Diposkan pada imunisasi, kesehatan

Pengertian Dasar/Konsep Imunisasi


Karena masih banyak pro kontra mengenai imunisasi/vaksinasi, sebagai dokter saya ikut bertanggung jawab karena kesalahpahaman ini. Ini sebenarnya mirip bahan kuliah yang pernah saya dapatkan di fakultas kedokteran dulu, jadi sangat panjang  Dalam mata kuliah saya dulu ini namanya Imunologi.
Mungkin para dokter yang jadi anti imunisasi sudah lupa dengan konsep ini atau bolos pas kuliah dulu…. :-b Meski ini (sekali lagi) cuma copy and paste, tapi sangat komprehensif untuk membuka wawasan kita apa sebenarnya imunisasi itu.
———————————————————————————————————————————–————————-
PENGERTIAN DASAR IMUNISASI
1. Reaksi Antigen-Antibodi
Dalam bidang imunologi kuman atau racun kuman (toksin) disebut sebagai antigen. Secara khusus antigen tersebut merupakan bagian protein kuman atau protein racunnya. Bila antigen untuk pertama kali masuk ke dalam tubuh manusia, maka sebagai reaksinya tubuh akan membentuk zat anti. Bila antigen itu kuman, zat anti yang dibuat tubuh disebut antibodi. Zat anti terhadap racun kuman disebut antioksidan. Berhasil tidaknya tubuh memusnahkan antigen atau kuman itu bergantung kepada jumlah zat anti yang dibentuk. Pada umumnya tubuh anak tidak akan mampu melawan antigen yang kuat. Antigen yang kuat ialah jenis kuman ganas. Virulen yang baru untuk pertama kali dikenal oleh tubuh. Karena itu anak anda akan menjadi sakit bila terjangkit kuman ganas. Jadi pada dasarnya reaksi pertama tubuh anak untuk membentuk antibodi/antitoksin terhadap antigen, tidaklah terlalu kuat. Tubuh belum mempunyai “pengalaman” untuk mengatasinya. Tetapi pada reaksi yang ke-2, ke-3 dan berikutnya, tubuh anak sudah pandai membuat zat anti yang cukup tinggi. Dengan cara reaksi antigen-antibodi, tubuh anak dengan kekuatan zat antinya dapat menghancurkan antigen atau kuman; berarti bahwa anak telah menjadi kebal (imun) terhadap penyakit tersebut. Dari uraian ini, yang terpenting ialah bahwa dengan imunisasi, anak anda terhindar dari ancaman penyakit yang ganas tanpa bantuan pengobatan. Dengan dasar reaksi antigen-antibodi ini tubuh anak memberikan reaksi perlawanan terhadap benda-benda asing dari luar (kuman, virus, racun, bahan kimia) yang mungkin akan merusak tubuh. Dengan demikian anak terhindar dari ancaman luar. Akan tetapi, setelah beberapa bulan/tahun, jumlah zat anti dalam tubuh akan berkurang, sehingga imunitas tubuh pun menurun. Agar tubuh tetap kebal diperlukan perangsangan kembali oleh antigen, artinya anak terseut harus mendapat suntikan/imunisasi ulangan.
Sebagai ringkasan mengenai pengertian dasar Imunologi ialah:
(1) Bila ada antigen (kuman, bakteri, virus, parasit, racun kuman) memasuki tubuh, maka tubuh akan berusaha untuk menolaknya. Tubuh membuat zat anti yang berupa antibodi atau antitoksin.
(2) Reaksi tubuh pertama kali terhadap antigen, berlangsung lambat dan lemah, sehingga tidak cukup banyak antibodi terbentuk.
(3) Pada reaksi atau respons yang kedua, ketiga dan seterusnya tubuh sudah lebih mengenal jenis antigen tersebut. Tubuh sudah lebih pandai membuat zat anti, sehingga dalam waktu yang lebih singkat akan dibentuk zat anti cukup banyak.
(4) Setelah beberapa waktu, jumlah zat anti dalam tubuh akan berkurang. Untuk mempertahankan agar tubuh tetap kebal, perlu diberikan antigen/suntikan/imunisasi ulang. Ini merupakan rangsangan bagi tubuh untuk membuat zat anti kembali.
 Reaksi antigen-antibodi merupakan mekanisme perlawanan tubuh terhadap penyakit.
 Kadar antibodi yang tinggi dalam darah menjamin anak anda terhindar dari penyakit.
 Kadar antibodi yang tinggi diperoleh dengan cara pemberian imunisasi.
 Untuk mempertahankan kadar antibodi yang tinggi, diperlukan imunisasi ulang dalam waktu-waktu tertentu.

Di manakah zat anti tersebut dibentuk tubuh? Pada tempat-tempat yang strategis terdapat alat tubuh yang dapat memproduksi zat anti. Tempat itu adalah hati, limpa, kelenjar timus dan kelenjar getah bening. Kelenjar getah bening misalnya, tersebar luas di seluruh jaringan tubuh, seperti di sekitar rongga hidung dan mulut, leher, ketiak, selangkangan, rongga perut. “Amandel” atau tonsil merupakan kelenjar getah bening yang terdapat pada rongga mulut sebelah dalam. Berbagai alat tubuh yang disebutkan tadi merupakan pusat jaringan terbentuknya kekebalan pada manusia. Kerusakan pada alat ini akan menyebabkan seringnya anak terserang berbagai jenis infeksi: lazimnya dikatakan “daya tahan tubuh anak merendah”.

2. Jenis Vaksin

Ada beberapa jenis penyakit yang dianggap berbahaya bagi anak, dapat dicegah dengan pemberian imunisasi. Di antara penyakit berbahaya tersebut termasuk penyakit cacar, TBC, difteri, tetanus, batuk rejan, poliomielitis, kolera, tifus, paratifus, campak, hepatitis B dan demam kuning. Terhadap penyakit tersebut telah dapat dibuat vaksinnya dalam jumlah besar, sehingga harganya terjangkau oleh masyarakat luas. Di negara yang sudah berkembang beberapa vaksin khusus telah pula diproduksi, misalnya terhadap penyakit radang otak, penyakit gondok, campak Jerman (Rubela) dan sebagainya. Bahkan beberapa vaksin yang sangat khusus dapat pula dibuat, tetapi harganya akan sangat mahal karena penggunaan yang terbatas. Untuk kepentingan masyarakat luas, di beberapa negara sedang dijajagi kemungkinan pembuatan vaksin untuk penyakit berbahaya dan merugikan, misalnya vaksin terhadap malaria dan demam berdarah. Karena penyakit tersebut di atas sangat berbahaya, pemberian imunisasi dengan cara penyuntikan kuman/antigen murni akan menyebabkan anak anda benar-benar menjadi sakit. Maka untuk itu diperlukan pembuatan suatu jenis vaksin dari kuman yang telah dilemahkan atau dimatikan terlebih dahulu, sehingga tidak membahayakan dan tidak akan menimbulkan penyakit. Bahkan sebaliknya, kuman penyakit yang sudah dilemahkan itu merupakan rangsangan bagi tubuh anak untuk membuat zat anti terhadap penyakit tersebut. Akibat suntikan imunisasi dengan jenis kuman tersebut reaksi tubuh anak pun hanya berupa demam ringan yang biasanya berlangsung selama 1-2 hari. Vaksin ialah suatu bahan yang terbuat dari kuman atau racunnya yang telah dilemahkan atau dimatikan. Pemberian vaksin akan merangsang tubuh anak untuk membuat antibodi.

Pada dasarnya vaksin dibuat dari: (1) kuman yang telah dilemahkan atau dimatikan, (2) zat racun kuman (toksin) yang telah dilemahkan, (3) bagian kuman tertentu yang biasanya berupa protein khusus.

 Contoh vaksin yang terbuat dari kuman yang dimatikan: vaksin batuk rejan, vaksin polio jenis salk.
 Contoh vaksin yang terbuat dari kuman hidup yang dilemahkan: vaksin BCG, vaksin polio jenis sabin, vaksin campak.
 Contoh vaksin yang terbuat dari racun/toksin kuman yang dilemahkan (disebut pula toksoid): toksoid tetanus dan toksoid difteri.
 Contoh vaksin yang terbuat dari protein khusus kuman: vaksin hepatitis B.

3. Imunisasi aktif dan Imunisasi Pasif

Ada 2 jenis imunisasi, yaitu imunisasi aktif dan imunisasi pasif. Berikut ini akan diuraikan arti dan perbedaan kedua jenis imunisasi tersebut. Berbagai jenis vaksin yang dikemukakan di atas bila diberikan pada anak anda merupakan contoh pemberian imunisasi aktif. Dalam hal ini tubuh anak akan membuat sendiri zat anti setelah suatu rangsangan antigen dari luar tubuh, misalnya rangsangan virus yang telah dilemahkan pada imunisasi polio atau imunisasi campak. Setelah rangsangan ini kadar anti dalam tubuh anak akan meningkat, sehingga anak menjadi imun atau kebal. Jelaslah bahwa pada imunisasi aktif, tubuh anak sendiri secara aktif akan menghasilkan zat anti setelah adanya rangsangan vaksin dari luar tubuh. Berlainan halnya dengan imunisasi pasif. Dalam hal ini imunisasi dilakukan dengan penyuntikan sejumlah zat anti, sehingga kadarnya dalam darah akan meningkat. Zat anti yang disuntikkan tadi biasanya telah dipersiapkan pembuatannya di luar tubuh anak, misalnya zat anti yang terdapat dalam serum kuda yang telah dimurnikan. Jadi pada imunisasi pasif, kadar zat anti yang meningkat dalam tubuh anak itu bukan sebagai hasil produksi tubuh anak sendiri, tetapi secara pasif diperoleh karena suntikan atau pemberian dari luar tubuh. Contoh imunisasi pasif ialah pemberian ATS (Anti Tetanus Serum) pada anak yang mendapat luka kecelakaan. Serum anti tetanus ini diperoleh dari darah kuda yang mengandung banyak zat anti tetanus. Contoh imunisasi pasif lain terjadi pada bayi baru lahir. Bayi itu menerima berbagai jenis zat anti dari ibunya melalui darah uri (plasenta), misalnya zat anti terhadap penyakit campak ketika bayi masih dalam kandungan ibu.

Perbedaan yang penting antara jenis imunisasi aktif dan imunisasi pasif ialah: (1) Untuk memperoleh kekebalan yang cukup, jumlah zat anti dalam tubuh harus meningkat; pada imunisasi aktif diperlukan waktu yang agak lebih lama untuk membuat zat anti itu dibandingkan dengan imunisasi pasif. (2) Kekebalan yang terdapat pada imunisasi aktif bertahan lama (bertahun-tahun), sedangkan pada imunisasi pasif hanya berlangsung untuk 1 – 2 bulan.

 Imunisasi aktif: tubuh anak sendiri membuat zat anti yang akan bertahan selama bertahun-tahun.
 Imunisasi pasif: tubuh anak tidak membuat sendiri zat anti. Si anak mendapatnya dari luar tubuh dengan cara penyuntikan bahan/serum yang telah mengandung zat anti.
 Kekebalan yang diperoleh dengan imunisasi pasif tidak berlangsung lama.
Pemberian imunisasi pada anak biasanya dikerjakan dengan cara imunisasi aktif, karena imunisasi aktif akan memberi kekebalan yang lebih lama. Imunisasi pasif diberikan hanya dalam keadaan yang sangat mendesak, yaitu bila diduga tubuh akan belum mempunyai kekebalan ketika terinfeksi oleh kuman penyakit yang ganas. Kadang-kadang imunisasi aktif dan pasif diberikan dalam waktu yang bersamaan, misalnya pada penyakit tetanus. Bila seorang anak terluka dan diduga akan terinfeksi kuman tetanus, maka ia memerlukan pertolongan sementara yang harus cepat dilakukan. Saat itu belum pernah mendapat imunisasi tetanus, karena itu ia diberi imunisasi pasif dengan penyuntikan serum anti tetanus. Untuk memperoleh kekebalan yang langgeng, saat itu juga sebaiknya mulai diberikan imunisasi aktif berupa penyuntikan toksoid tetanus. Kekebalan pasif yang diperoleh dengan penyuntikan serum anti tetanus hanya berlangsung selama 1 – 2 bulan. 
Secara alamiah imunisasi aktif mungkin terjadi, sehingga tanpa disadari sebenarnya tubuh si anak telah menjadi kebal. Keadaan demikian pada umumnya hanya terjadi pada penyakit yang tergolong ringan, tetapi jarang sekali pada penyakit yang berat. Misalnya penyakit tifus, yang pada anak tidak tergolong penyakit berat. Tanpa disadari seorang anak dapat menjadi kebal terhadap penyakit tifus secara alamiah. Mungkin ia telah mendapat kuman tifus tersebut dalam jumlah yang sangat sedikit, misalnya dari makanan yang kurang bersih, jajan dan sebagainya. Akan tetapi kekebalan yang diperoleh secara alamiah ini sukar diramalkan, karena seandainya jumlah kuman tifus yang masuk dalam tubuh itu cukup banyak, maka penting pula untuk diperhatikan bahwa jaminan imunisasi terhadap tertundanya anak dari suatu penyakit, tidaklah mutlak 100%. Dengan demikian mungkin saja anak anda terjangkit difteria, meskipun ia telah mendapat imunisasi difteria. Akan tetapi penyakit difteria yang diderita oleh anak anda yang telah mendapat imunisasi akan berlangsung sangat ringan dan tidak membahayakan jiwanya.
Namun demikian tetap dianjurkan: “Meskipun bayi/anak anda telah mendapat imunisasi, hindarkanlah ia dari hubungan dengan anak lain yang sedang sakit”.
4. Pelaksanaan Imunisasi
Dalam kebijakan melaksanakan imunisasi perlu dipertimbangkan dua hal: (1) manfaat imunisasi beserta komplikasi atau efek samping yang mungkin timbul, (2) akibat buruk dan bahaya penyakit tersebut. Bila yang pertama akan lebih memberikan manfaat dibandingkan dengan yang kedua, maka imunisasi dapat dilaksanakan. Sebaliknya bila manfaat imunisasi dinilai kurang dan komplikasi akibat imunisasi cukup b berbahaya, sedangkan akibat buruk penyakit tidak ada, maka imunisasi tidak perlu dilaksanakan karena risikonya terlampau tinggi.
Beberapa contoh akan dikemukakan berikut ini:
1) Seperti tertera pada tabel 1 berikut ini, penyakit campak dapat mengakibatkan komplikasi yang sangat berat dan membahayakan, yaitu radang otak, radang paru, kejang, bahkan kematian. Imunisasi pun tidak terlepas dari kemungkinan terjadinya komplikasi. Akan tetapi kejadian berbagai komplikasi tersebut jauh lebih tinggi pada penyakit campak akibat infeksi alamiah dibandingkan dengan kejadian akibat imunisasi. Maka nyata sekali perlu dilaksanakan imunisasi terhadap campak.
2) Sampai dengan tahun 1978 diperlukan imunisasi terhadap penyakit cacar, karena penyakit ini tersebar luas di seluruh dunia dan merupakan penyakit yang berbahaya. Masalah yang menonjol pada waktu itu ialah di satu pihak akibat buruk penyakit, di pihak lain manfaat imunisasi yang sangat besar walaupun tidak luput dari komplikasinya. Sebaliknya pada saat ini ancaman penyakit cacar sama sekali tidak ada, karena penyakit ini sudah lenyap terberantas. Bila pada dewasa ini dilaksanakan imunisasi cacar, maka yang akan nampak bukan manfaatnya tetapi komplikasinya, yaitu radang otak atau kejang meskipun kejadiannya jarang. Dengan demikian kebijakan yang ditempuh pada saat ini ialah menghapuskan pemberian imunisasi terhadap penyakit cacar.
3) Pemberian imunisasi batuk rejan masih diperlukan, khususnya pada anak balita karena komplikasi batuk rejan dapat berakhir dengan kematian. Tetapi komplikasi akibat imunisasi pun masih cukup tinggi, khususnya pada anak yang berumur lebih dari 5 tahun. Berdasarkan kenyataan ini, imunisasi batuk rejan hanya diberikan pada golongan balita; bagi golongan anak berumur lebih dari 5 tahun lebih mudah mengobati batuk rejannya ketimbang menanggung risiko imunisasi yang berat.

Sumber tulisan: www.artikelkedokteran.com/540/pengertian-dasar-imunisasi.html

31 tanggapan untuk “Pengertian Dasar/Konsep Imunisasi

  1. ngomongin infeksi pakai analogi musuh dan tentara saja

    secara alami infeksi (masuknya kuman ke dalam tubuh) akan menimbulkan reaksi perlawanan dari tubuh

    kita ibaratkan kala reaksi perlawanan tubuh itu adalah tentara (antibodi) melakukan pertempuran

    saat infeksi alami (saat musuh datang) ada beberapa kemungkinan:
    1. musuh yang masuk kekuatannya tidak seberapa, tentara menang
    2. musuh yang masuk kekuatannya kuat, tentara menang
    3. musuh yang masuk kekuatannya kuat, tentaranya kalah
    4. musuh yang masuk kekuatannya kuat, tentara menang, musuh masih ada yang ngumpet

    yang namanya musuh bertemu dengan tentara terjadi pertempuran…. ditubuh yang terjadi adalah apa yang namanya gejala penyakit misal: demam batuk pilek muntah mencret ruam,dll

    kalau infeksinya ringan biasanya gejalanya (pertempurannya) juga ringan
    kalau infeksinya berat biasanya gejalanya berat juga
    kalau sistem imun (tentara) kalah ya bisa efeknya kematian
    atau kalau sangat hebat sekali meski pada akhirnya menang tentaranya tapi menyisakan kecacatan
    adalagi infeksi yang sudah selesai tapi kumannya masih ngumpet dan baru keluar lagi kalau tentaranya lagi sangat sangat lemah sekali

    imunisasi ibarat latihan perang… jadi tentara diberi simulasi untuk menghasilkan taktik penyerangan terhadap musuh yang sebenarnya
    makanya kalaupun musuh datang, tetap terjadi pertempuran bisa sedang bisa berat tapi lebih mudah mengatasinya

    yah intinya untuk menghasilkan kekebalan tubuh jangan tunggu sampai sakit dulu baru kebal karena belum tentu tubuh mampu melawan kuman penyakit yang ada

    ————————————————————————————————————————————–numpang ngoceh 🙂 udah lama gak ngoceh beginian di depan pasien

  2. hahaha, pertanyaan yang kena sasaran, tadi saya langsung telepon Mama saya di sumatera sana: kata beliau saya ga diimunisasi pada waktu kecil (bayi, balita). Kenapa? kata beliau karena sulit wilayahnya dan susah cari petugas kesehatan ditambah lagi saya dan saudara saya amat rewel, hehe… Yang saya ingat saya diimunisasi waktu kelas 1 SD. Sepertinya itu imunisasi DT untuk kuman Difteri (yang sedang wabah di Jatim) dan Tetanus. Klo anak perempuan di SD kelas 6 klo ga salah ingat disuntik lagi sepertinya suntik TT (tetanus), mungkin asumsinya anak kelas enam SD sudah siap nikah, dan memang cukup banyak teman SD perempuan saya yang nikah langsung setelah lulus SD :-D. Bagi yang disiplin, pasangan pra nikah (calon istri) biasanya juga suntik TT.

    Waktu sekolah kedokteran saja saya juga belum sadar imunisasi, imunisasi hepatitis untuk pra koas saja saya tolak (karena ga punya duit, hehe…) Nah, pas sudah dewasa gini.alias sudah kawin, saya baru sadar imunisasi, akhirnya saya suntik untuk pencegah hepatitis, rencana menyusul juga untuk imunisasi lainnya. Istri saya sendiri juga sudah saya suntik imunisasi pencegah kanker serviks/leher rahim. Untuk anak-anak saya semuanya sudah lengkap imunisasi dasar program wajib pemerintah. Tinggal nunggu pengulangan/booster, dan vaksinasi lain yang dibutuhkan.

    Saya sendiri pernah kena sakit campak/gabag/rubeola/measle/morbilli dua kali, waktu SMP dan sekitar tahun 2008. Lalu 1 bulan kemarin kena cacar air/varicella/chickenpox.

    Intinya tetap untung klo kita imunisasi, mencegah tetap lebih murah dari pada mengobati.
    Begini hitungannya. Seandainya saya dulu imunisasi untuk cacar air. Kemungkinan besar saya tidak kena penularan dari pasien atau kalau pun menular, cuma ringan, dan tidak perlu lama beristirahat. Coba kita hitung kerugiannya selama saya sakit cacar kemarin. Saya istirahat di rumah selama 2 minggu. Ini jelas lebih murah di banding saya mondok di RS (meski saya sih ga bayar klo mondok di RS). Saya kehilangan penghasilan sekitar 1,5 juta. Ditambah dengan biaya obat dan rasa was-was keluarga saya akan tertular. Padahal klo cuma imunisasi biayanya sekitar 300-500 ribu. Ya, nasi sudah jadi bubur, … untung buburnya masih enak, hehe…

  3. mau nanya dunk,
    Merkuri, Formaldehid, Aluminium, Fosfat, Sodium, Neomioin, Fenol, Aseton, dan sebagainya. Sedangkan yang dari hewan biasanya darah kuda dan babi, nanah dari cacar sapi, jaringan otak kelinci, jaringan ginjal anjing, sel ginjal kera, embrio ayam, serum anak sapi, dan sebagainya.
    apa benar, itu komponen yang ada d vaksin?

Tinggalkan Balasan ke dedy bagus Batalkan balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.