imunisasi. Biasanya dalam hitungan 3-4 hari, gejala tersebut akan berangsur-angasur hilang dengan sendirinya.
8. Setelah diimunisasi masih bisa terkena penyakit, tapi ringan
Soedjatmiko mengatakan, perlindungan imunisasi memang tidak ada yang 100 persen. Artinya, setelah diimunisasi, bayi dan anak masih bisa terkena penyakit, tapi kemungkinannya sangat kecil yakni sekitar 5-15 persen.
Sumber: http://health.kompas.com/read/2011/08/04/11245835/Pahami.8.Fakta.Penting.Soal.Imunisasi
eh, siapa ya yg waktu itu nge-link tulisan tentang kontra imunisasi
ada yg takut vaksinnya mengandung babi dll.
ini copas note seorg kawan di fb:
by Happy Pretty Sausania on
Monday, February 7, 2011 at 1:53pm
Semalam ada seorang bidan muda
menelepon saya. Dia menanyakan
kepada saya tentang mengapa saya
sangat melarang Imunisasi bagi
anak-anak (terutama sekali
keponakan-keponakan saya). Apakah
alasan saya melarangnya? Berikut
tulisan singkat saya (bahannya terlalu
banyak jadi saya persingkat).
Imunisasi dan Konspirasi di
dalamnya.
Jika kita merunut sejarah vaksin
modern yang dilakukan oleh Flexner
Brothers, kita dapat menemukan
bahwa kegiatan mereka dalam
penelitian tentang vaksinasi pada
manusia didanai oleh Keluarga
Rockefeller. Rockefeller sendiri adalah
salah satu keluarga Yahudi yang
paling berpengaruh di dunia, dan
mereka adalah bagian dari Zionisme
Internasional.
Kenyataannya, mereka adalah pendiri
WHO dan lembaga strategis lainnya :
The UN’s WHO was established by
the Rockefeller family’s foundation in
1948 – the year after the same
Rockefeller cohort established the
CIA. Two years later the Rockefeller
Foundation established the U.S.
Government ’s National Science
Foundation, the National Institute of
Health (NIH), and earlier, the nation ’s
Public Health Service (PHS).
~ Dr. Leonard Horowitz dalam
“ WHO Issues H1N1 Swine Flu
Propaganda”
Wah hebat sekali ya penguasaan
mereka pada lembaga-lembaga
strategis.
Dilihat dari latar belakang WHO, jelas
bahwa vaksinasi modern (atau kita
menyebutnya imunisasi) adalah
salah satu campur tangan (Baca :
konspirasi) Zionisme dengan tujuan
untuk menguasai dan memperbudak
seluruh dunia dalam “New World
Order” mereka.
Apa Kata Para Ilmuwan Tentang
Vaksinasi?
“Satu-satunya vaksin yang aman
adalah vaksin yang tidak pernah
digunakan. ” ~ Dr. James R. Shannon,
mantan direktur Institusi Kesehatan
Nasional Amerika
“Vaksin menipu tubuh supaya tidak
lagi menimbulkan reaksi radang.
Sehingga vaksin mengubah fungsi
pencegahan sistem imun. ”
~ Dr. Richard Moskowitz, Harvard
University
“Kanker pada dasarnya tidak dikenal
sebelum kewajiban vaksinasi cacar
mulai diperkenalkan. Saya telah
menghadapi 200 kasus kanker, dan
tak seorang pun dari mereka yang
terkena kanker tidak mendapatkan
vaksinasi sebelumnya. ”
~ Dr. W.B. Clarke, peneliti kanker
Inggris
“Ketika vaksin dinyatakan aman,
keamanannya adalah istilah relatif
yang tidak dapat diartikan secara
umum ”.
~ dr. Harris Coulter, pakar vaksin
internasional
“Kasus polio meningkat secara cepat
sejak vaksin dijalankan. Pada tahun
1957-1958 peningkatan sebesar 50%
, dan tahun 1958-1959 peningkatan
menjadi 80%. ”
~ Dr. Bernard Greenberg, dalam
sidang kongres AS tahun 1962
“Sebelum vaksinasi besar besaran 50
tahun yang lalu, di negara itu
(Amerika) tidak terdapat wabah
kanker, penyakit autoimun, dan
kasus autisme. ”
~ Neil Z. Miller, peneliti vaksin
internasional
“Vaksin bertanggung jawab terhadap
peningkatan jumlah anak-anak dan
orang dewasa yang mengalami
gangguan sistem imun dan syarat,
hiperaktif, kelemahan daya ingat,
asma, sindrom keletihan kronis,
lupus, artritis reumatiod, sklerosis
multiple, dan bahkan epilepsi. Bahkan
AIDS yang tidak pernah dikenal dua
dekade lalu, menjadi wabah di
seluruh dunia saat ini. ”
~ Barbara Loe Fisher, Presiden Pusat
Informasi Vaksin Nasional Amerika
“Tak masuk akal memikirkan bahwa
Anda bisa menyuntikkan nanah ke
dalam tubuh anak kecil dan dengan
proses tertentu akan meningkatkan
kesehatan. Tubuh punya cara
pertahanan tersendiri yang
tergantung pada vitalitas saat itu. Jika
dalam kondisi fit, tubuh akan
mampu melawan semua infeksi, dan
jika kondisinya sed
emang lg rame sih yg nolak bayinya di imunisasi..
Enatha parno yg berlebihan atau ga ngeh yaa klo kondisi lingkungan saat ini macem apa
gimana si sebenernya?
makanya itu perlu bukti, nyatanya di RS saya sendiri ga ada sama sekali kandungan itu… jadi percaya fakta terkini atau fakta yang sudah kuno?
Makanya klo ga percaya, sini saya kasih pasien cacar, dijamin kena deh… 🙂
TRIFA (shafa, athifa dan farhan) semua imunisasi BCG. DPT. Polio. Campak. Hepatitis B dan A. HiB. cacar. Tipa dan MMR. bahkan BCG, DPT dan Polio pakai imunisasi ulangan ketika usia 6 thn dan 12 thn tapi Polio ulangan hanya usia 6 thn. cara ini sudah benar kah?
nyimak aja biar tambah pinter…
sekalian dibahas tentang kontrasepsi oral yang lagi rame katanya bisa meningkatkan AIDS, itu betul gak pak dokter?
Ya, kita kembali kepada ilmu. Tentu saja ilmu yang benar bukan ilmu yang telah dimanipulasi dengan berbalut ketidaktahuan dan salah kaprah akibat paranoid.
Contoh saja kesalahan dalam kopian dari FB tsb. Kita ketahui bahwa penemu vaksin pertama kali (vaksin cacar/variolla/smallfox, bedakan dengan chickenk fox atau cacar air) adalah Edward Jenner yang hidup pada abad ke 18, sedangkan keluarga Rockefeller hidup di abad 20-21. Di sini terlihat mencampur adukkan antara fakta sejarah, medis, bisnis, dan konspirasi.
Begitu juga hal-hal lain yang ada. Saya sendiri insyaAllah bisa membantah itu semua, tapi untuk apa…? pahami saja ilmu yang sudah ada pada rel-nya. Klo sebagian besar ilmuwan telah membuktikan, kenapa kita hanya percaya 1 atau segelintir saja “ilmuwan” yang juga patut dipertanyakan motifnya… 🙂
ini saya kopikan ulang reply-an saya di tempat teman lainnya: http://multiply.com/mail/message/puritama:notes:261
Imunisasi suatu keharusan.
Ga semua dokter pintar dan paham loh, jangan lihat titelnya aja
Saya aja dokter, barusan kena cacar air parah karena ga imunisasi. Imunisasi memnag bkan segalanya dan bukan melindungi 100 persen tapi sangat bisa mencegah keparahan….
kandungan yang ditakutkan itu sebagian besar sudah tidak ada.
imunisasi sama saja dengan obat medis lainnya, memiliki risiko bahkan efek samping, tapi manfaatnya jelas lebih besar. Ini yang ga dipahami oleh mereka yang kontra imunisasi. Logikanya saja klo hanya mengandalkan tubuh dengan kekebalan alaminya, ya kita beri contoh kasus. Seandainya mba Vera sakit, apa minum obat atau engga, tentu jawabannya bisa iya bisa tidak. Mengapa? ya tentu saja tergantung penyakitnya kan…. Klo penyakitnya mematikan apa iya memilih tidak minum obat? Nah begitu juga dengan imunisasi, mengapa muncul gerakan imunisasi massal, karena penyakit-penyakit yang dicegah oleh imunisasi ini sebagian besar amat berbahaya dan bisa menjadi wabah yang mematikan. Sebelum ditemukan imunisasi Influenza, dulu ratusan ribu orang eropa meninggal. Sebelum ditemukan imunisasi cacar (bukan cacar air), banyak yang mati dulunya. Namun sekarang virus cacar yang mematikan itu sudah musanah karena kerbhasilan imunisasi massal. Coba kita bayangkan andai saja ada satu yang mangkir, menolak, berdemo tidak mau diimunisasi massal, tentu viru cacar ini tidak jadi musnah. Contohnya adalah virus folio. Dikabarkan bahwa virus folio hampir musnah, namun naytanya masih banyak yang belum terkena imunisasi, ya, akhirnya merebak lagi kan…. jadi bagi yang awam gunakan saja logika kita secara benar, ga usah berbelit-belit segala… 🙂
Lalu kalau ada imunisasi yang masih mengandung zat-zat berbahaya (meski itu tidak menunjukkan efek) atau zat-zat haram seperti unsur babi, ya harusnya justru kita tidak serta merta antipati, disinilah tugas ilmuwan yang lebih mengerti tentang agama harus menciptakan pengganti bahan imunisasi yang lebih baik, bukan justru menghindarinya, dan membuat wabah baru, dan malah berdosa kan…? Artinya ilmu imunisasi itu sudah sesuai dengan ilmu medisnya, tinggal kontennya yang disempurnakan. Jangan asal bunyi, karena (contoh) banyak kecelakaan lalu lintas, lantas mobil dan motor dilarang….karena berbahaya, harusnya kan dipikirkan alternatif supaya motor atau mobil itu bisa safe, atau klo ada alternatif lain yang lebih baik, ya silakan….
Benar pencegahan tidak hanya dengan imunisasi. Tapi tanpa imunisasi apalagi untuk penyakit-penyakit tertentu yang berbahaya dan bisa menurunkan kualitas hidup maka itu sama dengan pasrah… dan tidak itu aja dampaknya, seperti kata saya sebelumnya, gerakan anti imunisasi hanya akan membuat dosa baru, yaitu menyebarnya penyakit berbahaya…
Saya ngeliat sendiri bagaimana anak anak yang menderita karena difteri, tetanus, anak yang kena komplikasi campak.
Belum lagi jamaah haji yang pakai kartu bodong imunisasi meningitis 😦
Tidak ada makhluk hidup didunia ini yang dapat menciptakan mahkhluk lainnya. Bahkan untuk menciptakan bakteri atau virus pun diluar kuasa Allah.
Allah menciptakan mikroorganisme pun 80 persen untuk kebaikan manusia.
Pernah terpikir mengapa hanya 20 persen mikroorganisme diciptakan membahayakan? Mengapa ALLah menciptakan Babi padahal diharamkan?
Semua ada maksudnya!
Seandainya pun vaksin adalah propaganda Yahudi… Insya Allah saya tetap akan menggunakan vaksin… Karena saya yakin bangsa Yahudi hingga saat ini belum dapat menciptakan mikroorganisme satu jenispun. Tidak clostridium tetani, tidak meningococus, tidak bordella pertusis, tidak polio, tidak juga Corynebacterium diphtheriae, dan lain lain.
Tidak semua mikroorganisme berkembang dalam darah.
Terlalu hebat yahudi menyebarkan mikroorganisme berbahaya… Perlu diketahui mikroorganisme ini berbahaya pada orang yang rentan, dan dapat hidup dimana-mana, tanpa perlu disebarkan oleh Yahudi.
Untuk itulah imunisasi diciptakan untuk melindungi yang rentan.
Dan tidak perlu jadi yahudi untuk bisa membuat mikroorganisme(menjadi) jahat, pemakaian antibiotik sembarangan, penggunaan antiseptik berlebihan, penanganan infeksi yang salah… Bisa dilakukan oleh siapapun tanpa perlu menjadi Yahudi… Untuk menciptakan superbugs! Salah satu mikroorganisme jahat yang sulit disembuhkan.
Anak saya ditannik… Tapi dlm 12 jam segera diimunisasi hepatitis b
Saya memberikan anak saya hak saya ASI, tannik, akekah, dan imunisasi, selain mendidiknya…
Maaf… Seandainya pernah menjadi saksi mata dari kejadian infeksi penyakit yg bs dicegah imunisasi mungkin dapat berpikir berkali-kali untuk mengatakan hal hal yang menjurus anti imunisasi.
Mengenai ada komponen haram, seharusnya itu menjadi tantangan untuk negara muslim menciptakan vaksin dengan komponen halal…
IMHO
aku sih nganggep imunisasi masih perlu, klo emang ada kandungan babi dsb tentunya dah ada badan yang mengawasi
saya dataaaang…
Hihi..
Ikut copas ya pak?
Nuwun..
untuk ini lebih baik ke dokter anak Bu Roy, karena lebih kompeten… 🙂
Tapi menurut pendapat saya sendiri sudah cukup 🙂
ini juga saya lihat dari buku kesehatan anak2, TRIFA semuanya pakai dokter anak cissy B kartasasmita. saya ga tau apakah ada imunisasi yg lainnya yg harus TRIFA dapatkan, sebab dr cissy ga pernah nyuruh yg lainnya selain yg diatas. kalau ada tolong infonya siapa tau nanti bisa tuk cucu, hehehe :))
kalau copas harus bayar dgn minuman, supaya ppnya ga minum terus, hehehe :))
Ada link beritanya Bu Nana?
Yang saya tahu mengenai kontrasepsi oral ini termasuk salah satu kontrasepsi hormonal setara dengan suntikan dan yang suntikan kebetulan sudah dibahas di milis dokter indonesia yang saya ikuti. Bukan karena kontrasepsinya tapi perilaku gonta ganti pasangan tanpa kondom yang dan jarum suntik yang tak steril yang berisiko meningkatkan kasus AIDS, artikel asli berbahasa inggris, mungkin ada salah penafsiran saja….
Berikut lengkapnya:
Hormonal Contraceptives May Increase Women's Risks for Acquiring and
Transmitting HIV Infection
Women using hormonal contraception — especially injectable forms — show
increased risks for acquiring and transmitting HIV infection, according to a
Lancet Infectious Diseases study.
Researchers followed some 3800 serodiscordant heterosexual couples in Africa
to examine the effect of hormonal contraceptive use on laboratory-confirmed
acquisition or transmission of HIV-1. During a median 18 months' follow-up,
the multivariable-adjusted HIV acquisition rate in women using hormonal
contraception was twice that of women not using it. And similarly, partners
of HIV-infected women on hormonal contraception were twice as likely to
become infected themselves. Injectable contraception in particular accounted
for most of the increased risk.
In his blog HIV and ID Observations, Dr. Paul Sax says part of the explanation “may be the simple fact that women receiving hormonal contraception must be less likely to use condoms. In fact, that … factor is pretty darn likely, and why the results cannot be considered definitive — even though condom use was controlled for in the study.” He advises that condom use be emphasized in counseling women on hormonal contraception.
hehehe, yang digosipin datang…
Silakan deh…
Ya, klo mau dituruti semua, ya jelas masih kurang Bu, dan vaksin-vaksin opsional itu juga harganya mahal-mahal, dan kasusnya di Indonesia sangat jarang. Sementara yang program vaksin sudah sesuai dengan program nasional. Klo mau tambahan boleh juga ditambah sih, bisa lihat di http://www.ayahbunda.co.id/imunisasi atau di http://id.wikipedia.org/wiki/Jadwal_imunisasi
iya, MAs, meskipun memang badan POM dan MUI belum sepenuhnya peduli dan bekerja untuk hal ini….
Thanks berat Bu Dokter Ian…
Nah, inilah yang saya maksud, kita jangan hanya asal menolak, padahal sebenarnya sudah benar, tinggal di”lurus”kan saja bila masih ada hal-hal yang menyalahi…
Saya sendiri baru juga menjadi saksi hidup atas diri sendiri karena saya ga proteksi diri terhadap vaksin cacar air, padahal sedang wabah, dan banyak pasien kena cacar berdatangan, akhirnya saya kena… 😦 dan bekasnya parah… alhamdulillah keluarga dan pembantu semua ga kena, itu pun saya proteksi dengan obat dan vaksin alami dari virus yang sudah terpapar pada tubuh mereka.
http://health.kompas.com/read/2011/10/08/07252689/Kontrasepsi.Hormonal.Tak.Cegah.Infeksi.HIV
disini lho bacanya
iya, sama kan itu dengan artikel inggris yang saya sertakan sebelumnya, saya kutip sedikit ya:
“Temuan menunjukkan bahwa penggunaan kontrasepsi hormonal dua kali lipat memungkinkan wanita yang belum terinfeksi HIV menjadi terinfeksi. Risiko juga terlihat meningkat pada mereka yang menggunakan injeksi dan kontrasepsi oral, meskipun secara statistik untuk kontrasepsi oral tidak terlihat signifikan.”
Titik tekannya kan pada kontrasepsi hormonal secara umum. Sedang hormonal itu terbagi banyak jenis: implan, pil KB (oral), suntikan, dan bahkan IUD/spiral.
Terlihat pada hasil bahwa untuk yang suntikan signifikan meningkatkan kasus HIV. Tapi klo kita telaah signifikan ini karena perilakunya yang tidak benar alias tidak pake pengaman/kondom. Jelas dalam artikel tersebut kok, di awal paragraf:
“Renee Heffron, peneliti yang bekerja pada International Clinical Research Center di UW menekankan pentingnya penggunaan kondom bagi pasangan meski sudah menggunakan kontrasepsi lain (pil KB dan suntik) untuk mencegah kehamilan dan infeksi HIV.
“Perempuan harus diberi konseling tentang pontensi risiko meningkatnya penularan HIV dan transmisi dengan kontrasepsi hormonal terutama yang disuntik, dan tentang pentingnya perlindungan ganda dengan kondom untuk mengurangi risiko HIV,” kata Heffron.”
jadi bukan efek dari KB suntiknya tapi karena gaya hidup juga ya pak?, biar yakin dan gak pindah kelain hati gitu…
aku sampe pusing baca pro kontra masalah ini huhuuuuu
berhubung beberapa bulan lagi tobie junior lahir, tentu aja aku harus memutuskan seputar ini toh… makanya pusiiiing baca pro kontra tentang ini… tapi aku lebih cenderung tetap memerlukan imunisasi
kebanyakan teori konspirasi mas … campur fanatisme agama yang disalahgunakan
mas wid, backgroundnya marakke mumet
kalau yg ini realita : tahun 70 an s/d saya coass tahun 88 an, masih BANYAK saya jumpai kasus difteri, tetanus, campak berat sampai pneuomonia. TBC milier, TBC tulang, TBC otak, dll jenis TBC. Ketemu dgn seseorang berwajah bopeng akibat cacar juga kerap kali. Teman TK beberapa orang kakinya pakai brace akibat polio. Bahkan saya sendiri pun pernah kena pertusis. Batuk 100 hari. Namun, sekarang penyakit tsb sdh hampir tdk pernah dijumpai lagi, kan??
Yg masih ada paling campak ringan. TBC masih merajalela karena pengobatan yg tdk tuntas, sanitasi buruk dan gizi rendah. Kenapa kok penyakit2 tsb jadi langka? Tak lain krn vaksinasi! Ingat outbreak polio di Sukabumi ? Itu karena ada 1 komunitas yg menolah imunisasi, dan ternyata ada salah satu anaknya yg terserang polio. Namanya juga virus…langsung menyebar tanpa ampun. Semoga polio pun sgr musnah dari bumi Indonesia, shg nantinya vaksinasi polio juga dihapuskan sbgmana halnya vaksinasi cacar. Semoga umat Islam tdk mudah termakan isu2 yg tdk jelas, pseudoscience, hoax yg mungkin saja akan melemahkan mrk sendiri. Ingat isu Vaksinasi TT disusupi suntik KB? Nol besar, kan? Dan sekarang ada isu suntik KB dpt menularkan HIV (ya jelas saja kalau jarum suntiknya dipakai gantian dgn ibu yg HIVnya positif!). Demikian pendapat saya, pak Wid
aduh imunisasi anak saya ga lengkap karena kartu kesehatannya berceceran gimana baiknya????
gara2 mau imunisasi lagi batuk lah lagi pilek lah saya kan jadi lupa karena waktunya mundur-mundur… terus pindah rumah pindah RS kartu2 ga tau kemana huhuhuhuh, ma apal lah istilah2 imunisasi yang rumit buat saya, apalagi suruh ngapalin anak 1-2-3 sekarang 4 udah apa waktu kapan. huaaaaa gimana nih?
menyimak..
*saya termasuk yang bingung dan ragu2..tapi selama ini sih masih cenderung untuk tetap imunisasi anak2, minimal imunisasi wajibnya..
ndak usah pusing2 mbak, jalanin saja 🙂
iya, penelitian itu kan hanya melihat tren saja pada kelompok tertentu yang pada intinya sudha punya faktoor risiko untuk penularan HIV…
pusing ya….istirahat, relaksasi, matikan internet, atau minum obat pusing, ga perlu sampai imunisasi, haha…
brarti junior cewek nih mba?
syukurlah masih cenderung ke imunisasi…. amat sangat berdosa menurut saya membiarkan bayi/anak kita dalam keadaan tak terproteksi dari ganasnya penyakit menular pada zaman sekarang ini…
iya, ya saya juga menganggap begitu, tidak proporsional, asal mencampur adukkan antara fakta sejarah, medis, bisnis, dan konspirasi, dan agama. Padahal agama kita sendiri mengajarkan: “janganlah kamu mengikuti sesuatu hal yang kamu tidak punya ilmu tentangnya…”
hehe, maap, diusahakan diganti segera deh…
OK Dok….jelas sekali ini contoh dan fakta-faktanya, trimakasih 🙂
coba ditelusuri diimunisasi di mana saja: di klinik, RS, mungkin disana ada rekam jejak dari rekam medisnya…
diberi reminder saja di kalender atau di HP 🙂
ya, semoga ini semakin menguatkan keyakinan yang sudah benar… 🙂
Ning, karena saya agak longgar dan belum ngantuk, saya sempatkan cari tahu beberapa pernyataan dari catatan teman Nuning di FB.
Contoh untuk kasus kutipan dari seorang ahli di atas…
Saya cari sendiri, ternyata itu asal mencatut nama orang, dan salah lagi mencatut namanya, dan pernyataan itu tidak pernah keluar dari mulut beliau (Pak James ini) kecuali pada situs-situs propaganda anti imunisasi/vaksinasi dan situs-situs pengobatan alternatif seperti homeopati.
Coba cek di http://message.snopes.com/showthread.php?t=73839 tentang kejanggalan pencactutan nama orang/ahli ini.
Nah, ini baru satu contoh kan, saya yakin dengan sepenuhnya alasan lainnya isinya cuma hoax/berita bohong dan alasan yang mengada-ada, dan logika berpikir yang salah…
So…? sudah jelas kan klo kita menyebarkan yang sudah jelas salah, jadi ikut nambah dosa kan… 🙂
hamzah udah kelar imunisasi dooonk…. MMR 15 bulan…
eh, 2 tahun apa deh…
terus terang ya… saya gak masalah kok imunisasiin anak2…
cuma kalo lengkap versi IDAI, mahal banget yaks… belom jadi program wajib…
selama ini imunisasi wajib pemerintah di bidan, posyandu atau puskesmas kok…
yang wajib IDAI.. baru MMR aja..itu juga nyuntik di neng ian… 100 ribu aja… jauh lebih murah ketimbang kudu ke DSA…
*curcol…curcol..
Matur nuwun infonya, dokter. Saya termasuk yg bingung dg pro-kon ttg imunisasi (apalagi kalo berkaitan dg halal-haram kandungannya) dan akhirnya setengah2. Anak pertama masih rajin imunisasi (terutama yg wajib), sekarang anak ke2 dah ngelewatin DPT, Hib dan polio usia 6 bln. Maaf sekalian nanya, skrg anak sy sdh 8,5 bln…apa msh bisa imunisasi yg 6 bln itu ya, dok?
iya, masih mahal, saya sendiri aja ga pake vaksin yang non PPI untuk anak, yah…begitulah, benar tapi dilematis karena mahal…
*lebih curcol
ah… dokter yg aneh…:P
telat…, menurut saya tetap bisa, meski mungkin dalam bentuk lain, cuma lebih baik sekali lagi konsultasikan ke dokter anak (saya kurang kompeten mengenai hal ini) atau bisa baca di http://v3a.blogspot.com/2004/05/sedikit-tentang-imunisasi-anak.html sebagai tambahan wawasan…
mungkin ada dokter lain yang melihat ke sini bisa kasih pendapat? 🙂
he, murah amat? asli ga itu vaksin? :-b
klo ada uang pasti saya suntik…
*curcol lagi
emm pernah dnger di farmakologi ui, bahwa ada beberapa obt yg prosesnya menggunakan enzim babi, benarkah?
Wes asli mas wid… Just info ya harga vaksin dr distributor itu bisa 30 persen lebih murah dari HET, makanya kalo anak2 temen yg nyuntik gak pernah minta uang konsul 🙂 wong dari HET udah untung…
MMR murah mas Wid HET-nya 80-100) (tergantung merk)
jadi nggak pa pa ni dok, yang non PPI boleh nggak diberikan? mau ambil yang IPD, ditawari 800 ribu, itupun ngulang sampai beberapa kali, kemarin ditawari lagi sudah turun ke 600 ribuan.
Btw bukan krn kerjaanku nyuntikin anak2 ya meski aku dr umum jadi pro imunisasi… Fact skrg praktek lagi gak ke kejar lebih administratif.
Tapi berdasarkan ilmu yg dipelajari, menjadi saksi mata dari banyak kejadian, itu yang membuat yakin thd pentingnya imunisasi.
Pendapat pro & kontra sama berimbangnya ya, Pak Wid.
Kalo kedua putri kami telah diberikan 5 imunisasi dasar (BCG, Campak, Hepatitis B, Polio, DPT) + Cacar.
Atas pendapat pro dan kontra itu. Apakah sudah ada lembaga yg melakukan penelitian, misalnya dg mendata jumlah anak-anak yg telah diimunisasi/divaksinasi. Kemudian dihitung berapa orang yg menderita gangguan sistem imun dan syarat, hiperaktif, kelemahan daya
ingat, asma, sindrom keletihan kronis, lupus, artritis reumatiod, sklerosis multiple, dan mungkin juga epilepsi.
Memang semuanya harus bisa dibuktikan dg data & dukungan fakta.
Baca postingan ini plus komen komennya bikin mumet. Belum lagi berita di luaran yang pro dan kontra yang bikin tambah mumet.
nitip dagangan….
http://thetrueideas.multiply.com/journal/item/3268/Imunisasi_Ini_Lho_Hukumnya…
alhamdulillah anak saya juga…
setuju,Kang. para regulator lah yg seharusnya bertanggung jawab atas “dosa” kita krn itu diluar wewenang qt…
kmrn anak saya baru diimunisasi. lupa namanya. pk yg dingin. lmyn mahal jg yak hehe…
Anakku jadual vaksinasi varicella dr.ian…..tar nunggu rezeki nomplok datang…:D
Kemarin ketemu teman yang sering bangga karena anak nya ga imunisasi, kabarnya anak2nya itu sehat-sehat jarang sakit dan gemuk-gemuk pula…….dulu gencar sekali promo ttg anti vaksin, yo wess…btw…kalau ga salah mas Wid pernah ngasih link tentang undang2 yang melarang orang untuk propaganda anti vaksin ya?
selama gak bertentangan sama agama, saya ngikut aja demi sehat
apalagi waktu itu semua imunisasi gratis dibayarin kantor …hihi
eh, tapi bulan lalu saya melakukan vaksin varicella, bela2in memvaksin diri sendiri biar gak ketularan
udah ketahuan kan saya termasuk golongan yg percaya fakta terkini atau yg kuno ? 😀
Maaf ya, saya belum bisa balas komen dengan panjang lebar, masih capek….
ini nitip tulisan yang sangat bagus sekali!
http://www.wikimu.com/News/DisplayNews.aspx?id=1786 (Hasutan Anti-imunisasi)
salam kenal
anak perempuan saya, lengkap imunisasinya sejak bayi, kemudian tiba-tiba baca artikel2 tentang kontra imunisasi. jujur saja, jadi puyeng juga awalnya. tapi kemudian pasrah saja sama Allah, lha bagaimana sudah terlanjur diimunisasi.
tapi kecenderungan saya memang diimunisasi, termasuk flu shot pas winter, mengingat disini kalo kena flu ketika winter bisa sangat parah.
tfs artikelnya, boleh saya add jadi kontak?
benar Mas, tidak bisa ditampik, masih ada yang diproses secara tidak halal menggunakan bahan tersebut. Nah inilah yang mestinya jadi PR bersama, terutama ilmuwan yang mengerti tentang halal haram. Di Malaysia bbisa melakukan ini, harusnya Indonesia lebih bisa lagi, jangan cuma hanya bisa protes, tapi tidak prinsip….
baiklah, segera saya usahakan untuk vaksin juga…
Ya, ga apa-apa, intinya kembali kepada kemampuan ortu.
namun hal berikut bisa jadi pertimbangan,
Kelemahan di Indonesia sering belum disertai mengenai jenis/tipe kuman penyakit yang beredar terkait dengan vaksin yang terbatas juga untuk mencegah varian/strain kumannya. Vaksin IPD (untuk mencegah kuman pneumokokus yang menyebabkan infeksi paru & selaput otak yang mematikan) sama halnya dengan vaksin Influenza, yang diragukan efektifitasnya di Indonesia, karena belum ada data jenis strain kuman yang beredar di Indonesia.
Lebih lanjut artikel berikut bisa mencerahkan:
http://mommiesdaily.com/2010/07/27/expert-corner-perlukah-vaksin-ipd/
sudah banyak sebenarnya Pak. Vaksin PPI yang 5 dasar itu juga berdasarkan penelitian bahwa di Indonesia memang perlu vaksin tersebut karena awal dulu sebelum diwajibkan banyak terjadi wabah.
Sedang risiko-risiko pasca vaksin itu juga senantiasa diteliti dan dimontoring. Sayang untuk skala Indonesia kita masih mengikut literatur dari luar negeri. Meski di Indonesia sudah ada Pedoman Pemantauan Dan Penanggulangan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) namun hala itu tidak berjalan optimal (http://www.hariansinggalang.co.id/sgl.php?module=detailberita&id=6305), selain itu badan lain seperti BP POM dan LP POM MUI tidak seketat dalam memantau dan melakukan riset kontinyu tentang penggunaan vaksin di Indonesia. Berbeda dengan badan pengawas di luar negeri misal FDA-nya Amrik yang sangat ketat masalah ini, ada sedikit masalah, biasanya akan langsung diteliti dan tidak segan untuk ditarik dari peredaran. Nah, nyatanya di negara yang ketat itu pemerintahnya mewajibkan imunisasi yang disesuaikan dengan kondisi penyakit berbahaya dan wabah di tempat mereka.
minum obat sakit mumet Mba 🙂 atau matikan dulu koneksi internetnya….
OK Pak….
sepertinya pake yang combo atau triple Mas untuk beberapa penyakit sekaligus, jelas lebih mahal, hehe…
Ini mba: http://wap.gatra.com/2006-05-26/artikel.php?id=94801
UU-nya bisa download di http://kepustakaan-presiden.pnri.go.id/uploaded_files/pdf/government_regulation/normal/UU_4_1984.pdf
hehe… iya Mba, sudah jelas Mba Shant pro imunisasi….
Salam kenal mba Nura 🙂
Lebih baik “terlanjur” diimunisasi dan harusnya kita lebih tenang, dari pada engga, entar kena wabah baru tahu rasa…
silakan…
Tambahan bahan bacaan:
Tentang merkuri dalam vaksin:http://nfid.org/pdf/factsheets/thimerosal.pdf
Produsen Vaksin, Bio Farma Jawab Pro Kontra Imunisasi :http://www.biofarma.co.id/index.php/detil/items/470.html
beberapa lembaga riset dan hasilnya bisa lihat di:
http://www.medscape.org/resource/vaccines/cme
http://nfid.org/factsheets/vaccine.shtml
http://www.who.int/vaccine_research/en/
Pak dokter, izin share link MP nya di fb saya ya… Krn byk temen yg msh ragu ttg imunisasi ini… Mksh
TFS…pak mau tanya mungkin rada menyimpang. Tapi saya penasaran apakah bekam itu dalam ilmu kedokteran tidak ada manfaatnya? Makasih…
linda
silakan Mba…..
bekam ada manfaatnya, sudah banyak penelitian medis yang mengkajinya. Yang belum ada dari bekam masalah standarisasinya. Sedang obat dalam pengertian medis obat adalah hal yang terukur, dosis, jangka pemakaian, frekuensi terapi, dan spesifik untuk gejala atau penyakit tertentu, bukan untuk segal penyakit.
Nambah satu lagi link tulisan bagus:
http://drarifianto.multiply.com/journal/item/52/Mengapa_Tidak_Mau_Memberikan_Imunisasi
Ini juga….
Telaah buku Imunisasi, dampak dan konspirasi: http://www.ykai.net/index.php?option=com_content&view=article&id=380:telaah-buku-imunisasi-dampak-dan-konspirasi&catid=89:artikel&Itemid=121
Hukum Imunisasi ( Kontroversi Imunisasi Vaksin Polio yang Mengandung Babi )
http://azwariskandar.blogspot.com/2009/11/hukum-imunisasi-kontroversi-imunisasi.html
Top 20 Questions about Vaccination
http://www.historyofvaccines.org/content/articles/top-20-questions-about-vaccination
lengkap, pak! mantab..
komen belajartilldie di atas (komen ke2) itulah yg bikin resah ibu2..
pdhl byk tipuannya gitu.
thx udah mengklarifikasi beberapa hal.
alhamdulillah… syaikhan sudah imunisasi lengkap… tapi belum tahu kalau yg ada ulangannya… booster apa istilahnya.
setelah itu baru deh di kantor ada yang bawa buku tentang bahaya imunisasi. setelah itu jadi ragu. alhamdulillah dapat pencerahan di sini.
belajartildie (Nuning) itu adik kelas saya di SMP, dia cuma menyampaikan apa yg dibacanya, mudahan dia juga bisa memehami penjelasan saya. Thanks mba Onit.
Saya akhirnya sempat jadi spammer di beberapa situs MP yang memuat tentang imunisasi dan akhirnya akun Kaskus saya yang tidak perah aktif mendadak jadi aktif untuk membantu melakukan penyadaran di regional Kaskus, hehe….
Sampai umur 2 tahun biasanya sudah tercakup semua imunisasi dasar program pemerintah, lebih lengkap bisa lihat di http://www.ayahbunda.co.id/imunisasi atau di http://id.wikipedia.org/wiki/Jadwal_imunisasi
Bukunya berjudul “Imunisasi, dampak dan konspirasi” ya?
Udah saya link kan bantahannya (banyak hoax di sana): http://www.ykai.net/index.php?option=com_content&view=article&id=380:telaah-buku-imunisasi-dampak-dan-konspirasi&catid=89:artikel&Itemid=121
numpang nimbrung diskusi, mengapa bahan vaksinasi diambil dari enzim babi? apakah karena babi (dan jg monyet/kera) memang lebih 'kaya' dan 'subur' sumber penyakit dibanding hewan lainnya?
waduuhhh, jadi rame banget, perlu diklarifikasi jadinya
sama sekali bukan maksud menyebarkan yang salah, cuma pernah baca itu yg temen saya ditag di situ (dan terus menerus jadi pertanyaan besar di kepala saya).
trus pas baca tulisan ini jadi teringat buat nanyain(dan sekarang sudah jelas, terima kasih), makanya di copas di atas. berhubung pake hp (terbatas karakternya), jadi pertanyaannya terpaksa di komen selanjutnya
tapi memang benar babi memang banyak digunakan dalam industri seperti pangan dan medis karena murah (cepat berkembang biak), jadi biasanya demi efisiensi produksi, tetap bisa menggunakan hewan lain tapi biaya produksi jadi lebih tinggi.
maaf mba onit, saya juga cuma nanya lho, cuma biar jelas, saya copaskan note-nya itu 🙂
untuk digarisbawahi (menjadi perhatian) saja, bahwa dalam vaksin, babi BUKANLAH bahan pembuatan vaksin. Bahan dasar vaksin tetap diambil dari virus/bakteri/kuman alami. Dan memang virus itu tidak bisa dibuat, hanya bisa dikembangbiakkan. Dan bahan lain selain babi digunakan untuk media pertumbuhan (makanan) virus tersebut.
Sedang mengapa digunakan babi, nah, babi sebagai enzim proteolitik (enzim yang digunakan sebagai katalisator/pemercepat reaksi pemisahan sel/protein). Agar bahan vaksin berupa virus tadi bisa dilipatgandakan secara besar-besaran dalam skala industri untuk memenuhi kebutuhan vaksin bagi ratusan juta orang.
Pada hasil akhirnya (vaksin), enzim tripsin yang merupakan unsur turunan dari pankreas babi ini tidak terdeteksi lagi. Enzim ini akan mengalami proses pencucian, pemurnian dan penyaringan. Hingga jejaknya pun tidak terlihat lagi. Namun karena sudah tersentuh unsur haram dan najis, status kehalalan vaksin jadi bermasalah.
Dan tidak semua pembuatan vaksin wajib menggunakan bantuan enzim tripsin dari babi ini. Vaksin yang belum bisa dicari penggantinya di negara kita ini karena masih menggunakan katalisator enzim tripsin babi adalah vaksin polio dan menigitis untuk mencegah kelumpuhan pada anak.
Motif mengapa menggunakan ezim ini bisa berbagai macam, seperti salah satunya yang sudah dikemukakan juga:
– harga lebih murah
– spesifik memotong protein tertentu dalam fungsi katalisasi
– dikatakan lebih cocok karena DNA babi paling mirip dengan manusia
– tidak tahu keharamannya (karena diproduksi oleh negara yang tidak terlalu mempertimbangkan hal ini)
– motif politis dan bisnis dimana pemerintah negara kita tidak punya keinginan kuat, seperti halnya negara tetangga kita yang benar-benar menjaga kehalalan produk vaksinnya.
Nah, sekali lagi inilah sebenarnya ujian bagi para ilmuwan dan pemerintah yang mengerti halal-haram produk obat-obatan untuk membuat proses alternatif. Saya sendiri dalam hal ini tetap berpegang kepada prinsip darurat dan pertimbangan manfaat dan kerugiannya ketika kita harus meninggalkan imunisasi/vaksinasi dibanding kerugian massal yang akan ditanggung.
MUI sendiri dalam fatwanya juga fleksibel dan memberikan batas waktu bagi produsen untuk mencari pengganti katalisator yang halal. Ini sama hal-nya dengan kasus penyedap rasa Ajinomoto yang akhirnya bisa juga dicari penggantinya. Namun sekali lagi ini terpulang kepada keinginan dan kemauan kuat pemerintah kita untuk mewujudkannya. Misal: bila perlu impor saja sementara waktu, vaksin dari Malaysia.
Hehehe, iya, saya dah paham Ning, tapi harusnya penjelasan ini juga dilink-kan ke FB-nya Nuning, jadi biar ga terjadi salah penafsiran 🙂
tulisan itu tidak ada di fb ku, tapi fb nya temenku yang dulu (alhamdulillah) sempat aku save, karena setelah ditelusuri kembali halaman tersebut tidak ditemukan (ntah sudah dihapus atau dirubah settingan privasinya) jadi tidak bisa di cantumkan link-nya di sini
kata gubernurnya orang jawa barat, vaksin biofarma buatan indonesia itu halal. malah dipake oleh negara2 OKI…
kalo ini link pekan imunisasi nasional di Jawa Barat
http://www.youtube.com/watch?v=3JVRzKayUqM
yang lebih lanjut lagi setelah imunisasi seharusnya dicek titer antibodi dalam darah setelah 1 bulan dari vaksinasi. apakah sudah memenuhi persyaratan kebal penyakit tersebut atau belum .jika belum , maka perlu dilakukan vaksinasi ulang sebagai booster
sepakat banget dengan pernyataan ini ..
membuat vaksin halal memang tantangan.. insya Allah ada pahala dari Allah karena bermanfaat untuk banyak muslim.
yup, tahnik dst. orang sering memaparkan bahwa yang pro imunisasi itu anti thibunnabawi…
ini bacaan tambahan..
biar ngga bingung mbak..
http://www.facebook.com/notes/raehanul-bahraen/permasalahan-imunisasi-dan-vaksinasi-tuntas-insya-allah-/10150421159136763
itu DTaP bukan DTwP.
kalo combo itu DTwPHb
maaf ikutan nimbrung…
ehehehe
alhamdulillah….. d twitter bs follow @dr_piprim blio dokter pro vaksin, pro thibbunnabawi jg.
sy ada lagi pro kedokteran modern n thibbunnabawi =D
q cm mau nambahkn aja. smua hal yg akan kita lkukan pssti ada konsekuwensinya.
nah skr bgamn kita mnyikapinya. postingan d atas tu mmberi informasi bg yg blm tau.
trim buat subhallah dan yg koment