Diposkan pada agama, bisnis, halal life

Gonjang-ganjing Kehalalan Restoran Solaria


Beberapa waktu lalu di status BBM teman saya, dicantumkan bahwa dia sedang makan dengan anak istrinya di Resto Solaria, Ambarrukmo Plaza, Yogyakarta. Karena saya dapat referensi, yang saya sendiri belum pastikan kebenarannya, maka saya katakan kepada teman saya itu juga melalui BBM, bahwa Solaria belum jelas kehalalannya. Maka tak lama statusnya berubah menjadi “Astaghfirullah…”. Lalu saya tanyakan lagi kelanjutannya, ternyata dia sekeluarga pergi ke toilet, dan memuntahkan isi perutnya…

Ternyata drama tentang Solaria berlanjut, istri saya dulu pun terbiasa makan di Solaria waktu masih di Jakarta. Di grup BB beredar juga macam-macam tentang Solaria. Terakhir hari ini, saya menyimak status Facebook teman yang ditautkan sebuah link mengenai klaim Solaria, membantah isu sajiannya tidak halal. OK-lah dari pada berlanjut ga jelas, sebagaimana kebiasaan saya dahulu ketika ada isu seperti ini, maka saya langsung email LPPOM MUI yang memang sebagai lembaga pengawas dan sertifikasi produk halal.

Begini jawabannya:

————–

Kepada Yth,

Bapak Widodo Wirawan,
Terima kasih atas email yang telah dikirimkan. Kami informasikan bahwa, sehubungan dengan banyaknya pertanyaan dari masyarakat mengenai kehalalan restoran Solaria, maka bersama ini disampaikan bahwa MUI melalui Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) belum pernah melakukan pemeriksaan atas produk makanan/minuman dan atau mengeluarkan sertifikat halal untuk restoran Solaria di mana pun, sehingga MUI tidak menjamin kehalalan makanan/minuman yang disajikan oleh restoran Solaria.

Demikian pengumuman ini disampaikan, untuk menjawab kebingunan masyarakat serta demi melindungi umat Islam dari makanan yang tidak terjamin kehalalannya.

Klarifikasi ini juga kami sampaikan melalui website resmi LPPOM MUI dengan link sebagai berikut:

http://www.halalmui.org/newMUI/index.php/main/detil_page/8/1604/30/

Demikian informasi ini kami sampaikan. Apabila ada pertanyaan mengenai produk halal lainnya, silakan menghubungi kami kembali. Terima kasih.
Regards,
Sekretariat LPPOM MUI

Ir. Hj. Osmena Gunawan (Mrs)
Vice Director

See the biggest Indonesia International Halal Expo (INDHEX) 2013
on Oct 30 – Nov 2, 2013 at JI EXPO Kemayoran Jakarta.
For More information contact us : +6251 8358748 / +6221 3918917
CP : Agung (+6281316928827) / Eko (+628129853571)
Email : info@halalmui.org

Secretariat Office (Jakarta)
Majelis Ulama Indonesia Building, 3rd Floor.
Jl. Proklamasi No. 51 Menteng, Jakarta Pusat 10320, Indonesia
Phone. 62 21 3918917 & Fax. 62 21 3924667

Operational Office (Bogor)
Gd. LPPOM MUI – Kampus IPB Baranangsiang
Jl.Raya Pajajaran Bogor 16144, Jawa Barat, Indonesia
Phone 62 251 8358748 & Fax 62 251 8358747
————–

Nah, sudah jelaskan. Kalau saya sendiri, lebih baik menghindarinya, sebagaimana dahulu, saya menghindarkan anak-anak saya untuk makan permen Yupi sebelum ada kejelasan mengenai kehalalannya.

38 tanggapan untuk “Gonjang-ganjing Kehalalan Restoran Solaria

  1. Dalam jawaban MUI di atas:
    “… (LPPOM MUI) belum pernah melakukan pemeriksaan atas produk makanan/minuman dan atau mengeluarkan sertifikat halal untuk restoran Solaria di mana pun, …”

    Artinya pihak Solaria belum pernah mengajukan sertifikasi kehalalan proses produksinya.
    Terimakasih atas upaya klarifikasinya, Pak Widodo.

      1. Bagi umat Islam kehalalan dan thoyiban suatu makanan/minuman itu mutlak sifatnya.
        Kalau ada pihak dari Solaria yang memberikan informasi yang menyesatkan seperti dikutip oleh VivaNews itu perlu dimintai pertanggung-jawabannya.

      2. Karena ini menyangkut masalah umat, maka ada baiknya yang meminta adalah sebuah forum, misalnya Forum Umat Islam (FUI) yang melalui press rilisnya mereka meminta pihak Solaria agar tidak memberikan penyesatan opini publik, kemudian disampaikan juga tentang sanksi (bila melanggar) dalam press rilisnya tersebut.
        Nanti saya coba kontak kawan saya yang di salah satu media Islam agar permasalahan ini sampai ke FUI.

      3. mas Wid, kami tidak bawa-bawa FPI, mereka bahkan memanggil kita, dan ingin tahu duduk persoalannya apa benar isu yg beredar itu, dan alhamdulillah mereka mengerti, krn mereka tabayyun, bukti pengurusan sertifikat kami tunjukkan (tanggal 2 agustus 2013) sertifikat bahan dasar yg semua bersetifikat halal MUI, juga kami tunjukkan. kemudian mereka mengawal proses sertifikasi tersebut . alhamdulillah kami saat ini punya 2 sertifikat halal dari MUI dan PBNU. terima kasih

    1. mas Iwan Kami mengajukannya pengurusan sertifikat di LPPOM DKI, tanggal 2 agustus 2013, apa yg terjadi antara LPPOM DKI dan LPPOM MUI pusat, saya tidak mau berkomentar, dan solaria sudah mendapat sertifikat halal dari MUI dan PBNU

    1. ya, benar begitu adanya Mas…

      terhadap ini saya bersikap, tetap tanyakan statusnya, kecuali mereka sudah pasang logo halal, meskipun itu made in sendiri, tapi lumayan sudah mengurangi was-was karena itu jadi tanggung jawab mereka bila berani berbohong. Saya pun beberapa kali memergoki meski sudah pasang halal made in sendiri, eh, ternyata pake bahan yang haram, paling banyak adalah pake Ang Ciu (Arak Merah). Pernah saya tulis pengalaman saya sendiri di https://widodowirawan.wordpress.com/2011/06/30/saya-ga-mau-makan-seafood-lagi/

  2. Masalahnya, resto yg tidak punya sertifikat halal itu sangat banyaaaaaaak sekali. Kenapa yg diributkan cuma Solaria? Hal ini mungkin ada kaitannya dgn beredarnya email hoax ttg Solaria. Diceritakan bhw ada seseorang yg mau mbil franchise solaria, tapi ternyata ada kewajiban pakai bahan haram. Kalau gak mau ya sudah, begitu pungkas si owner. Ternyata setelah diklarifikasi oleh pak Anton Apriyantono, mantan mentan yg juga aktivis halal watch, ternyata kejadian tsb tdk pernah ada. Yg betul, SOLARIA MEMANG TIDAK BERSERTIFIKAT HALAL MUI. Kita umat Islam seharusnya selektif tidak hanya pada Solaria saja, tapi juga kepaa semua resto yg tidak punya sertifikat halal, ya jgn diserbu rame2 makan di situ. Selama pengunjung muslim makan dgn tenang dan bergerudukan, para owner resto tsb tidak akan tergerak utk mengurus kehalalan hidangannya.

    1. Sepakat bu Prita, banyak resto lain yang tidak bersertifikasi halal dari MUI.. tp kenapa solaria yang jd reme gini… mungkin krn informasi yang beredar di media menjadikan publik sudah menjatuhkan hukuman haram pada restoran ini…

      1. Benar Bu, masalah hoax itu saya baru tahu, saya sendiri sudah mengirimkan surat ke Prof Tjipta menanyakan langsung hal tersebut (mudah-mudahan sampai dan diklarifikasi beliau), meski dari Solaria mengatakan mereka tidak me-waralabakan restonya, karena untuk kasus inspeksi oleh MUI saja mereka bisa berbohong kepada publik… Kalau Dokter Prita punya hasil kros cek Pak Anton, mohon saya diberitahui naskah originalnya, hehehe, bagus saya kopikan di sini… Intinya justru dengan setifikat Halal resmi, restoran justru punya nilai tariksendiri, dia akan menjadi lebih banyak pelanggannya, kalau ada kasus begini kan mereka sendiri yang rugi…

      2. Terlepas dari motif apa pun yang melatarbelakangi informasi yang mungkin tidak benar mengenai Solaria, kita sebagai muslim tetap berkewajiban bersikap berhati-hati. Mengenai masih banyak penyedia makanan/minuman/obat bagi masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim ini, itu adalah tanggung jawab mereka untuk memberikan rasa aman kepada rakyatnya. Coba kita ambil perbandingan, negara yang bukan mayoritas muslim saja, mereka begitu peduli terhadap kejujuran konten dari produk yang mereka lempar/jual ke pasar/masyarakat. Bahkan masyarakat yang beragama Yahudi aturannya lebih ketat mengenai mengenai kehalalan makanan mereka.

      3. Ibu Prita, solaria sudah mendapat sertifikat halal MUI atas produk jadinya, solaria juga sudah mendapat sertifikat halal dari Badan Halal NU. terima kasih

      4. Mas Widodo, terima kasih atas support dan perhatiannya, sehingga produk jadi solaria mendapat sertifikat halal dari MUI, pada tanggal 3 des 2013 ( yang kita urus sejak tanggal 2 agustus 2013) dan sertifikat dari badan halal NU pada tanggal 17 des 2013. sekali lagi terima kasih atas supportnya

      5. Mas Widodo, kalau njenengan bisa berkomunikasi dengan Prof Tjip, mohon sampaikan salam hormat dari saya kepada beliau, saya mendoakan, smoga Allah SWT menganugerahkan yuswo (umur) panjang, dan memberikan kesempatan kepada beliau untuk mengklarifikasi pernyataan beliau berkait dengan franchise tersebut. matur sembah nuwun

    2. mbak Prita, benar apa yg anda jelaskan, bahwa solaria bukan resto waralaba, jika cerita owner solaria bertemu dengan yg mau franchise itu hanya khayalan ( pasti saya selaku operasional manager akan dilibatkan), saya sdh mencoba menghubungi Prof guru besar Unair melalui teman2 yg pernah menjadi murid beliau, untuk bisa saya hubungi, saya serahkan pin bb saya, no telp saya, spy bisa saya jelaskan, syukur2 beliau bisa klarifikasi. namun beliau tidak berkenan. semoga Allah SWT, masih memberi kesempatan dan umur panjang ….amin

    1. Iya Mba Medi, gimana kabarnya? mungkin banyak yang belum tahu bagaimana menyikapi sesuatu yang ga/belum jelas:

      “Sesungguhnya yang halal itu jelas, sebagaimana yang haram pun jelas. Di antara keduanya terdapat perkara syubhat -yang masih samar- yang tidak diketahui oleh kebanyakan orang. Barangsiapa yang menghindarkan diri dari perkara syubhat, maka ia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya. Barangsiapa yang terjerumus dalam perkara syubhat, maka ia bisa terjatuh pada perkara haram. Sebagaimana ada pengembala yang menggembalakan ternaknya di sekitar tanah larangan yang hampir menjerumuskannya. Ketahuilah, setiap raja memiliki tanah larangan dan tanah larangan Allah di bumi ini adalah perkara-perkara yang diharamkan-Nya.” (HR. Bukhari no. 2051 dan Muslim no. 1599)

  3. Warung padang langganan saya nggak ada stempel halal, bakso keliling idola anak saya juga nggak ada cap halalnya, bakul pecel favorit saya kalo pulang kampung juga belum disertifikasi halal sama MUI, waduhhhh…

    1. Pak Djabrik tinggal membiasakan saja utk bertanya kok, itu hanya perlu kebiasaan saja, bertanya saja halal atau engga, sama saja bila bertanya pake formalin atau engga, klo dia jawab halal ya sudah ga usah dicari-cari hal yg haram, kecuali kita memergoki ada barang haram seperti pengalaman saya di link yang saya berikan… kalau jajanan tingkat kampung itu hanya masalah kebiasaan, dalam agama disebut ‘urf. Sertifikat halal adalah urusan pemerintah dan penjual, urusan kita untuk berhati-hati. Untuk sesuatu yang kita makan dan minum kan tidak masalah halal saja, tapi juga harus baik. Contoh seperti bakso malah kebanyakan bukan masalah halalnya tapi masalah keamanan makanan yang masuk dalam kategori baiknya bakso itu atau tidak misalnya pake formalin ndak?

      Tentu Pak Djabrik mengerti konsekuensi jajanan yang tidak baik, tidak sehat, tidak aman kan? Nah konsekuensi makanan yang tidak jelas halalnya harusnya lebih lagi karena sifatnya mempengaruhi ruhani kita…

  4. Maaf ikut nimbrung, Islam itu tidak menyulitkan. Dalam kaidah usul, segala sesuatu itu halal, kecuali ada dalil yg melarangnya, ex yaitu babi dan hewan2 yg bertaring , sama kaidahnya sperti semua restoran itu boleh kecuali ada dalil. Bila masih ragu maka alangkah baiknya kita mencari tahu langsung (contoh kalau mampir ya tanya langsung klarifikasi) kalau belum klarifikasi seorang muslim dianjurkan menjauhi hal2 yg meragukan. Nah bila dalilnya sdh ada dan shahih(terbukti), maka sebisa mngkin kita hindari, dosa memakan makanan haram seperti memutus hubungan antara manusia dan penciptanya, sehingga ulama banyak menyimpulkan dosa makanan haram itu menyatu dg darah sang pelaku. Naudzubilllah , smga kita dan keluarga kita semua terhindar dr hal trsbt. *kalo tukang pecel lele,tukang bakso, tukang mie ayam, tukang makanan keliling, dll yg sering kita beli gak ada label halal, apa sulitnya sekedar bertanya “bang halal kan yah?” untuk meyakinkan
    Atau anda terlalu malu/tengsin untuk bertanya dan lebih memilih makanan yg gak jelas hukumnya masuk ke perut kita?
    Wallohualam.

    1. Terimakasih, Sdr. Zazazaz, saya setuju.
      Bersikap wara’ (hati-hati) itu adalah bukti dari kita lebih mengutamakan keselamatan akhirat daripada memperturutkan nafsu dunia, apalagi untuk urusan yang ga jelas dan masih banyak alternatif yang lebih jelas dan pasti. Monggo baca di
      http://lenteradankehidupan.blogspot.com/2012/09/utamaan-sifat-wara-dan-tinggalkan.html

      Dari sahabat Abu Hurairah ia berkata, “Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ada seorang pembeli tanah perkarangan dari seorang yang lain, kemudian secara tidak sengaja sang pembeli tersebut menemukan sebuah tembikar berisikan emas di dalam tanah yang dibelinya. Sang pembeli tanah itu berkata kepada penjual tanah, ‘Ambilah emasmu ini, karena aku hanya membeli tanah saja darimu dan tidak membeli emas.’ Sang penjual tanah itu menjawab, ‘Sesungguhnya saya sudah menjual tanah itu kepadamu beserta isinya, (maka emas itu menjadi milikmu pen.).’ Kemudian keduanya sepakat mengajukan perkaranya kepada seseorang, maka laki-laki tersebut akhirnya memberikan keputusan, ‘Apakah kalian berdua memiliki anak?’ Maka salah satu dari keduanya menjawab, ‘Aku memliki seorang anak laki-laki.’ Dan berkata yang lain, ‘Aku memliki seorang anak wanita.’ Kemudian laki-laki itu mengatakan, ‘Nikahkanlah keduanya dan sedekahkanlah harta itu untuk keduanya.’ Maka mereka pun melakukannya.”

      Kisah diatas diriwayatkan oleh Al-Imam Bukhari dalam kitab Ahaditsul Anbiya’ (3472) dan Imam Muslim dalam Kitabul Aqdiyah bab Islahul Hakim bainal Mutahassinain (1721).

      Bahkan dalam mendidik anak hal “kecil” seperti ini bisa menjadi nilai plus, contohnya ketika ada isu permen Yupi mengenai kehalalannya, bisa lihat di https://widodowirawan.wordpress.com/2011/07/18/anak-saya-ketagihan-permen-yupi-sayang-saya-baru-ngeh-klo-itu-ga-ada-label-halalnya-jadi-ya-mohon-maaf-ya-kakak/ dan di https://widodowirawan.wordpress.com/2012/03/05/alhamdulillah-permen-yupi-sudah-dapat-sertifikat-halal/

      Positifnya, setiap jajan anak saya tanya ke saya: “Ada halalnya ga Pak?” atau kalau saya ga membolehkan jajanan tertentu dia membalas: “Emangnya ga halal ya…?”

      Kabarnya permen Yupi malah jadi laku keras sekarang dan variannya bertambah banyak dengan adanya label halalnya.

  5. “ternyata dia sekeluarga pergi ke toilet, dan memuntahkan isi perutnya…”
    Saya rasa hal ini tidak perlu dilakukan mengingat tidak ada kesengajaan / ketidaktahuan ketika menyantap makanan itu. Terlebih sebenarnya statusnya pun masih abu-abu (tidak bisa dinyatakan haram).

    Menyambung mengenai Solaria. Saya cuma mencoba netral. Bukan pula berarti saya tidak peduli dengan haram/halal nya makanan yang beredar dimasyarakat. Kita terlalu mudah terpancing pemberitaan yang sedang ‘hype’ saja.
    Solaria tidak bersertifikat halal tidak sama dengan haram. Itu sudah jelas. intinya itu bisa haram ataupun halal.
    Bukankah haram/halalnya makanan tidak dilihat dari besar kecil / resmi atau tidaknya suatu resto ? Lalu apa bedanya ketika kita makan bakso dipinggir jalan ? apakah ada sertfikat halal dari MUI ? tidak. Apakah kita bisa memastikan bahan racikan bakso tersebut mengandung bahan haram atau tidak (bahan haram bukan hanya babi). Lalu pertanyaannya, kenapa kita tetap mau makan disitu ?? karena pada dasarnya kita punya sifat berbaik sangka. Namun sebelumnya, tentunya kita pun punya penilaian yg relatif untuk tiap2 orang. Ketika kita mau makan bakso dipinggir jalan, kita tentu menilai apakah tempatnya bersih, situkang bakso juga bersih dll, setelah itu biasanya akan muncul sifat berbaik sangka dalam diri kita, dan akhirnya kita makan disana dengan tenang. Lalu kenapa kita tidak bisa berbaik sangka terhadap solaria ?
    Sejujurnya saya pribadi tidak / belum terlalu terganggu dengan pemberitaan yang sedang beredar mengenai solaria ini. saya tidak merasa perlu “mengharamkan” diri saya untuk makan disolaria, meskipun saya juga tidak pernah merekomendasikan solaria kepada orang lain. Solaria hanya salah satu resto dari banyak resto yg tidak memiliki sertifikat halal dari MUI. Dan pada dasarnya, solaria memang tidak menyajikan makanan yg “memang jelas haram” seperti daging babi goreng atau apapun yang sudah jelas haram. Saya biasa memesan kwetiaw, nasi goreng dll yang pada dasarnya (secara umum) makanan itu halal.
    Menurut saya prinsip mendasarnya adalah khusnuzon (berbaik sangka), karena sekalipun suatu resto mendapatkan sertifikasi halal dari MUI, tidak menjadikan makanan yang kita makan di resto itu menjadi “pasti halal”. Pihak MUI tidak “nongkrong” di dapur resto tersebut tiap hari. Kalau kita mau suudzon, bisa saja kita berfikir setelah resto tersebut di Uji, beberapa hari kemudian pihak resto mengubah bahan makanannya menjadi bahan yg haram tanpa sepengetahuan MUI, padahal sertifikasi masih berlaku. tapi nyatanya kan kita tidak berfikir seburuk itu, ketika kita melihat label halal di suatu resto, tetap saja sifat berbaik sangka kita yang muncul dikepala.
    Kalaupun kita sulit untuk berbaik sangka terhadap solaria itu sendiri, apakah begitu sulitnya berbaik sangka kepada saudara2 muslim kita yang bekerja di resto tersebut ?? banyak pegawai solaria adalah umat muslim. Mereka yang membuat dan menyajikan masakan diresto tersebut tentu tahu bahan2 apa yg dipakai. apakah puluhan atau bahkan ratusan muslim tersebut akan diam saja jika tahu bahan makanannya haram ?? kalau saya sih berbaik sangka terhadap mereka 🙂

    1. Mas/Pak Andy. Kedua cara yaitu memuntahkan atau tidak memuntahkan karena ketidaktahuan sebelumnya adalah pilihan, namun saya sangat menghargai pilihan teman saya itu, memuntahkan, karena dia memilih sikap wara’/berhati-hati. Silakan baca mengenai pentingnya sikap berhati-hati dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalllam dan shahabat Beliau di http://mukjizatrasulullah.blogspot.com/2012/03/kisah-kehati-hatian-para-sahabat-normal.html

      Berbaik sangka tidaklah tepat kepada orang yang tidak mengerti ilmunya. Berbagai cerita nyata yang sudah saya berikan link-nya di atas menjelaskan bahwa justru banyak dari muslim sendiri tidak mengerti tentang produk yang halal dan tidak halal. Seperti hal-nya Ang Ciu yang dianggap tidak mengapa dipakai alias halal.

      Sebagai referensi lagi bahwa perkara yang abu-abu itu justru harus dijauhi, baca di http://rumaysho.com/belajar-islam/akhlak/4169-meninggalkan-perkara-syubhat.html

      1. Kalau memakai konsep “abu-abu” nya anda, pada akhirnya pertanyaan muncul kembali, “apa bedanya dengan makan diwarteg mas ?” anda makan di warung pinggir jalan, baso keliling, mi ayam gerobak. itu abu abu ? merah ? biru ? atau ungu ?. seharusnya abu-abu. karena anda sendiri yang bilang bahwa “Berbaik sangka tidaklah tepat kepada orang yang tidak mengerti ilmunya”. Atau anda punya keyakinan bahwa tukang baso dan mi ayam itu lebih mengerti ilmunya dibandingkan para umat muslim yang bekerja di solaria ? pertanyaan berikutnya lagi, lalu berbaik sangka anda akan ditujukan kepada siapa, kalau semua orang anda yakini “tidak mengerti ilmunya” ?
        Atau mas ini tidak pernah makan di warteg ya ? atau makan baso pinggir jalan ? es campur ? yang haram bukan cuma minyak babi dan angciu loh mas. dan menurut konsep pemikiran yg mas jelaskan sebelumnya, jajanan yg saya sebutkan itu semua “abu-abu” loh.
        Jika semua produk makanan yang tidak punya sertifikat halal dari MUI dianggap “abu-abu” dan harus dijauhi, sungguh kasihan mereka yang baru membuka usaha makanan kecil dengan halal tapi tidak punya label dari MUI.
        Label MUI hanya membantu kita lebih nyaman dalam memilih makanan yg dikonsumsi. Bukan menjadi patokan haram-halal. Kita diberikan Akal juga untuk bisa berfikir, menelaah, sekaligus memprioritaskan sesuatu.
        Menurut saya, konsep menjauhi syubhat jangan dikarenakan isu atau adanya kemungkinan fitnah, tapi lebih kepada hasil proses telaah terhadap suatu perkara atau masalah tertentu.
        Sesungguhnya saya tidak suka berdebat, dan ini semua tidak saya anggap perdebatan karena disini saya tidak mendukung pihak manapun. cuma mau dapat penjelasan atas pemikiran orang-orang yang punya prinsip seperti anda. 🙂

  6. Mas/Mba/Bu/Pak Andy, saya lebih senang berdialog bila Mas/Bapak mempunyai identitas yang jelas. Email Mas/Mba/Bu/Pak pun cuma tertulis sayabukan@siapa.siapa….

    Namun karena prinsip saya masih dianggap abu-abu oleh Mas/Mba/Bu/Pak Andy sehingga masih meninggalkan pertanyaan, maka saya berusaha menjawabnya, tentu saya tidak bisa memaksakan prinsip saya itu, silakan berpegang pada prinsip masing-masing karena seperti yang saya katakan semua itu ada konsekuensinya. Simpel bukan?

    Syukurlah Mas/Pak Andy berprasangka baik kepada saya, bahwa saya tidak sembarangan jajan di tempat-tempat yang tidak jelas kehalalannya, bukan hanya kehalalan namun kebaikannnya juga.

    Prinsip saya jelas halal dan baik. Bila Mas/Mba/Bu/Pak beragama sama dengan saya, maka prinsip ini sebenarnya prinsip agama, bukan prinsip saya pribadi.

    Dahulunya saya memang sembrono dan asal jajan saja, namun ternyata seperti yang saya katakan sebelumnya hal itu berdampak (ada konsekuensi) terhadap diri saya, kesehatan saya tidak stabil dan juga ruhani saya tidak stabil seperti sakit maag yang sering kambuh, diare, sariawan, susah menerima nasihat, suka marah-marah, kurang berhati-hati melihat masalah, tergesa-gesa mengambil keputusan, dan lain sebagainya akibat makanan yang tidak jelas itu tadi. Saya sangat sadar, salah satunya itu karena sembarangan dalam memilih makanan. Bila Mas/Mba/Bu/Pak berkenan melihat isi blog saya ini, maka cukup banyak tips kesehatan agar kita senantiasa sehat secara fisik maupun ruhani.

    Tentu saja saya menganggap Mas/Mba/Bu/Pak telah membaca semua referensi dan tautan/link yang telah saya sertakan dalam komentar kepada teman-teman yang lain. Kalau Mas/Pak Andy teliti maka saya bukanlah orang yang kaku dalam menerapkan prinsip agama sebagaimana contoh para shahabat Nabi yang luar biasa hati-hati dan juga mungkin perilaku teman saya yang memuntahkan makanan tersebut. Hal yang tidak saya ekspos di sini, justru saya bilang kepada teman saya itu, memang tidak perlu dimuntahkan. BilaMas/Mba/Bu/Pak masih ragu dengan perkataan saya, silakan cek prinsip saya yang tidak kaku ini dalam komentar saya di link tentang permen Yupi di atas.

    Dan bila Mas/Mba/Bu/Pak Andy baca lagi dengan teliti tulisan saya dan komen-komennya, maka saya tidak menganggap bahwa halal label MUI suatu hal yang mutlak. Dan saya setuju dengan Mas/Mba/Bu/Pak Andy bahwa hal itu akan menyulitkan pedagang-pedangang usaha kecil. Semoga berkenan.

  7. solaria bukan resto franchise, solaria adalah resto lokal (indonesia) yang belum di waralabakan, dan telah selesai diaudit oleh LPPOM MUI DKI, sebanyak sekitar 100 store, yang selesai tanggal 2 september 2013, saat ini sedang menunggu sertifikasi halal untuk produk jadinya

      1. hasil konfirmasi lanjutan saya:

        Kepada Yth. Bpk. Widodo;

        Assalamu’alaikum Wr. Wb.

        Sehubungan dengan hal tersebut, maka dapat kami sampaikan bahwa sampai saat ini LPPOM MUI belum pernah mengeluarkan sertifikat halal untuk Solaria, sehingga kami tidak bertanggungjawab atas kehalalan atau ketidakhalalan Restoran tersebut.

        Demikian yang dapat kami sampaikan. Terima kasih atas perhatiannya.

        Wassalamu’alaikum

        Ir. Nur Wahid, M.Si.
        Kepala Bidang Pembinaan LPPOM MUI Daerah

        – Aang –

        ———- Forwarded message ———-
        From: sekretariat lppom mui
        Date: 2013/10/7
        Subject: Fwd: Konfirmasi/Update Mengenai Solaria
        To: Pembinaan LPPOM MUI Daerah

        Kepada Yth,
        Bidang Pembinaan Daerah

        Aslm. Berikut saya teruskan email dari Bapak Widodo Wirawan mengenai Resto Solaria yang disertifikasi oleh LPPOM MUI DKI. Mohon bantuannya untuk ditindaklanjuti. Terima kasih.

        Regards,

        Nurul

        —–
        Ir. Hj. Osmena Gunawan (Mrs)
        Vice Director

        See the biggest Indonesia International Halal Expo (INDHEX) 2013
        on Oct 30 – Nov 2, 2013 at JI EXPO Kemayoran Jakarta.

        For More information contact us : +6251 8358748 / +6221 3918917
        CP : Agung (+6281316928827) / Eko (+628129853571)
        Email : info@halalmui.org

        Secretariat Office (Jakarta)
        Majelis Ulama Indonesia Building, 3rd Floor.
        Jl. Proklamasi No. 51 Menteng, Jakarta Pusat 10320, Indonesia
        Phone. 62 21 3918917 & Fax. 62 21 3924667
        Operational Office (Bogor)
        Gd. LPPOM MUI – Kampus IPB Baranangsiang
        Jl.Raya Pajajaran Bogor 16144, Jawa Barat, Indonesia
        Phone 62 251 8358748 & Fax 62 251 8358747

      2. solaria bukan resto waralaba, solaria adalah resto asli indonesia, dan saat ini sdh memiliki sertifikat halal dari MUI atas produk jadinya yang kami urus sejak tgl, 2 agustus 2013, dan tanggal 17 des 2013, kami juga mendapat sertifikat halal dari PBNU. terima kasih

  8. Pak Dedy Nugrahadi yang terhormat. Saya sudah beberapa waktu lalu membaca kalau Solaria sudah mendapatkan serifikat Halal MUI salah satunya di http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2013/12/04/0908142/Solaria.Akhirnya.Kantongi.Sertifikat.Halal.MUI, namun saya belum sempat update di blog saya, dengan ini saya mohon maaf bila ada kesalahan, sesungguhnya ini semua untuk kebaikan Solaria sendiri seperti komentar saya sebelumnya dan untuk kebaikan pelanggan Solaria di Indonesia. Dan rating Solaria yang halal akan semakin banyak, sebagai bukti melalui google: https://www.google.co.id/#q=solaria+halal+mui. Dengan ini pun kami tidak akan was-was lagi makan di Solaria. Dan saya pun akan dengan sukarela mengupdate melalui relasi-relasi saya, bahwa Solaria sudah dapat sertifikat halal. Terimakasih atas kunjungan Pak Dedy selaku Manager Operasional Solaria ke blog saya.

    1. saya pribadi dan perusahaan juga mengucapkan terima kasih setinggi-tingginya atas segala budi baik dan dukungan mas Widodo kepada solaria dalam menghadapi kejadian ini. Dari awal kami selalu khusnudzon kepada semua pihak yang memberikan perhatian, sehingga solaria mendapat sertifikasi halal dari MUI dan Badan Halal Nadhlatul Ulama, dengan ini meningkatkan berkomitmen kami untuk senantiasa berupaya melakukan yang terbaik bagi pelanggan dan menyediaakan produk yang Halallan Thoyyiban dan Thoharoh, serta mengambil hikmah atas semua kejadian ini. terima kasih

Tinggalkan Balasan ke Iwan Yuliyanto Batalkan balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.