gimana kalau dibaca kandungannya? meskipun gak ada label halal tapi kalau kandungannya meyakinkan, Insya Allah enggak apa2. Seperti yang selalu saya terapkan disini, beli apapun itu, baca label dengan teliti. Makan di restoran juga begitu, nanya detil apa saja kandungannya. Konsumen punya hak untuk bertanya dan pihak resto/produsen punya kewajiban untuk menjawab. Gak ada cerita, konsumen dibilang cerewet. Itu hak konsumen kok.
mb Nita : barusan klik link-nya, label halal tanpa sertifikat itu ya ? PT Yupi Indo Jelly Gum itu yg memproduksi permen yupi kan ? brati aman niy ? *Bram suka yupi bear dan worm*
nanti kita bahas ya, saya masih mimpin rapat, ini memang penuh polemik dan kontroversial. Indikasi yang ada, jurnal LPPOM MUI itu manipulatif, ada yang mengkonfirmasi 🙂
yupi termasuk yg bandel. Sudah sering dihimbau utk urus sertifikat halal, belum2 juga sampai sekarang. Alhamdulillah, anak2 sudah kebal sama warna-warni si Yupi. Malah mereka yg protes kalau suatu hari saya kelewatan beli makanan tanpa sertifikat halal
yaelah, Jeng Reni…. guwe udeh lihat, ga ada toeh label halalnya…. guwe baca sih ingridientnya, bahkan pake basa arab2an getow, apa dipikir yang makan yupi banyak orang arab?! kacang arab aja ga getow deh!!
kate estri guwe yang insinyur pengolahan pangan itu, katanya memang Yupi ga jelas halal ato engga, guwe aja yang ga ngeh dari doeloe… ada dicantumkan emulsi dari gelatin sapi, tapi kata estri guwe itu sapi impor yang ga jelas dipotong lehernya apa engga, kali cuma distrom! :-b (pusyeng ngikoetin gaya loe Ren…)
koruptor aja ribuan berkeliaran di Indo ga ada stempel halal dibokongnya….
masih ingat ga tentang kelemahan konsumen di Indo yang tinggal pasrah karena memang pemerintahnya kebayakan koruptor, apa aja lolos yang penting, duit..duit…duit…
awalnya saya kira juga begitu, banyak banget kok tulisan arab-nya, wah pasti halal nih, tapi kok dicari-cari mana ejaan halal dalam tulisan arab kok ga ada?!
apalah artinya sebuah label halal? tapi itulah benteng terakhir kita sebagai alasan memakan sebuah produk makanan ditengah carut-marutnya negeri kita…
iya, ati-ati klo sudah terbiasa kita ga jadi paranoid & lebay kok, justru kewaspadaan yang tinggi menjadikan akal, jiwa, dan jasad kita menjadi sehat…hehe…
akhirnya saya beli produk Meiji, Rich & Rich Cheese, biskuit salut coklat gitu, meski anak saya sempat nangis karena tadinya udah janji mau beli Yupi, tapi akhirnya bisa dipahamkan…. 🙂
Klo udah tahu ga ada label halal, saya emoh…padahal kan produk terkenal dan dari perusahaan besar, ngapain kok susah banget ngurus label halal? brarti kan memang MUI sekarang udah lebih bagus, anti sogokan….
saya udah lihat Mba, ya seperti replyan Dokter Prita SpOG: itu bentuk penipuan publik, saya yakin LPPOM MUI waktu itu tidak jeli atau mungkin memnag korup kena sogokan duit. Dari Pak Anton, mantan menteri pertanian yang waktu itu juga aktif menyelidiki berbagai kehalalan produk makanan juga menyatakan begitu. Ini email beliau di sebuah forum tertanggal 26 Desember 2001. Sedang Jurnal itu terbit untuk edisi Maret 2001:
“Permen yupi ini yang sekarang sedang disoroti karena bermasalah, belum mendapatkan sertifikat halal akan tetapi sudah berani memasang label halal. Daftar produk bermasalah ini ada di tabloid Fikri edisi 14 tahun I, 30 november – 6 desember 2001, ada 5 jenis permen yupi yang memasang label halal di kemasannya akan tetapi sebetulnya belum mendapatkan sertifikat halal. Ini adalah penipuan dan seharusnya sudah bisa produsennya diseret ke pengadilan karena telah melanggar UU Perlindungan Konsumen dan PP tentang Label dan Iklan Pangan. Permen yang bermasalah ini adalah permen lunak yang mengandung gelatin. Mahasiswa jurusan saya yang pernah PL disana juga melaporkan jika mereka sebenarnya menggunakan gelatin dari babi, hal ini perlu dikonfirmasi lebih lanjut. Akan tetapi, hasil investigasi LPPOM MUI (awalnya dimuat di Jurnal Halal LPPOM MUI edisi No. 36, Maret 2001) dan dilanjutkan oleh tabloid Fikri (dikonfirmasi ke produsennya dan LPPOM MUI) jelas membuktikan bahwa produsen permen yupi yaitu PT. Yupi Indojelly gum, Bogor telah menipu konsumen dan harus diseret ke pengadilan. Untuk saat ini kita harus memboikot produk-produk Yupi ini sebagai pelajaran dan hukuman.
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.”
O, iya, Mba Nita…. lagian untuk sertifikasi itu harus ditera ulang loh, artinya jurnal LPPOM-MUI yang jadul itu sudah tidak berlaku lagi: saya mendapatkan email mengenai update-an terkini produk-produk halal dari MUI:
Ykh. Bapak Widodo Wirawan
Assalamu'alaikum wr wb
Terima kasih atas email yang telah dikirimkan. Produk kesehatan seperti yang Bapak tanyakan dapat diterima (dipasarkan) di Indonesia, apabila telah memperoleh sertifikast halal dari MUI atau dari lembaga luar negeri yang telah diakui oleh MUI.
gelatin memang paling banyak yang dipermasalahkan. syukurlah sekarang sudah banyak yang menggunakan gelatin dari kedelai/soya, bahkan sudah ada inovasi emulgator yang tidak menggunakan gelatin, saya sempat dengar beritanya.
Kalau yang sudah jelas mah dah gak pelu Fatwa, yang perlu di fatwa itu malah detailnya yang berada di zona abu-abu. Seperti gratifikasi pejabat publik atau aparatur negara, pungutan liar di instansi pemerintah dan sejenisnya.
prnh dengen penjelasan ketua MUI, bhw halal tidak hanya trkait dengan bahan2nya. tp juga prosesnya, jeung. kayak Ayam, kalau motongnya ga sesuai syariah, bisa masuk kategori ga halal.
Assalamu'alaikum, Saya ingin menanyakan kejelasan status halal permen Yupi. Banyak kesimpangsiuran tentang produk tersebut. Ada yang bilang halal ada yang bilang tidak. Mohon penjelasannya. Terimakasih.
———————————————————————– Widodo Wirawan Rumah Sakit Islam Yogyakarta PDHI Jl. Solo KM 12, 5 Purwomartani Kalasan Sleman Yogyakarta Telp. (0274) 498000, Fax. (0274) 498464 —————————————————————————————————————— dari sekretariat lppom mui sekretariatlppom@halalmui.org ke Widodo Wirawan tanggal 18 Juli 2011 16:24 subjek Re: Kehalalan Permen Yupi
Ykh. Bapak Widodo Wirawan
Assalamu'alaikum wr wb
Terima kasih atas email yang telah dikirimkan. Adapun produk permen merk “Yupi” yang Bapak tanyakan belum memperoleh Sertifikat Halal MUI. Demikian informasi ini kami sampaikan.
Wassalamu'alaikum wr wb
Sekretariat
——————————————————————————————————————- Ir. Hj. Osmena Gunawan (Mrs) Vice Director of Secretariat and Socialization
Secretariat Office (Jakarta) Majelis Ulama Indonesia Building, 3rd Floor. Jl. Proklamasi No. 51 Menteng, Jakarta Pusat 10320, Indonesia Phone. 62 21 3918917 & Fax. 62 21 3924667
Operational Office (Bogor) Gd. LPPOM MUI – Kampus IPB Baranangsiang Jl.Raya Pajajaran Bogor 16144, Jawa Barat, Indonesia Phone 62 251 8358748 & Fax 62 251 8358747
Hehehe, padahal Monde Biskuit udah jadi trademark rumahtangga ya, dulu sempat gonjang-ganjing, untunglah sudah halal… klo yang belum ada, lebih aman memang dihindari saja…
Itu sebabnya aku tuliskan kandungannya Ded, menurutku “kandungannya meyakinkan” maknanya luas. Kalau tertulis kandungannya gelatin, dan bahannya sapi, itu masih dipertanyakan lagi bagaimana prosesnya. Karena kebiasaan kami disini (Amerika) adalah memelototi label makanan, dimana kalau ada kandungan hewani meski itu hewan ternak yang dibolehkan tapi cara penanganannya tidak sesuai syariat, ya kami gak beli. Begono. Disini sudah banyak kok toko khusus halal yang menjual kebutuhan para Muslim, dimana para pemiliknya kebanyakan adalah imigran. Muslim memang minoritas tapi pangsa pasarnya lumayan gede.
hahaha, marilah kita mulai dari diri kita dulu, ini kelihatannya kecil, klo dibesar-besarkan nanti bersifat kontraproduktif, tapi klo ada yang lebih punya power, ya silakan saja… 🙂
saya sih sadar sendiri, padahal istri sih udah sempat mengingatkan, sayang ga masuk ke kuping saya waktu itu: dia cuma bilang: permen ga jelas begitu kok dibeli…
waduh, harus lebih curiga lagi kali ya… pokoknya yang curiga pake gelatin mesti hati-hati deh, tapi produk tradisional yang sudah jelas dari bahan halal, meski ga ada stempel halalnya, ya tetap halal dong dimakan, seperti tempe, kesukaan saya… 🙂 meski katanya proses pembuatannya rada gimana gitu…
Ooooo…ini kan teksturnya kenyel2 gitu kan? Yang bikin kenyel2 itu gelatinnya, soalnya disini banyak permen gituan. Dan kami gak pernah beli karena mengandung gelatin.
Hehe… sebenarnya aku juga ikut bingung, sebenarnya yang masang logo halal (tulisan Halal dlm arab, dan bukan logo halal dari MUI) itu beneran halal dan ada sertifikat apa nggak sih?
Ga cuma produk luar kok, ada juga produk biskuit dalam negeri yg merknya terkenal (ga sebut merk krn lupa merk tepatnya apa) sama sekali ga ada logo halalnya *miris*
Dan sejujurnya kadang aku lebih milih beli produk Malaysia, kayaknya blm pernah ketemu produk Malaysia yg ga ada logo halal dari MUI-nya Malaysia.
Tiap negara beda beda ya. Barusan liat2 merek daging yang biasa kubeli. Merek Midamar. Di websitenya ada jaminan kehalalan, berpartner dengan Islamic Services of America dan Halal Food Processor tapi di bungkus makanannya gak ada logo halal. Ada tulisan halal biasa.
tergantung juga kebijakannya. Memang yang pasti adalah ada masuk dalam list halal dari lembaga pemberi sertifikasi halal terkait. Jadi logo halal cuma formalitas saja.
Jadi inget kasus di Shanghai mas. Dulu kami sekeluarga pernah tinggal disana. Yang beragama Islam, kebanyakan dari etnis Uyghur di provinsi Xinijiang dan etnis Han. Banyak etnis mereka di Shanghai, kebanyakan jualan kebab di pinggir jalan (yang etnis Uyghur) dan jualan mi tarik (yang etnis Han). Suatu saat ada pedagang kebab yang ngider naik sepeda. Saya hampiri untuk beli. Tapi tampangnya mencurigakan, bukan dari etnis Uyghur. Orang Uyghur itu tampangnya gak seperti kebanyakan orang Cina yang lain, tapi lebih mirip Turki campuran Asia Tengah seperti Afghanistan gitu deh karena posisinya di ujung barat paling utara negeri Cina. Saya tanya pembelinya (dengan bahasa Mandarin belepotan):
Saya: kamu orang Uyghur ya? Pedagang kebab: Iya. *dalam hatiku, keliatan boongnya lu.* Saya: ya deh pesen kebabnya. itu kok dagingnya ada dua macem *saya sambil nunjuk* Yang ini daging apa? Pedagang: Yang ini kambing, yang sebelah sono babi. saya: Kamu berarti boong, bukan orang Uyghur. Orang Uyghur mana ada jualan babi.
Kutinggalin akhirnya, gak jadi beli. Saya emang sengaja bikin pertanyaan pancingan. Kalau nanya “kamu orang Uyghur”, pasti dijawab iya. Karena kebab dan daging halal identik dengan etnis tsb.
Selain itu pernah ada kasus lain. Ada penjual daging mentah dipasar. Orang Uyghur juga. Daging mereka digemari orang karena yang beli bukan hanya Muslim. Rupanya ada yang cemburu. Tetangga lapak ada yang jualan daging babi, dan bikin pengumuman, daging babi halal. Maksudnya supaya laku keras seperti penjual daging dari Uyghur itu. Terjadi keributan, karena orang Uyghurnya gak terima. Sampe rame banget masuk berita. INi lagi ngulik2 di gugel, belum nemu arsipnya.
Coba googling tuk cari informasi lebih ternyata mendapatkan foto itu bagian dari Hoax. Malah ampe diinvestigasi kepolisian Singapura karena sempat diangkat oleh media sana.
Barusan ceklik disana. Miris baca ceritanya. Itu yang punya resto, orang imigran yah? Sependek pengalaman saya, kalau imigran suka ngeyel. Daripada risiko gitu, mendingan masak sendiri, atau ke resto seafood. Di US konsumen berhak cerewet. Saya kalau ke restoran sering nanya kok, apa kandungan makanan yang akan saya pesan. Kalau ada yang meragukan, saya bilang gak jadi pesan dan mereka gak marah. Mereka malah minta maaf, karena belum bisa menyediakan sesuai kebutuhan kami.
betul. disini kan banyak yang diet jenis makanan tertentu, namanya juga heterogen. ada yang vegetarian, ada yang alergi kacang, ada yang alergi gluten, ada yang menghindari daging merah, macam2 lah. jadi kalau kita bilang, gak mau ada kandungan daging, dan itu artinya bukan cuma pas menghidangkan saja yang diambil dagingnya, tapi waktu masaknya sudah dipisah. waktu beli pizza, kita juga bisa minta gak usah dipotong. jadi utuh bulat gitu, ntar kita motong sendiri di rumah. dan mereka manut. kalau seandainya mereka terlanjur motong, dengan alat pemotong yang entah sudah dicuci atau belum, kita bisa protes dan akan dapat penggantinya tanpa bayar lagi. dan mereka juga gak nanya apa alasannya kok gak mau dipotong.
sama sama mas Wid. memang yang baik baik itu yang jarang diekspos. orang tahunya jelek thok, karena gampang sekali berita jelek cepet sekali menyebar.
Kapan hari, anak saya menginap di rumah sahabatnya selama sehari. Ibu si sahabat warga Filipina dan bapaknya orang Amerika. Mereka tau kami muslim, tapi gak pernah nanya nanya detil atau gimana gitu. Kenal sih kenal, tapi gak gitu akrab. Anak anak aja yang akrab. Anaknya sering nginap dirumah saya. Waktu si bapak jemput anaknya ke rumah saya, sempet makan sebentar, ngincip masakan saya. Kebetulan lagi bikin kebab kambing. Si bapak nanya, beli daging halal dimana? Wah saya kaget, tau banyak juga si bapak ini. Padahal saya gak pernah cerita apa apa. Waktu anak saya nginep di rumah mereka barusan ini, ibunya bikin lumpia, spesial buat anak saya. Katanya gini: “ini isinya udang. Dimasaknya lebih dulu ketimbang masakan yang lain. Jadi alat2 masaknya masih bersih belum kecampuran bahan bahan lain maupun daging yang lain.” Subhanallah, mereka menghargai sekali diet kami. Orang lain aja bisa menghargai, mudah2an yang seimanpun juga bisa menghargai. Soalnya banyak juga mas, yang gak mau terlalu ribet masalah syariat penyembelihan daging ternak ini. Asal bukan babi, nggak apa apa katanya. Sebelum makan, mengucap Basmallah. Ada dalilnya di Al-Qur'an. Kalau kayak gitu gimana?
Kalau saya sendiri, mau yang aman aman saja, beli yang udah jelas ada jaminan kehalalan.
ini menarik sekali Mba, saya sendiri masih kurang ilmu tentang ini, barusan saya cari referensi. Kesimpulannya begini:
“Jika tidak mengetahui apakah ketika disembelih dibacakan basmalah atau tidak, maka wajib membaca basmalah sebelum memakannya. Jika tetap ragu-ragu tentang kehalalannya, lebih baik ditinggalkan.”
Pernyataan diatas masih panjang penjelasannya, sebaiknya dijurnalkan sendiri kali ya…? hehe…
Soalnya ada berargumen, itu kan sembelihannya orang Al Kitab dan seperti yang dijelaskan di dalam Al Quran bahwa sembelihannya mereka boleh dimakan. Nah tapi, kita gak tau, apakah prosesnya disembelih atau dimatikan dengan setrum dulu baru disembelih, kan kita gak tau.
Saya pribadi, lebih baik cari amannya saja. Beli yang udah dijamin kehalalannnya. Kalau gak ada, ya makan ikan, wong disini produksi ikan begitu melimpah. Ngapain soro soro yak, gitu pemikiranku.
Pernah kita bahas dalam satu kajian tafsir.. Bila yang punya orang Al Kitab (mereka pegang kitab bener lho), dalam soal sembelihan mereka lebih teliti. Dalam ayat Al Qur'an sudah dijelaskan makanan mereka adlh makanan kita juga. Sayang nya berkembang penafsiran, mereka yang disebut pemegang al kitab ini, al kitab yg dulu apa sekarang?… Saya kira pendapat : Beli yang sudah dijamin kehalalannya.. adalah baik untuk kita. walau pun masih ada pendapat lain, kita pun menghargainya. (Cerita kawan : Yahudi AS, sangat hati2 sekali dalam memilih makanan dan penyembelihan)
Soalnya di Mesir ada pak dokter, ada kasus di mesir satu produk Indonesia, satu kontainer tidak boleh masuk mesir.. Yaitu satu jenis Mie, saya lupa namanya, kenapa ngga boleh masuk, ketika diteliti di lab. Mesir, ada kandungan yang tidak dikenal yaitu zat pewarna kuningnya. Padahal di negara kita biasa menggunakan zat pewarna itu. Untuk Yupi, jadinya saya berpikir begitu juga. Dan anehnya, produk Indonesia sampai Mesir di import bukan dari Indonesia, tapi dari MALAYSIA..ckckckckckckck..
Yahudi adalah nama agama, bukan hanya berada di Amerika saja. Bahasa Inggrisnya adlah Jewish. Makanan mereka, tata cara dan penanganannya mirip halal di agama Islam, istilahnya adalah Kosher. Disembelih dengan menyebut asma Allah. Jewish kalau kesulitan mendapatkan makanan berlabel kosher, nyari ke label halal juga kok. Ini pengalaman saya waktu tinggal di Shanghai. Sewaktu berada di warungnya muslim, ketemu dengan orang Yahudi dan mereka cerita itu.
yaelaaaaaaaaaaaaaaaa coba deh loe liat di label bungkusnya yg paling gede. lama lama lebay sih, dok. geli gue. maf sih ya yg beda alam :))
masa siih…
ada kok..
klo gak ada.. GAK MUNGKIN bisa lolos masuk Indo..
hmm soalnya di Indo klo gak ada label halal ketendang ntu produk
au nih, lebay banget sih… tp gpp deh, tidak ada salahnya menunjukkan keimanan yang kuat. tsaaaah…
ok deh saya kudu ati2 juga..
thx yaa..
jarang beli jajanan
Kalo ragu-ragu, memang sebaiknya ditinggalkan. Masih banyak permen alternatif lain yang sudah jelas-jelas kehalalannya.
Bismillah aja….
labelnya di permennya atau di bungkus permennya?
gimana kalau dibaca kandungannya? meskipun gak ada label halal tapi kalau kandungannya meyakinkan, Insya Allah enggak apa2. Seperti yang selalu saya terapkan disini, beli apapun itu, baca label dengan teliti. Makan di restoran juga begitu, nanya detil apa saja kandungannya. Konsumen punya hak untuk bertanya dan pihak resto/produsen punya kewajiban untuk menjawab. Gak ada cerita, konsumen dibilang cerewet. Itu hak konsumen kok.
biar gak KACAU, mengingat saya bawa yupi di Kopdar besok..
nih deh
scan Jurnal LPPOM – MUI
http://www.scribd.com/doc/56113280/Jurnal-Lppom-mui-Halal
ada di halaman 2 yaa
mb Nita :
barusan klik link-nya, label halal tanpa sertifikat itu ya ?
PT Yupi Indo Jelly Gum itu yg memproduksi permen yupi kan ?
brati aman niy ? *Bram suka yupi bear dan worm*
mungkin karena ada kandungan gelatine kali ya?
Gelatine itu bisa dr apa aja kah? barangkali adayg lebih tahu?
Berhati-hati itu bagus, bukan tindakan lebay kok 🙂
Gelatin itu dari tulang binatang. Bisa dari ayam, sapi, maupun babi. Dari tumbuhan katanya juga ada, tapi saya belum pernah nemu.
nanti kita bahas ya, saya masih mimpin rapat, ini memang penuh polemik dan kontroversial. Indikasi yang ada, jurnal LPPOM MUI itu manipulatif, ada yang mengkonfirmasi 🙂
Yuppi masuk mesir juga pak..
Yang jauh lebih ketat dari Indonesia..
Mungkin yg lain lagi ya?!
saya belum pernah makan permen yuppi….. jadi pnasaran…
yupi termasuk yg bandel. Sudah sering dihimbau utk urus sertifikat halal, belum2 juga sampai sekarang. Alhamdulillah, anak2 sudah kebal sama warna-warni si Yupi. Malah mereka yg protes kalau suatu hari saya kelewatan beli makanan tanpa sertifikat halal
yaelah, Jeng Reni…. guwe udeh lihat, ga ada toeh label halalnya…. guwe baca sih ingridientnya, bahkan pake basa arab2an getow, apa dipikir yang makan yupi banyak orang arab?! kacang arab aja ga getow deh!!
kate estri guwe yang insinyur pengolahan pangan itu, katanya memang Yupi ga jelas halal ato engga, guwe aja yang ga ngeh dari doeloe… ada dicantumkan emulsi dari gelatin sapi, tapi kata estri guwe itu sapi impor yang ga jelas dipotong lehernya apa engga, kali cuma distrom! :-b (pusyeng ngikoetin gaya loe Ren…)
koruptor aja ribuan berkeliaran di Indo ga ada stempel halal dibokongnya….
masih ingat ga tentang kelemahan konsumen di Indo yang tinggal pasrah karena memang pemerintahnya kebayakan koruptor, apa aja lolos yang penting, duit..duit…duit…
awalnya saya kira juga begitu, banyak banget kok tulisan arab-nya, wah pasti halal nih, tapi kok dicari-cari mana ejaan halal dalam tulisan arab kok ga ada?!
apalah artinya sebuah label halal? tapi itulah benteng terakhir kita sebagai alasan memakan sebuah produk makanan ditengah carut-marutnya negeri kita…
haha… rokok aja ga ada stempel halalnya Jeng Reni… tapi halal ato halam? :-b
iya, ati-ati klo sudah terbiasa kita ga jadi paranoid & lebay kok, justru kewaspadaan yang tinggi menjadikan akal, jiwa, dan jasad kita menjadi sehat…hehe…
Mas Wid, tuh udah dihalalin sama MUI.
Silahkan beli sebanyak-banyaknya!
Tuh, kan mas Wid!
Ceu Mimin aja suka ngunyah Yupi!
Tapi kayak apa sih rasanya?
kenape koruptor gak difatwa haram aje ame MUI? kenape? MUI takut atau kurang backingan? orang premium aje bise difatwa haram kok
akhirnya saya beli produk Meiji, Rich & Rich Cheese, biskuit salut coklat gitu, meski anak saya sempat nangis karena tadinya udah janji mau beli Yupi, tapi akhirnya bisa dipahamkan…. 🙂
Klo udah tahu ga ada label halal, saya emoh…padahal kan produk terkenal dan dari perusahaan besar, ngapain kok susah banget ngurus label halal? brarti kan memang MUI sekarang udah lebih bagus, anti sogokan….
hehe, hebat sekali klo di permennya juga ada… (kurang kerjaan…)
lengkap daftara kandungannya Mba, bahkan pake bahasa arab juga. Ya, begitu deh, konsumen terutama di Indo sangat lemah posisinya…
Saya ingat kasus Bir yang kandungan alkoholnya zero. Itu kan tetap haram… inilah kita mudah dikibuli…
arab dikira halal, jenggot dikira teroris…kebalik-balik kan… 😉
saya udah lihat Mba, ya seperti replyan Dokter Prita SpOG: itu bentuk penipuan publik, saya yakin LPPOM MUI waktu itu tidak jeli atau mungkin memnag korup kena sogokan duit. Dari Pak Anton, mantan menteri pertanian yang waktu itu juga aktif menyelidiki berbagai kehalalan produk makanan juga menyatakan begitu. Ini email beliau di sebuah forum tertanggal 26 Desember 2001. Sedang Jurnal itu terbit untuk edisi Maret 2001:
“Permen yupi ini yang sekarang sedang disoroti karena bermasalah, belum mendapatkan sertifikat halal akan tetapi sudah berani memasang label halal. Daftar produk bermasalah ini ada di tabloid Fikri edisi 14 tahun I, 30 november – 6 desember 2001, ada 5 jenis permen yupi yang memasang label halal di kemasannya akan tetapi sebetulnya belum mendapatkan sertifikat halal. Ini adalah penipuan dan seharusnya sudah bisa produsennya diseret ke pengadilan karena telah melanggar UU Perlindungan Konsumen dan PP
tentang Label dan Iklan Pangan. Permen yang bermasalah ini adalah permen lunak yang mengandung gelatin. Mahasiswa jurusan saya yang pernah PL disana juga melaporkan jika mereka sebenarnya menggunakan gelatin dari babi, hal ini perlu dikonfirmasi lebih lanjut. Akan tetapi, hasil investigasi LPPOM MUI (awalnya dimuat di Jurnal Halal LPPOM MUI edisi No. 36, Maret 2001) dan dilanjutkan oleh tabloid Fikri (dikonfirmasi ke produsennya dan LPPOM MUI) jelas membuktikan bahwa produsen permen yupi yaitu PT. Yupi Indojelly gum, Bogor telah menipu konsumen dan harus diseret ke pengadilan. Untuk saat ini kita harus memboikot produk-produk Yupi ini sebagai pelajaran dan hukuman.
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.”
O, iya, Mba Nita…. lagian untuk sertifikasi itu harus ditera ulang loh, artinya jurnal LPPOM-MUI yang jadul itu sudah tidak berlaku lagi: saya mendapatkan email mengenai update-an terkini produk-produk halal dari MUI:
Ykh. Bapak Widodo Wirawan
Assalamu'alaikum wr wb
Terima kasih atas email yang telah dikirimkan. Produk kesehatan seperti yang Bapak tanyakan dapat diterima (dipasarkan) di Indonesia, apabila telah memperoleh sertifikast halal dari MUI atau dari lembaga luar negeri yang telah diakui oleh MUI.
Silahkan mengklik link berikut untuk melihat Daftar Lembaga Sertifikasi Halal yang telah diakui oleh MUI (yang tersaji di website
resmi LPPOM MUI): http://www.halalmui.org/images/stories/pdf/LSH/LSH%20LN-9%20feb%202011.pdf
Selain itu, Bapak dapat pula melihat seluruh produk yang telah disertifikasi halal oleh MUI pada menu Daftar Produk Halal di
http://www.halalmui.org, melalui link berikut : http://www.halalmui.org/images/stories/pdf/daftar%20produk%20halal%20Mei%202011.pdf
Demikian informasi ini kami sampaikan
Wassalamu'alaikum wr wb
Sekretariat LPPOM MUI
dari Jurnal LPPOM-MUI terkini: http://www.halalmui.org/images/stories/pdf/daftar%20produk%20halal%20Mei%202011.pdf
Yupi tidak termasuk produk halal….
gelatin memang paling banyak yang dipermasalahkan. syukurlah sekarang sudah banyak yang menggunakan gelatin dari kedelai/soya, bahkan sudah ada inovasi emulgator yang tidak menggunakan gelatin, saya sempat dengar beritanya.
sudah banyak yang memakai gelatin soya, terutama produk coklat… *survey singat di swalayan… 🙂
Wah, bahkan saya baca di labelnya juga dipasarkan di Arab Saudi kok Mba Mimin… entahlah… sekali lagi yang berbau arab tidaklah identik dengan halal…
memang enak dan disenangi anak-anak, juga oleh anak-anak MP pas waktu kopdar, hehe…
Nah, jadi jelas ya Dok…. mudah2an saya yang bodoh dan tidak ngeh ini diampuni dosanya karena ga hati-hati….
silakan baca komen saya Pak…. halal dinyatakan bila ada setifikat terbaru dan ada dalam daftar ini: http://www.halalmui.org/images/stories/pdf/daftar%20produk%20halal%20Mei%202011.pdf
hahaha, penasaran kan….
iya, kurang bekingan, MUI takut dipeti-es kan… 😀
baiklah …mumpung belum jadi penggemar berat, saya coba alihkan ke yg lain
*meskipun jarang2 juga belinya*
TFS,link-nya mas. Semoga bisa lbh berhati2…penasaran juga dg beberapa produknya Monde,sebagian ada labelnya,sebagian lagi ga ada,seperti genji.
ah iyaaa, ini juga. tahun berapa ya itu, lupa deh.
jadi penasaran, seperti apa permen Yupi itu?
iya.. YUPI ga ada dalam daftar…. untunglah kitkat ada.. :))
hoalaahh, padahal kan aku suka permen yupi.. 😦
permen mini yang unik itu ternyata bisa membuat diskusi sebegini panjang..
Yupi emg enak, Dok. Kenyal2 gitu. Dulu jg saya suka sekali. Tp stlh banyak baca tulisan orang2 LPPOM MUI, jd brenti deh. Smg dosa saya diampuni.
Tp skrg ada produk Lombok, dodol rumput laut yg bs mengobati kerinduan akan Yupi ..taela rindu :p di label si dodol sih ada tanda halal MUI.
kalau labelnya di bungkusnya, yang halal bungkusnya dong 🙂
padahal udah dibekingin sama FPI lho 🙂
Kalau yang sudah jelas mah dah gak pelu Fatwa, yang perlu di fatwa itu malah detailnya yang berada di zona abu-abu. Seperti gratifikasi pejabat publik atau aparatur negara, pungutan liar di instansi pemerintah dan sejenisnya.
Tuh Dok, Ayo galang suara konsumen tuk somasi penipuan tersebut. Kalo saya memang gak pernah makan Yupi karena tidak suka.
udah ragu2 dari dulu dan Alhamdulillah belum pernah sekalipun ngasih ke anak saya. Kalo saya siy kayaknya dulu pernah makan sesekali :(. hehe
prnh dengen penjelasan ketua MUI, bhw halal tidak hanya trkait dengan bahan2nya. tp juga prosesnya, jeung. kayak Ayam, kalau motongnya ga sesuai syariah, bisa masuk kategori ga halal.
wah…ilmu neh. makasih Om atas infonya….
waduuu.. kalo permen2 kenyal mirip yupi yg djual kiloan gt halal ga ya?soale sk beli tu.. palagi klo mo lebaran..knp br kepikiran ya?
http://debapirez.multiply.com/journal/item/299/Lomba_Lebay_selebay-lebaynya….._ada_hadiah_uang_tunai_lho_plus_poster_personel_SuJu
ini email saya barusan ke LPPOM MUI yang direspon cepat sama mereka:
dari Widodo Wirawan
ke sekretariatlppom@halalmui.org
tanggal 18 Juli 2011 11:53
subjek Kehalalan Permen Yupi
Assalamu'alaikum,
Saya ingin menanyakan kejelasan status halal permen Yupi. Banyak kesimpangsiuran tentang produk tersebut. Ada yang bilang halal ada yang bilang tidak. Mohon penjelasannya. Terimakasih.
———————————————————————–
Widodo Wirawan
Rumah Sakit Islam Yogyakarta PDHI
Jl. Solo KM 12, 5 Purwomartani Kalasan Sleman Yogyakarta
Telp. (0274) 498000, Fax. (0274) 498464
——————————————————————————————————————
dari sekretariat lppom mui sekretariatlppom@halalmui.org
ke Widodo Wirawan
tanggal 18 Juli 2011 16:24
subjek Re: Kehalalan Permen Yupi
Ykh. Bapak Widodo Wirawan
Assalamu'alaikum wr wb
Terima kasih atas email yang telah dikirimkan. Adapun produk permen merk “Yupi” yang Bapak tanyakan belum memperoleh Sertifikat Halal MUI.
Demikian informasi ini kami sampaikan.
Wassalamu'alaikum wr wb
Sekretariat
——————————————————————————————————————-
Ir. Hj. Osmena Gunawan (Mrs)
Vice Director of Secretariat and Socialization
Secretariat Office (Jakarta)
Majelis Ulama Indonesia Building, 3rd Floor.
Jl. Proklamasi No. 51 Menteng, Jakarta Pusat 10320, Indonesia
Phone. 62 21 3918917 & Fax. 62 21 3924667
Operational Office (Bogor)
Gd. LPPOM MUI – Kampus IPB Baranangsiang
Jl.Raya Pajajaran Bogor 16144, Jawa Barat, Indonesia
Phone 62 251 8358748 & Fax 62 251 8358747
Terimakasih, mas Wid.
Saya salut dengan upayanya, tabayyun seperti ini yang saya suka.
siplah Mba… 🙂 saya nyari permen sugus, juga ga masuk daftar halal, yang masuk halal: mentos, permen karet lotte 🙂 memang harus lebih hati-hati….
Hehehe, padahal Monde Biskuit udah jadi trademark rumahtangga ya, dulu sempat gonjang-ganjing, untunglah sudah halal… klo yang belum ada, lebih aman memang dihindari saja…
Itu sebabnya aku tuliskan kandungannya Ded, menurutku “kandungannya meyakinkan” maknanya luas. Kalau tertulis kandungannya gelatin, dan bahannya sapi, itu masih dipertanyakan lagi bagaimana prosesnya. Karena kebiasaan kami disini (Amerika) adalah memelototi label makanan, dimana kalau ada kandungan hewani meski itu hewan ternak yang dibolehkan tapi cara penanganannya tidak sesuai syariat, ya kami gak beli. Begono.
Disini sudah banyak kok toko khusus halal yang menjual kebutuhan para Muslim, dimana para pemiliknya kebanyakan adalah imigran. Muslim memang minoritas tapi pangsa pasarnya lumayan gede.
Sekian info 😛
entahlah, saya juga lupa, banyak kan yang kayak gitu, Green Sand yang terkenal itu kan juga ga halal… http://www.halalguide.info/2009/03/05/bintang-zero-persen-halalkah/
Lainnya lihat di websitenya: http://www.yupindo.com/?com=catalogue&cid=21&id=5
hehe, kayaknya daftar halal ini perlu diprint terus dimasukkan dompet gitu ya… 😉
iya, Mba, kelihatannya sepele, tapi ini menyangkut hidup mati kita, hehe… lebay dikit deh…
sama Mba, semoga saya juga diampuni dan sempat ga aware…. 😦 iya, rumput laut kan lumayan yah klo dibuat manisan/permen gitu…
pinteeeeer… 🙂
masa'?
hahaha, marilah kita mulai dari diri kita dulu, ini kelihatannya kecil, klo dibesar-besarkan nanti bersifat kontraproduktif, tapi klo ada yang lebih punya power, ya silakan saja… 🙂
saya sih sadar sendiri, padahal istri sih udah sempat mengingatkan, sayang ga masuk ke kuping saya waktu itu: dia cuma bilang: permen ga jelas begitu kok dibeli…
sama-sama…
waduh, harus lebih curiga lagi kali ya… pokoknya yang curiga pake gelatin mesti hati-hati deh, tapi produk tradisional yang sudah jelas dari bahan halal, meski ga ada stempel halalnya, ya tetap halal dong dimakan, seperti tempe, kesukaan saya… 🙂 meski katanya proses pembuatannya rada gimana gitu…
memanfaatkan nih… :-b
Ya, gimanalah supaya bisa meyakinkan gitulah, karena kan ini seperti sudah mendarah daging dan kita sering tidak aware…
Trimakasih Pak IWan, sudah menyimak… 🙂
Ooooo…ini kan teksturnya kenyel2 gitu kan? Yang bikin kenyel2 itu gelatinnya, soalnya disini banyak permen gituan. Dan kami gak pernah beli karena mengandung gelatin.
Seperti hal nya hokben dulu….. banyak penggemarnya yang delay makan itu karena belum ada sertifikat halalnya,….mudah2an produsen yupi jg sadar……
Hehe… sebenarnya aku juga ikut bingung, sebenarnya yang masang logo halal (tulisan Halal dlm arab, dan bukan logo halal dari MUI) itu beneran halal dan ada sertifikat apa nggak sih?
Ga cuma produk luar kok, ada juga produk biskuit dalam negeri yg merknya terkenal (ga sebut merk krn lupa merk tepatnya apa) sama sekali ga ada logo halalnya *miris*
Dan sejujurnya kadang aku lebih milih beli produk Malaysia, kayaknya blm pernah ketemu produk Malaysia yg ga ada logo halal dari MUI-nya Malaysia.
iya, sekarang saya udah dapat gantinya yang kenyal-kenyal, sementara pake permen karet yang halal dulu 🙂
iya, roti bread talk juga loh….
makacih info…. wah, jd ga takut lg ga ktmu makanan halal kalau jalan2 ke US (*tsah, duit'e sopo hehe…)
Pernah liat liputan di tipi, justru yg sesuai syariah lbh digemari krn kualitas dagingnya lbh bagus…
sapa bilang ke US harus pake duit? Bisa beasiswa juga kan. Yang penting halal dan bukan hasil korupsi.
standar LOGO Halal MUI memang ada, yaitu:
Perhatikan selain logo itu dibawah logo juga ada nomor registrasi halal untuk produk terkait.
Jadi, mohon juga diperhatikan bahwa masih banyak logo tiruan dan ecek-ecek hanya sekadar tulisan halal dalam bahasa arab.
Tiap negara beda beda ya.
Barusan liat2 merek daging yang biasa kubeli. Merek Midamar. Di websitenya ada jaminan kehalalan, berpartner dengan Islamic Services of America dan Halal Food Processor tapi di bungkus makanannya gak ada logo halal. Ada tulisan halal biasa.
iya, mba, beda-beda….
tergantung juga kebijakannya. Memang yang pasti adalah ada masuk dalam list halal dari lembaga pemberi sertifikasi halal terkait. Jadi logo halal cuma formalitas saja.
Dari MUI juga ada list tentang lembaga pemberi halal luar negeri, bisa lihat di http://www.halalmui.org/images/stories/pdf/LSH/LSH%20LN-9%20feb%202011.pdf
Ada label halal yang “lucu” nih:
what???
pork halal?? nemu dimana ini?
Jadi inget kasus di Shanghai mas. Dulu kami sekeluarga pernah tinggal disana. Yang beragama Islam, kebanyakan dari etnis Uyghur di provinsi Xinijiang dan etnis Han. Banyak etnis mereka di Shanghai, kebanyakan jualan kebab di pinggir jalan (yang etnis Uyghur) dan jualan mi tarik (yang etnis Han). Suatu saat ada pedagang kebab yang ngider naik sepeda. Saya hampiri untuk beli. Tapi tampangnya mencurigakan, bukan dari etnis Uyghur. Orang Uyghur itu tampangnya gak seperti kebanyakan orang Cina yang lain, tapi lebih mirip Turki campuran Asia Tengah seperti Afghanistan gitu deh karena posisinya di ujung barat paling utara negeri Cina.
Saya tanya pembelinya (dengan bahasa Mandarin belepotan):
Saya: kamu orang Uyghur ya?
Pedagang kebab: Iya.
*dalam hatiku, keliatan boongnya lu.*
Saya: ya deh pesen kebabnya. itu kok dagingnya ada dua macem *saya sambil nunjuk*
Yang ini daging apa?
Pedagang: Yang ini kambing, yang sebelah sono babi.
saya: Kamu berarti boong, bukan orang Uyghur. Orang Uyghur mana ada jualan babi.
Kutinggalin akhirnya, gak jadi beli. Saya emang sengaja bikin pertanyaan pancingan. Kalau nanya “kamu orang Uyghur”, pasti dijawab iya. Karena kebab dan daging halal identik dengan etnis tsb.
Selain itu pernah ada kasus lain.
Ada penjual daging mentah dipasar. Orang Uyghur juga. Daging mereka digemari orang karena yang beli bukan hanya Muslim.
Rupanya ada yang cemburu. Tetangga lapak ada yang jualan daging babi, dan bikin pengumuman, daging babi halal. Maksudnya supaya laku keras seperti penjual daging dari Uyghur itu.
Terjadi keributan, karena orang Uyghurnya gak terima. Sampe rame banget masuk berita. INi lagi ngulik2 di gugel, belum nemu arsipnya.
baca di http://lppommuikaltim.multiply.com/photos/album/11/Salah_Kaprah
Coba googling tuk cari informasi lebih ternyata mendapatkan foto itu bagian dari Hoax. Malah ampe diinvestigasi kepolisian Singapura karena sempat diangkat oleh media sana.
Sumber: http://1426.blogspot.com/2009/06/is-this-fresh-pork-certified-halal-by.html
haha, iya, hoax najis, haha….
klo lihat logo halal yang menutupi tulisan yang putih (pabrik pembuat kemasannya), emang kelihatan palsunya, seperti ditempeli gitu….
Barusan ceklik disana. Miris baca ceritanya. Itu yang punya resto, orang imigran yah? Sependek pengalaman saya, kalau imigran suka ngeyel.
Daripada risiko gitu, mendingan masak sendiri, atau ke resto seafood. Di US konsumen berhak cerewet. Saya kalau ke restoran sering nanya kok, apa kandungan makanan yang akan saya pesan. Kalau ada yang meragukan, saya bilang gak jadi pesan dan mereka gak marah. Mereka malah minta maaf, karena belum bisa menyediakan sesuai kebutuhan kami.
seharusnya begitu ya, konsumen kan raja….
betul.
disini kan banyak yang diet jenis makanan tertentu, namanya juga heterogen. ada yang vegetarian, ada yang alergi kacang, ada yang alergi gluten, ada yang menghindari daging merah, macam2 lah.
jadi kalau kita bilang, gak mau ada kandungan daging, dan itu artinya bukan cuma pas menghidangkan saja yang diambil dagingnya, tapi waktu masaknya sudah dipisah.
waktu beli pizza, kita juga bisa minta gak usah dipotong. jadi utuh bulat gitu, ntar kita motong sendiri di rumah. dan mereka manut. kalau seandainya mereka terlanjur motong, dengan alat pemotong yang entah sudah dicuci atau belum, kita bisa protes dan akan dapat penggantinya tanpa bayar lagi. dan mereka juga gak nanya apa alasannya kok gak mau dipotong.
sip deh, memang produsen/penjual kita harus lebih banyak mencontoh yang baik tsb… thanks mba share-nya
sama sama mas Wid.
memang yang baik baik itu yang jarang diekspos. orang tahunya jelek thok, karena gampang sekali berita jelek cepet sekali menyebar.
Kapan hari, anak saya menginap di rumah sahabatnya selama sehari. Ibu si sahabat warga Filipina dan bapaknya orang Amerika. Mereka tau kami muslim, tapi gak pernah nanya nanya detil atau gimana gitu. Kenal sih kenal, tapi gak gitu akrab. Anak anak aja yang akrab. Anaknya sering nginap dirumah saya. Waktu si bapak jemput anaknya ke rumah saya, sempet makan sebentar, ngincip masakan saya. Kebetulan lagi bikin kebab kambing. Si bapak nanya, beli daging halal dimana? Wah saya kaget, tau banyak juga si bapak ini. Padahal saya gak pernah cerita apa apa.
Waktu anak saya nginep di rumah mereka barusan ini, ibunya bikin lumpia, spesial buat anak saya. Katanya gini: “ini isinya udang. Dimasaknya lebih dulu ketimbang masakan yang lain. Jadi alat2 masaknya masih bersih belum kecampuran bahan bahan lain maupun daging yang lain.”
Subhanallah, mereka menghargai sekali diet kami. Orang lain aja bisa menghargai, mudah2an yang seimanpun juga bisa menghargai. Soalnya banyak juga mas, yang gak mau terlalu ribet masalah syariat penyembelihan daging ternak ini. Asal bukan babi, nggak apa apa katanya. Sebelum makan, mengucap Basmallah. Ada dalilnya di Al-Qur'an. Kalau kayak gitu gimana?
Kalau saya sendiri, mau yang aman aman saja, beli yang udah jelas ada jaminan kehalalan.
ini menarik sekali Mba, saya sendiri masih kurang ilmu tentang ini, barusan saya cari referensi. Kesimpulannya begini:
“Jika tidak mengetahui apakah ketika disembelih dibacakan basmalah atau tidak, maka wajib membaca basmalah sebelum memakannya. Jika tetap ragu-ragu tentang kehalalannya, lebih baik ditinggalkan.”
Pernyataan diatas masih panjang penjelasannya, sebaiknya dijurnalkan sendiri kali ya…? hehe…
ada beasiswa khusus org tampan ga?hehe…
*gubraksssss*…….
ditunggu mas Wid. Hehehehehe….
Soalnya ada berargumen, itu kan sembelihannya orang Al Kitab dan seperti yang dijelaskan di dalam Al Quran bahwa sembelihannya mereka boleh dimakan. Nah tapi, kita gak tau, apakah prosesnya disembelih atau dimatikan dengan setrum dulu baru disembelih, kan kita gak tau.
Saya pribadi, lebih baik cari amannya saja. Beli yang udah dijamin kehalalannnya. Kalau gak ada, ya makan ikan, wong disini produksi ikan begitu melimpah. Ngapain soro soro yak, gitu pemikiranku.
Pernah kita bahas dalam satu kajian tafsir..
Bila yang punya orang Al Kitab (mereka pegang kitab bener lho), dalam soal sembelihan mereka lebih teliti. Dalam ayat Al Qur'an sudah dijelaskan makanan mereka adlh makanan kita juga. Sayang nya berkembang penafsiran, mereka yang disebut pemegang al kitab ini, al kitab yg dulu apa sekarang?…
Saya kira pendapat : Beli yang sudah dijamin kehalalannya.. adalah baik untuk kita. walau pun masih ada pendapat lain, kita pun menghargainya.
(Cerita kawan : Yahudi AS, sangat hati2 sekali dalam memilih makanan dan penyembelihan)
Soalnya di Mesir ada pak dokter, ada kasus di mesir satu produk Indonesia, satu kontainer tidak boleh masuk mesir..
Yaitu satu jenis Mie, saya lupa namanya, kenapa ngga boleh masuk, ketika diteliti di lab. Mesir, ada kandungan yang tidak dikenal yaitu zat pewarna kuningnya. Padahal di negara kita biasa menggunakan zat pewarna itu.
Untuk Yupi, jadinya saya berpikir begitu juga.
Dan anehnya, produk Indonesia sampai Mesir di import bukan dari Indonesia, tapi dari MALAYSIA..ckckckckckckck..
Makasih pak dokter..
Emang di Indonesia, dan dimana pun juga, semua kudu lebih hati2, agar kalau bukan kita siapa lagi yang menjaga keluarga kita.
Yahudi adalah nama agama, bukan hanya berada di Amerika saja. Bahasa Inggrisnya adlah Jewish. Makanan mereka, tata cara dan penanganannya mirip halal di agama Islam, istilahnya adalah Kosher. Disembelih dengan menyebut asma Allah.
Jewish kalau kesulitan mendapatkan makanan berlabel kosher, nyari ke label halal juga kok.
Ini pengalaman saya waktu tinggal di Shanghai. Sewaktu berada di warungnya muslim, ketemu dengan orang Yahudi dan mereka cerita itu.
Betul. Itu yang Insya Allah selalu saya lakukan saat ini. Membeli yang sudah terjamin kehalalannya.
ikutan nimbrung n baca krn menghadapi hal yang sama… Tfs ya…
astagfirullahhalazimmmmmmmmmmmm q baru tau kalo permen yupi gx halal tapi harammmmm
iya, anak saya aja masih sering minta klo ke warung, tapi saya jelaskan aja yang sebenarnya, sekarang udah paham kok…
oh, begitu ya …
terima kasih …
tfs
iya Mas, sama-sama….
ok
jazaakumulloh khoiron semuanya atas diskusinya. 🙂
*tadi malam makan yupi. 😦
enak ya…? hihihi….
kalau sekarang udah ada label halalnya ya dari mui ??
http://senoji.blogspot.com/2012/02/permen-yupi-halal.html
Wah, iya, ya, coba saya konfirm lagi ke MUI 🙂 nanti saya umumkan lagi klo memang sudah halal
Makasih banyak
OK, MUI sudah konfirm dan memang benar, baca di http://subhanallahu.multiply.com/notes/item/260
Jadi kalo sampean beli lontong diwarung, gimana ?? kan ga ada label halalnye.. wkwkwk