Diposkan pada homo seksual, kontemplasi, pernik, salahkaprah

Antara Homoseksualitas dan Materialisme


Loh ada hubungan apa homoseksual dengan materialis, apakah mereka yang menyimpang tersebut mata duitan? hehehe… bukan sesederhana itu logikanya. Makanya saya pengen nulis nih…
Nulis agak serius dikit ga pa-pa yah… 🙂
Pola pikir materialis dan mungkin juga pola pikir sekuler, saya kira sebagian besar sudah meresap dalam diri kita, itu kesan mendalam yang saya rasakan ketika berinteraksi dengan teman-teman MPers dalam berbagai postingan/komentar mereka dan postingan/komentar saya sendiri.
Apa itu Materialisme?
Sederhananya adalah pola pemikiran atau paham atau keyakinan yang melandaskan pada materi, yaitu sesuatu yang tampak alias berwujud. Pengertian lain yang tentu saja mirip (materialisme itu banyak jenisnya, jadi kita sederhanakan saja dengan mengambil beberapa sampel), adalah:
  • Wujud itu sama dengan materi dan material. Sesuatu itu dianggap ada apabila ia berupa materi yang memiliki bentuk dan meliputi tiga dimensi (panjang, lebar dan padat) atau meliputi tipologi materi sehingga ia disifati dengan kuantitas dan dapat dibagi
  • Bahwa satu-satunya yang ada adalah benda atau materi, bahwa segala sesuatu yang terdiri dari material dan semua fenomena (termasuk kesadaran) adalah hasil interaksi material. Dengan kata lain, materi adalah satu-satunya substansi
  • Bahwa semua yang ada adalah fisik, tidak ada realitas yang lebih tinggi, tidak ada kebenaran psikis atau spiritual independen dari dunia fisik. Materialisme sendiri adalah meme (“gen” perilaku), cara, budaya spesifik ditentukan dari pemikiran tentang realitas
  • Sistem filsafat yang menganggap materi sebagai satu-satunya realitas di dunia, yang berguna untuk menjelaskan setiap peristiwa di alam semesta sebagai akibat dari kondisi dan aktivitas materi, dan menyangkal keberadaan Tuhan dan jiwa
Jadi materialis tidak selalu sama dengan matre atau mata duitan 🙂
Contoh kasus ketika kita berbicara tentang homoseksualitas dan pelakunya, sering kita beranggapan, bila hal tersebut tidak mengganggu kita dan kelihatan memang tidak menggangu kita, maka mengapa kita merasa terganggu? mengapa kita merasa sewot? mereka kan tidak bersalah? mereka kan sama-sama manusia? sama dengan kita kan? mereka punya hak hidup juga kan? dan berbagai deretan pertanyaan lainnya.
Dari contoh sederhana ini saja sebenarnya kita bisa melihat, bahwa paham materialis memang sudah mendarah daging dalam diri kita, terpola dalam setiap pikir dan lisan kita. Dan sayangnya kita sering tidak menyadari bahwa itulah bentuk materialisme. Secara tidak sadar materialisme membuat kita berpikir pendek, menolak bila berdiskusi atau dinasihati atau diajak dengan dalil-dalil mapan, nilai-nilai moral dan agama. Kita melihat homoseksualitas sebagai wujud materi saja, hanya dampak materi saja yang kita pikirkan (yang dikatakan: homoseksualitas tidak ada dampaknya) tanpa mau melihat dampak non materi.
Berdasarkan definisi materialisme di atas, kita melihat bahwa sikap materialis inilah yang bisa menciptakan komunitas baru seperti komunitas homoseksual dan sejenisnya. Ini dikenal sebagai meme (baca: mim), yaitu mengacu pada suatu kepingan kecil dari budaya atau perilaku yang kemudian menduplikasi menjadi banyak di kalangan orang-orang, serupa dengan yang terjadi pada gen dalam bidang biologi. Sehingga dengan pengertian ini pula kita bisa mengerti kenapa terjadi bentuk-bentuk komunitas negatif yang sifatnya sangat menular.
Kemampuan proteksi pribadi tergantung dari seberapa kuat daya kekebalan/imunitas seseorang agar tidak tertular. Daya kekebalan ini, seperti halnya kekebalan biologis, ada yang bersifat alami, yaitu nurani dan kekebalan buatan dengan memberikan suntikan-suntikan moral dan nilai-nilai keagamaan kepada akal kita. Sehingga akal kita itu menjadi kebal dan kita disebut sebagai orang yang punya prinsip. Selain itu kekebalan yang didapatkan dalam skala domestik/rumahan itu juga tidak 100% akan menjamin kita tidak akan tertular. Sekuat apa pun batu karang akan mengalami abrasi juga jika perlahan-lahan air laut mengikisnya. Dengan kata lain mengkondisikan lingkungan dengan melakukan perbaikan perbaikan sosial akan mendukung kelestarian batu karang (baca: prinsip) kita tadi.
So, mudah-mudahan dengan ini kita bisa memilah mana yang harus kita hindari mana yang harus kita butuhkan untuk diambil.
Referensi/bacaan tambahan:
Gambar dari sini

23 tanggapan untuk “Antara Homoseksualitas dan Materialisme

  1. ini diajarin di jurusan mas dodokah?

    Tapi,kalau dijurusan kak akmal,pasti ada ini..
    Dijurusan saya menyinggung sedikit tentang ini..

    Jadi inget penjaga kosan ku dulu..yg satu polisi yg satu yg satu yg suka beres2..heuleuh..heboh dah sekosan..

  2. hehehe, berat ya, maaf deh… mungkin pelan-pelan aja bacanya 🙂

    sikap materialis bisa menciptakan komunitas baru seperti komunitas homoseksual dan sejenisnya. dari ciri dasarnya materialis menolak paham-paham moral kemanusiaan serta agama.

    nah, sulit kan? karena memang kadang kita tidak sadar kita telah berpikir materialis, termasuk kadang saya juga begitu 🙂

    dan materialisme di sini kan memang cara berpikir yang secara tidak langsung (sulit kalau harus disebut pengaruh langsung) membentuk kondisi psikologis setelah diinisiasi/dipicu oleh faktor-faktor akumulasinya seperti salah didikan dari orangtua sejak masih kecil, orangtua yang bercerai, pernah mengalami pelecehan seksual, memiliki lingkungan pergaulan yang mayoritas adalah gay, sisi dasar psikologis dari orang tersebut serta banyaknya contoh perilaku gay yang ada disekitarnya. (sudah saya sebutkan di komen di postingan mas Priyo). Hehe, sulit dimegerti yah…

    inti tulisan ini sebenarnya bukan untuk menunjukkan adalah bahwa homoseksual adalah materialis atau sebaliknya, tetapi tentang salah kaprah cara pandang kita, sebagai orang normal dalam melihat homoseksualitas sebagai suatu kewajaran.

  3. dari era – ke era, pemikiran, paradigma, budaya selalu bergerak, menemukan definisi-definisi baru. Sayang semakin kesini, manusia lebih memilih permisifme dari pada kembali kedasar nilai-nilai religi (garis/ketentuan Tuhan). Kebenaran kini seperti diharuskan mengikuti zaman…

    Sedang benar ada 3: benar menurut diri sendiri, benar menurut 'golongan' (kita sendiri2) atau benar menurut Tuhan…

    jadi yg mana yg benar?

  4. mas wid terlalu men-simplifikasi persoalan ini sepertinya. saya sih paham maksud dan dasar pemikiran yg dipaparkan diatas. tapi sebenarnya hal-hal yg terkait dgn pola pikir sosial didasari oleh jauh lbh bnyk ktimbang pola pikir material trsbt. trend atau kecendrungan sosial kita memang betul sangat matrealis/berdasarkan ukuran2 fisik. tapi siapa yg secara sengaja telah menanamkan pola pikir itu scara terstruktur, sebenarnya itu lbh penting. jaring2 kekuasaan selalu berkepentingan melumpuhkan kecerdasan, daya kritis dan daya juang society untuk membuat generasi2 yg terus bertumbuh dapat diarahkan dan ditipudayakan. generasi yg konsumtif, bekerja berdasarkan instruksi tanpa inisiatif, mudah terpengaruh pada mainstream adalah generasi yg menguntungkan jaring2 kekuasaan agar mereka terus dpt langgeng dlm struktur kekuasaan abadi. apa yg saya coba sampaikan disini adalah ada hal yg lbh subtantif yg mendasari pola pikir matrealis dan degradasi menuju destruksi itu. terima kasih.

  5. hehehe…Mas Rudi, terima kasih saya setuju dengan Mas, memang ini mungkin simpel yah, tapi simpel gini aja para audiens eh para readers udah mengerutkan kening 🙂

    saya cuma melihat dari sisi mikronya saja Mas….

  6. Tapi bagus juga tuh mas kalo di kaji secara ilmiah proses penyimpangan orientasi seksual ditinjau dr kedokteran, psikologis dan spiritual…..eng…kayaknya sih udh banyak juga kali ya,,,ya udahlah…biarkan saja..:)

Tinggalkan Balasan ke FeTry Z AchMad Batalkan balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.