Diposkan pada tak terkategorisasi

Mengapa dunia kesehatan jalan ditempat? bagian ketiga (tamat)


Mengapa dunia kesehatan jalan ditempat? bagian ketiga
(yang belum paham, bisa lihat bagian kedua dan pertama)

Setelah kita mengerti begitu banyak faktor yang mempengaruhi kesehatan itu sendiri (yang belum paham, bisa liat bagian kedua dan pertama), terus mengapa masih saja, sekali lagi masih saja terjadi gap terhadap status kesehatan masyarakat yang lebih baik.

Masalah utamanya ternyata ialah kerjasama lintas sektor yang sangat minim.
Sektor kesehatan dengan instansi dinas dan sarana kesehatannya saja tentu tidak akan mampu, walaupun sudah setengah mati, untuk mempengaruhi determinan kesehatan yang begitu banyak. Diperlukan peran serta sektor lain untuk mengintervensi determinan tersebut.

Aku tidak setuju dengan pendapat yang mengatakan bahwa yang menyebabkan kerjasama tidak pernah berjalan dengan baik selama in karena ego-sektoral yang tinggi, semua merasa memiliki tugas masing-masing dengan urusan sektornya masing-masing. Bukan itu…
Tetapi lebih kepada kemampuan aktor di sektor kesehatan sendiri yang kurang mampu mengkomunikasikan pentingnya kontribusi sektor lain terhadap determinan yang berada di luar jangkauan orang kesehatan sendiri. Apalagi tidak ada fasilitator politik yang baik dalam hal ini level struktur yang lebih tinggi, seperti top manager-nya pemda (gubernur atau bupati atau sekda).

Kembali untuk kasus flu burung ini, tadi malam aku sempat nonton wawancara panel di SCTV yang menghadirkan perwakilan dari Komnas Penanggulangan Flu Burung, Menteri Pertanian Anton Apriantono, dr. Kartono Muhammad, dan dr. Tjandra Yoga Aditama. Panelis terakhir baru saja pulang dari Amerika untuk menyaksikan cara penanggulangan flu burung di sana. Sempat juga dibahas bagaimana Vietnam dan Malaysia menangani permasalahan flu burung yang bisa ditarik kesimpulan bahwa faktor penentu utama bukanlah sistem layanan kesehatan yang baik. Tapi ada faktor lain, seperti di Vietnam yang melibatkan sektor kepolisian dalam mengawasi masyarakat yang mbalelo (ini kan memang sistem komunis…jadi emang keras, tapi ternyata terbukti efektif). Malaysia yang lebih mirip sistem kesehatan dengan Indonesia juga bisa dikatakan berhasil agar flu burung tidak merebak secara masif.

Nah, mengapa Indonesia susyaaahhhh? Pak Anton mengeluhkan dan menggarisbawahi bahwa dia sudah memberikan “legal warning” kepada kepala-kepala daerah (gubernur) terhadap flu burung, bahkan kata dia, inisiatif yang muncul dari pihak lain sebenarnya semuanya berawal dari peringatan kementerian pertanian ini. Tapi memang memang selama ini tidak diblow-up secara besar-besaran oleh media massa/elektronik. Pak Kartono memberikan komentar bahwa salah satu halangannya adalah masalah desentralisasi/otonomi yang membuat daerah seperti berleha-leha terhadap peringatan tersebut. Tidak cukup hanya perintah dari menteri tapi juga harus dari presiden, katanya.

Sepertinya memang dalam kasus flu burung ini, kementerian pertanian menjadi tumbal tempat menumpahkan kekesalan. Padahal  menurut Pak Kartono lagi, bahwa seandainya kasus ini menjadi pandemi (wabah global, seperti zaman dulu pernah terjadi pandemi flu…), mau tidak mau memerlukan kerjasama lintas sektor yang maksimal, karena salah satunya bahwa akibat pandemi adalah krisis ekonomi. Untuk kasus flu burung ini, bila diramalkan atau telah terjadi pandemi, maka harus ada persiapan dan pengorbanan tertentu supaya korban manusia tidak berjatuhan secara masif. Mengapa krisis ekonomi? ya, jelas lah. Pelarangan pemeliharaan unggas secara global akan mengakibatkan sektor usaha akan mengalami penurunan….rumah makan padang akan gulung tikar (hehehehe…), terjadi pengeluaran uang besar-besaran untuk menuntaskan kasus ini dan mengobati penderitanya, menimbulkan pengangguran masif sehingga perlu dicarikan alternatif kerja pengganti (ini peran sektor perdagangan, industri, dan tenaga kerja), dan lain sebagainya.

Nah, masih mau buta, tuli, dan bisu???? percayalah tidak ada orang yang aman dari kesakitan dan kematian, sehingga sangat diperlukan pengertian bersama dan kerjasama intensif antar sektor. Semuanya itu akan terwujud dengan baik bila banyak di antara pejabat mempunyai komitemen politis dan kemampuan stewardship (pengawasan) yang baik.

12 tanggapan untuk “Mengapa dunia kesehatan jalan ditempat? bagian ketiga (tamat)

  1. thanks for sharing this blog too. 🙂

    Spore are still not free from cases of dengue and other diseases.
    The rate of diabetic and cardio cases are at high rate.
    During the raining season, the MOH will take serious percaution to eliminate mosquitoe breeds.
    Private houses, landed estate and even high rise apartments owners are responsible to help this campaign to eliminate dengue.
    Failing to do so, there will be penalty.

  2. Yah, i know that, singapore is one of developed countries had build
    a fine law enforcement e.g. mosquitoe breeds controlling. There is a penalty if the officer found the wigglers at one of private houses…right? 🙂

  3. Gak akan pernah habis bahasan tentang masalah kesehatan yang terlalu kacau di negara kita ini, bukan sebatas tentang kasus flu burung saja saya rasa… semua tahu dan pasti setuju akan statement itu (yang gak setuju itu orang pasti udah GILA). Dokter dan rumah sakit yang seharusnya adalah malaikat penolong gak ubahnya seperti segerombolan mafia brengsek yang selalu meminta kompensasi kongkalikong dari perusahaan farmasi dan penyuplay alat kesehatan, itulah yag bikin harga obat-obatan menjadi makin tidak terjangkau.

    Balik lagi ke masalah individu yang merupakan sumber pangkal permasalahan yang imbasnya membentuk perilaku seseorang – yang nantinya menjadi perilaku suatu keluarga – lalu perilaku suatu kelompok masyarakat – dan akhirnya menjadi perilaku suatu bangsa… gue sendiri udah kepalang skeptis meski gak bakal apatis atas rendahnya kesadaran mayarakat kita tentang kesehatan juga kebersihan, padahal itu adalah hal kongkret dan kecil yang paling mudah bisa dilakukan oleh siapa saja. Jaga kebersihan dan kurangi sebisa mungkin pengeluaran sampah. Jangan meludah sembarangan karena itu akan menyebarkan penyakit, dan jangan pakai alasan infrastuktur dan fasilitas publik yang gak memadai untuk gak meminimalisasi pemakaian kendaraan pribadi jika memang tidak urgent untuk mengurangi polusi udara. Se-simple itu… kalo niat kita pasti bisa kan? (toh gue juga gak menyarankan orang yang kerja di Kuningan untuk bike to work kalo memang dia tinggalnya di Cibubur).

    Jauh lagi mengenai masalah tiarapnya moral orang Indonesia dari sudut pandang kesehatan manifestasinya adalah banyaknya kasus pemalsuan produk-2 konsumsi kebutuhan primer seperti: sabun, pasta gigi, shampoo, lotion, bedak bayi, minuman kemasan, susu bubuk, obat generik, jamu, minyak gosok, makanan berformalin & borax, daging glonggongan, daging ayam palsu dari tikus, bahkan beras juga dimanipulasi supaya terlihat putih. Moralnya mana? Hal-hal seperti itu yang bikin gue selalu ngerasa insecure untuk beli makanan di luar rumah / pinggir jalan. Lagi-lagi pemerintah juga sama sekali gak tegas menindak para penjahat seperti itu yang jelas-2 udah membahayakan kesehatan masyarakat secara luas. Mungkin harusnya mereka juga dihukum berat bersama para koruptor — dihukum dengan cara diberi tiket liburan gratis ke nusakambangan pake maskapai penerbangan Adam Air.

    Terlalu banyak hal yang harus dibenahi, akan sangat sulit jika kita semua hanya dibahas lewat wacana demi wacana, untuk itu dari detik ini juga mari kita mulai dari hal terkecil, yaitu diri kita sendiri 🙂

  4. Wah flu burung bikin ngeri ya, Sardjito udah ada pasien suspect tho. Ruwetny aIndonesia, pemerintahnya amburadul nangani flu burung, rakyatnya mau diatur juga susah lha hidup mereka ya susah, pemerintahnya ga perhatian. Hmmm…

Tinggalkan Balasan

Please log in using one of these methods to post your comment:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.